Gus Ipul Dihantui Mitos Wagub Selalu Kalah dalam Pilkada

Gus Ipul Dihantui Mitos Wagub Selalu Kalah dalam Pilkada Petrus Haryanto (tengah), CEO iPOL saat merilis hasil survei Pilkada Jatim dengan pendekatan teknologi. foto: DIDI ROSADI/ BANGSAONLINE

SURABAYA, BANGSAONLINE.com - Pemilihan kepala daerah Provinsi Jawa Timur tahun depan diprediksi akan berlangsung ketat. Terlebih Wakil Gubernur Jatim, Saifullah Yusuf (Gus Ipul) dipastikan maju berpasangan dengan Bupati Banyuwangi, Abdullah Azwar Anas. Pasangan itu akan bertarung dengan Menteri Sosial, Khofifah Indar Parawansa yang saat ini masih melakukan ikhtiar mencari pendamping.

Gus Ipul sebagai kandidat calon gubernur banyak diprediksi sejumlah pihak berada di atas angin. Pasalnya, wakil gubernur Jatim dua periode itu terhitung sebagai incumbent sehingga diuntungkan dengan program pemprov yang bisa diselaraskan dengan visi sebagai Cagub. Namun di sisi lain, Gus Ipul juga dihantui oleh mitos yang menyebut Wagub selalu kalah saat akan naik kelas menjadi Gubernur.

Baca Juga: Relawan Jari Mata Siap Kawal Kemenangan Khofifah-Emil Hingga Akhir

“Ada mitos yang menghantui para Wagub selalu kalah atau gagal naik kelas menjadi Gubernur. Mitos itu nyata di beberapa pilkada,” tutur Petrus Hariyanto, CEO IT Research Politic Consultant (iPOL), Rabu (1/11).

Petrus membeberkan sejumlah fakta yang membuktikan mitos itu belum terpatahkan. Di antaranya, Rano Karno pada Pilkada Banten, Muallem di Pilkada Nanggroe Aceh Darussalam, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) di Pilkada DKI Jakarta, dan Rustam Effendi di Pilkada Bangka Belitung.

Menurut Petrus, semua figur itu adalah Wagub yang mencalonkan diri pada periode berikutnya sebagai Calon Gubernur. Alih-alih menang, mereka justru kalah oleh rivalnya yang berstatus penantang.

Baca Juga: Warga Jatim Berjubel Hadiri Kampanye Terakhir Khofifah-Emil, Kiai Asep: Menang 70%

“Ini tantangan Gus Ipul untuk memecahkan mitos tersebut. Kalau menang, Gus Ipul mencatat sejarah. Tapi kalau kalah, akan memperpanjang catatan mitos Wagub gagal naik kelas menjadi Gubernur,” beber Petrus.

Sementara itu, Maman Suherman konsultan politik iPOL mengungkapkan pendekatan teknologi menjadi penting dalam pilkada Jatim tahun 2018. Sebab, pemilih milenial yang jumlahnya mencapai 14,5 juta orang akan menjadi penentu kemenangan.

Mereka yang lahir pada tahun 1981 sampai 1994 ini dikenal melek teknologi dan akrab dengan smartphone atau gadget. Karena itu, pasangan yang mampu mendekati pemilih Generasi Y yang dikenal rasional ini akan dapat meraih simpati. Karena itu, kampanye lewat media sosial dan media online akan efektif untuk menyampaikan pesan kampanye kepada generasi milenial.

Baca Juga: Dukungan Para Pekerja MPS Brondong Lamongan untuk Menangkan Khofifah di Pilgub Jatim 2024

“Generasi milenial jumlahnya sangat signifikan, karena itu serangan udara melalui media sosial menjadi penting untuk meraih simpati generasi milenial yang akrab dengan medsos,” imbuh pria yang akrab disapa Kang Maman itu.

Pria berkepala plontos itu menguraikan, saat ini di Jawa Timur ada sekitar 13 juta pengguna facebook. Dari data tersebut , rentang usia paling aktif adalah usia 17-35 tahun. Generasi Y ini aktif memantau informasi melalui akun facebook, termasuk informasi tentang pilkada Jatim dan kandidat Cagub.

“Khofifah adalah calon yang unggul di media sosial karena paling banyak beritanya di media online. Sedangkan Emil Dardak yang masuk generasi milenial sebagai sosok yang diasosiasikan sebagai pendamping yang tepat untuk Khofifah. Keduanya sangat menonjol di pembemberitaan media online dan media sosial,” pungkasnya. (mdr/rev)

Baca Juga: Blusukan di Pasar Sidoharjo Lamongan, Khofifah akan Tutup Kampanye di Jatim Expo

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO