SURABAYA, BANGSAONLINE.com - Gubernur Jawa Timur, Soekarwo belum lama ini menggelar pertunjukkan wayang kulit di kampung halamannya di Desa Palur Kecamatn Kebonsari, Kabupaten Madiun. Pertunjukan wayang kulit dengan dalang beken Ki Anom Suroto itu mengambil lakon Kalimatoyo yang merupakan julukan untuk Prabu Yudhistira, raja yang berhasil dalam memimpin kerajaan Astina.
Kalimatoyo yang menjadi lakon dalam pagelaran wayang kulit itu dinilai berisi pesan suksesi kepemimpinan di Jawa Timur. Gubernur Jatim dua periode yang sebentar lagi mengkhiri masa jabatannya itu seperti ingin memberi pesan kepada warga Jawa Timur tentang siapa yang layak menjadi penerusnya. Pernyataan itu disampaikan oleh Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Airlangga (Unair), Airlangga Pribadi Kusman.
Baca Juga: Penuhi Nadzar Kemenangan Khofifah-Jokowi, Kiai Asep Umrohkan Tim 35 Kabupaten
“Kalau kita jeli melihat makna lakon Kalimatoyo itu, maka bisa ditangkap seperti ada pesan suksesi yang ingin disampaikan Pakde Karwo kepada warga Jawa Timur perihal siapa pengganti dirinya,” ujar doktor ilmu politik dari Murdoch University, Australia itu, Minggu (8/10).
Akademisi Unair yang akrab disapa Angga itu mengungkapkan, lakon Kalimatoyo bukan lakon sembarangan. Dalam lakon itu sarat makna tentang kepemimpinan dan kriteria seorang ksatria. Makna demokrasi juga kental dalam lakon ini. Sebab, Prabu Yudhistira lebih memilih menyerahkan tongkat kepemimpinannya kepada Parikesit ketimbang Pancakusuma yang tak lain adalah cucu Prabu Yudhistira.
Angga melanjutkan, tradisi raja-raja adalah menurunkan tahtanya kepada sosok yang memiliki ikatan trah atau keturunan. Tapi Yudhistira tidak, ia lebih memilih Raden Parikesit yang merupakan anak Abimanyu. Meskipun saat itu sosok Pancakusuma dinilai sebagai kandidat kuat penerus sang kakek karena memiliki darah keturunan langsung dari raja.
Baca Juga: Janji Temui Agus, Gubernur Khofifah Malam Ini Kembali ke Surabaya
“Prabu Yudhistira menerapkan prinsip demokrasi dengan memberi tongkat estafet kepada sosok Raden Parikesit yang dinilai mumpuni, berjiwa ksatria dan bisa mengayomi rakyat Astina, meskipun tak ada hubungan trah di antara mereka. Ini tentunya relevan dengan situasi Jatim saat ini yang tengah dalam proses mencari pengganti Pakde Karwo yang sebentar lagi lengser,” urai Direktur The Initiative Institute tersebut.
Entah kebetulan atau tidak, lakon Kalimatoyo yang dominan mengulas sosok Raden Parikesit pernah digelar di kampus FIS Universitas Indonesia (UI) atas gagasan Hermanto Dardak. Saat itu Hermanto dengan gamblang menjelaskan pagelaran wayang kulit itu digelar sebagai tasyakuran kemenangan Jokowi pada Pilpres 2014. Hermanto yang merupakan ayah kandung Bupati Trenggalek Emil Dardak menilai figur Jokowi mirip sosok Raden Parikesit.
Sementara itu, Gubernur Jawa Timur, Soekarwo saat membuka Pagelaran Wayang Kulit semalam suntuk dengan Ki Dalang Anom Suroto dan Ki Bayu Aji di Desa Palur, Kec. Kebonsari, Kab. Madiun, Jumat (6/10) malam mengatakan, pagelaran wayang ini sebagai wujud rasa syukur dirinya dan keluarga.
Baca Juga: Loyalis Pakde Karwo Deklarasi Dukung Jokowi-KH Ma'ruf Amin di Jatim
Menurut Pakde Karwo, tuntunan lebih penting dibanding tontonan. Tetapi, tuntunan yang diberikan kepada masyarakat akan mudah diterima jika disertai dengan tontonan.
"Saya kira masyarakat menyenangi wayang kulit ini karena di dalamnya terdapat banyak pesan yang bermanfaat. Ki Anom Suroto yang terkenal dengan sabetannya diharapkan mampu menyampaikan pesan atau petuah-petuah kepada masyarakat," tandas eksponen GMNI ini.
Mengenai lakon atau cerita yang dibawakan oleh Ki Anom Suroto yakni 'Kalimatoyo', dinilainya memiliki makna mendalam, dapat diartikan sebuah bentuk kepemimpinan yang sustainable and change. Artinya, seorang pemimpin baru harus membawa kebaikan, terutama hal-hal baik dari pemimpin sebelumnya. Begitu pula pemimpin saat ini, harus mampu membimbing generasi selanjutnya. Dengan demikian, masyarakat bersama dengan pemimpin atau raja barunya tersebut bisa sambung dan mencapai segala keinginannya.
Baca Juga: Selamatan Relawan Khofifah, Jadi Ajang Promosi Wisata
"Pemimpin harus mampu memimpin masyarakatnya dengan baik. Pemimpin harus mampu memimpin masyarakatnya tanpa gaduh. Pemimpin tidak boleh menjelekkan pemimpin sebelumnya." ujar alumni Fakultas Hukum Unair ini.
Dalam kesempatan sama, Gubernur kelahiran Madiun tersebut menyampaikan doa, agar Indonesia, pada umumnya, dan Jatim serta Kabupaten Madiun pada khususnya dalam suasana yang senantiasa kondusif, tentram, aman dan nyaman.
"Semoga Indonesia dan Jatim, para petaninya memperoleh panen yang baik dan memperoleh keuntungan melimpah," harap Pakde Karwo didepan ribuan masyarakat yang memadati lapangan Desa Palur Kebonsari tersebut. (mdr/rev)
Baca Juga: Suara Nyinyir Maju Pilgub 3 Kali, Khofifah Pantang Nyerah: Ini Faktor Langit
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News