SURABAYA, BANGSAONLIE.com - Bencana tanah longsor telah melanda Ponorogo dan Nganjuk. Masyarakat yang tinggal di dataran tinggi tampaknya kini harus meningkatkan kewaspadaan. Berdasar data Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Jatim, ada 50 wilayah kecamatan yang tercatat memiliki potensi longsor risiko tinggi.
"Lima puluh kecamatan dengan potensi longsor risiko tinggi itu ada 12 kabupaten/kota," kata Kepala Pelaksana BPBD Jatim Sudarmawan, Senin (10/4).
Baca Juga: 1 Korban Longsor di Kesamben Blitar Akhirnya Ditemukan
Dua belas daerah itu Ponorogo (9 kecamatan), Trenggalek (3 kecamatan), Tulungagung (4 kecamatan), Blitar (8 kecamatan), Malang (2 kecamatan), Jember (11 kecamatan), Banyuwangi (1 kecamatan), Bondowoso (2 kecamatan), Nganjuk (2 kecamatan), Magetan (2 kecamatan), Gresik (3 kecamatan), Kota Batu (3 kecamatan).
"Kalau wilayah yang paling banyak terjadi longsor tahun 2016 lalu adalah Trenggalek sebanyak 39 kejadian, Pacitan 19 kejadian, dan Ponorogo sebanyak 14 kejadian. Lalu tahun 2017 ini terbanyak tetap Trengalek 11 kejadian, Ponorogo 7 kejadian, serta Malang, Situbondo, dan Tuban masing-masing 3 kejadian," papar mantan Sekda Bangkalan ini.
Lebih lanjut diterangkan, untuk data kejadian longsor selama tahun 2016 total 155, sedangkan tahun 2017 hingga Maret lalu 40 kejadian. Sebagai langkah antisipasi terhadap setiap bencana yang terjadi, BPBD Jatim memiliki program Desa Tangguh Bencana.
Baca Juga: Terkendala Kontur Tanah, Satu Korban Tanah Longsor di Kesamben Blitar Belum Ditemukan
Kata Sudarmawan, tujuan program ini menyiapkan masyarakat mandiri. "Mereka juga kita bintek tentang renkon (rencana kontijensi)".
Ketiga adalah tanggap darurat, menjadi cepat respon time. Sehingga dengan ini bisa membangun kemandirian.
"Di Jatim, yang berisiko tinggi ada 540 desa. Sampai sekarang masih 260 yang desa tangguh bencana. Ke dapan akan terus diupayakan agar semuanya menjadi Desa Tanggap Bencana," tegas dia.
Baca Juga: Longsor di Kesamben Blitar, BPBD Jatim Lakukan ini
Sementara itu, Gubernur Jawa Timur Soekarwo mengaku telah meminta BPBD Jatim agar memperbanyak kader Desa Tanggap Bencana.
"Pak Sudarmawan (Kepala Pelaksana BPBD Jatim-red) saya suruh rapat bersama BPBD kabupaten/kota, sudah mulai untuk kader early warning. Bu Dewi (Kepala Dinas ESDM) sudah pasang 51 alat untuk ekstensometer. Ini untuk deteksi retakan," ujar Pakde Karwo, panggilan akrabnya.
Pakde Karwo menambahkan untuk wilayah yang masuk kategori rawan longsor dan tanahnya sudah dideteksi bergerak, Pemprov memasang alat tersebut lebih dari satu.
Baca Juga: Tim SAR Temukan Dua Korban Longsor di Kesamben Blitar dalam Kondisi Meninggal Dunia
"Seperti di Ponorogo, di empat wilayah rawan, kami kasih dua alat. Kasus yang kemarin itu sebenarnya retakan (tanah) sudah tahu semua. Tapi begitu mau ambil tanaman, tidak bisa ditahan," bebernya.
Pakde Karwo menambahkan, program Pemprov Jatim ke depan adalah relokasi daerah rawan. Nantinya, tanahnya bakal disediakan Bupati Ponorogo. Dari 28 kepala keluarga itu tanahnya milik sendiri dan tanah saudara. Hanya saja yang sulit adalah tanah kas desa (TKD).
"Penghentian pencarian akan dibicarakan dengan keluarga. Kalau memang sudah ikhlas. Akhirnya akan dijadikan kuburan masal. Tapi sudah bisa dibicarakan dengan warga," tandasnya.
Baca Juga: Dua Korban Tanah Longsor di Kesamben Blitar Ditemukan Tewas
Sementara itu, terkait longsor yang terjadi di Dusun Dlopo, Desa Kepel, Kecamatan Ngetos, Nganjuk, ia mengatakan yang terjadi adalah kandungan air di dalam tanah terlalu besar. Sebab, sebenarnya tanaman di atasnya itu jenisnya memiliki akar kuat, di antaranya, jati, akasia, maoni, dan sengon.
"Sebetulnya dari segi jenis tanaman tidak seperti Ponorogo. Ini tanahnya subur. Tapi beban air di dalam tidak kuat. Kemudian dia sudah melorot-lorot," paparnya. (mdr/rev)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News