PACITAN, BANGSAONLINE.com - Krisis legalitas izin pertambangan cukup berdampak terhadap ketersediaan material pasir dan batu. Persoalan tersebut tentu sangat berpengaruh terhadap keberlangsungan proses pembangunan di daerah, termasuk di Kabupaten Pacitan. Semakin berkurangnya stok material, dikhawatirkan proyek-proyek konstruksi berskala besar terancam tidak dapat terlaksana. Kecuali kegiatan-kegiatan berskala kecil dengan mekanisme pengadaan langsung yang masih tetap berjalan.
Terkait krisis ketersediaan material tersebut, pemkab sepertinya tak bisa berkutik. Di satu sisi ketersediaan material memang harus tercukupi. Namun di lain sisi legalitas perizinan bagi pelaku pertambangan, sejauh ini masih abu-abu.
Baca Juga: Dewan Prediksi akan Banyak Proyek Fisik yang Molor
"Pemkab tidak bisa mengizinkan dan tidak bisa melarang. Sebab itu (kewenangan perizinan) ada di Pemprov Jatim," kata Asisten Perekonomian dan Pembangunan, Sekkab Pacitan, Joni Maryono, Selasa (11/7).
Menurut Joni, salah satu langkah yang akan dilakukan pemkab, hanya sebatas membuka komunikasi dengan pemerintah pusat. Agar usulan peralihan status, dari wilayah pertambangan rakyat (WPR) menjadi wilayah izin usaha pertambangan (WIUP) atas Sungai Grindulu, yang sejak Oktober 2016 lalu telah disampaikan Pemprov Jatim segera selesai.
"Hanya upaya itu yang bisa kami lakukan. Kalau harus memberi izin ataupun melarang, itu bukan ranahnya pemkab," tegas mantan Kepala Kantor Lingkungan Hidup (KLH) ini pada pewarta.
Baca Juga: 164 Paket Proyek Konstruksi Mulai Dilelang, Ratusan Guru Dikmen Terbebas dari Pengembalian TPP
Lantas bagaimana dengan keberlangsungan proyek-proyek fisik di Pacitan seiring menipisnya stok material? Joni menegaskan, sejauh ini memang masih mengandalkan para penambang tradisional, terutama dengan mengeksploitir pasir-pasir pegunungan. "Pada prinsipnya, pemkab menyerahkan pada penyedia jasa bagaimana agar pekerjaan bisa kelar," tandasnya. (yun/rev)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News