>>>>>> Rubrik ini menjawab pertanyaan soal Islam dalam kehidupan sehari-hari dengan pembimbing Dr. KH. Imam Ghazali Said. SMS ke 081357919060, atau email ke bangsa2000@yahoo.com. Jangan lupa sertakan nama dan alamat. <<<<<<
Pertanyaan:
Baca Juga: Saya Dilamar Laki-Laki yang Statusnya Pernah Adik, Keluarga Melarang, Bagaimana Kiai?
Assalamualaikum ustad. Saya punya kawan dan kawan saya itu ingin menikah dengan suami orang. Dia minta saran dari saya. Saya sarankan, kalo kamu mau menikah dengan dia, kamu suruh ceraikan istri pertama. Kalau tidak mau, gak usah nikah sama dia. Tujuan saya memberi saran seperti itu supaya kawan saya tidak dipermainkan lelaki itu. Pertanyaan saya, apakah saya berdosa memberi saran seperti itu? Tapi sampai sekarang lelaki itu tidak menceraikan istrinya. Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Ima dari Pekanbaru.
Jawaban:
Baca Juga: Istri Tak Penuhi Kebutuhan Biologis, Saya Onani, Berdosakah Saya?
Hukum Islam (fikih) memang tidak melarang laki-laki untuk menikah kembali dengan dengan wanita yang kedua, ketiga, dan keempat walaupun tanpa seizin istri pertama. Saya kira ini sudah lazim diketahui oleh masyarakat umum baik yang mendalami ilmu agama atau pun tidak. Konsep kehidupan seperti ini (menikah lagi tanpa diketahui istri pertama) tidak banyak terjadi di negara kita Indonesia. Ini banyak terjadi di negara-negara timur tengah, di saat suami mampu secara finansial biasanya langsung menikah lagi untuk yang kesekian kalinya.
Budaya timur kita sepertinya belum bisa menerima (dan tidak bisa menerima) cara pernikahan semacam ini, walaupun mereka juga tidak mengingkari hukum diperbolehkan poligami bagi laki-laki. Saya kira tidak ada yang mengingkari firman Allah yang berbunyi :
“dan jika kamu takut tidak akan dapat Berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), Maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi : dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat Berlaku adil, Maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya”.(Qs. Al-Nisa’:03)
Baca Juga: Rencana Nikah Tak Direstui karena Weton Wanita Lebih Besar dan Masih Satu Buyut
Semua percaya dengan ayat di atas itu pasti benar dan boleh dilakukan oleh setiap laki-laki. Namun, orang timur seperti kita biasanya masih melihat dari tujuan pernikahan itu apa, apa benar sakinah, mawaddah, wa rahmah itu akan tercapai dengan pernikahan-pernikahan selanjutnya, terutama pernikahan pertama. Maka firman Allah pada surat al-Rum ayat 21 perlu juga diperhatikan.
“dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir”. (Qs. Al-Rum:21)
Proses izin dari istri pertama memang tidak diwajibkan bagi laki-laki yang ingin menikah lagi alias berpoligami. Tapi pertanyaannya, apakah sikap menikah lagi tanpa memberi kabar kepada istri pertama masih bisa memberikan tujuan pernikahan “sakinah, mawaddah wa rahmah” bagi pernikahannya dengan istri pertama? Maka, jika tujuan pernikahan ini tidak bisa direalisasikan kecuali dengan izin dan memberikan kabar, maka memberi tahu dan izin menjadi sebuah keharusan.
Baca Juga: Hati-Hati! Seorang Ayah Tak Bisa Jadi Wali Nikah jika Anak Gadisnya Hasil Zina, Lahir di Luar Nikah
Kata “adil” pada ayat di atas memiliki arti juga suami mampu merealisasikan “sakinah mawaddah wa rahmah” pada pernikahan pertama dan juga pernikahan-pernikahan selanjutnya. Biasanya, pernikahan pertama menjadi diabaikan dan hanya peduli dengan pernikahan kedua ketiga dan selanjutnya. Dan ini tidak dibenarkan di dalam agama.
Nasehat yang Ibu sampaikan kepada kawan Ibu itu benar dan tidak berdosa. Artinya memberikan sikap hati-hati agar jangan sampai pernikahannya itu hanya dibuat main-main saja oleh laki-laki tersebut. Sebenarnya ada nasehat yang lebih tepat untuk disampaikan kepada kawan Ibu, yaitu “Apakah istri pertamanya sudah menyetujuinya?” bukan meminta laki-laki itu untuk menceraikan istri pertamanya.
Maka, nasehat Ibu itu bukan merupakan dosa. Bisa jadi yang Ibu sampaikan adalah sikap waspada agar tidak terjadi kekecewaan di kemudian hari. Pengalaman hidup orang lain, tetangga atau masyarakat umum perlu juga menjadi cermin kehidupan sehingga tidak jatuh pada lubang yang sama, pada masalah yang sama. Semoga Allah melindungi Ibu dan kawan Ibu semoga diberikan jalan keluar terbaik dalam kehidupannya. Amin. Wallahu a’lam.
Baca Juga: Bagaimana Hukum Mintakan Ampun Dosa dan Nyekar Makam Orang Tua Non-Muslim?
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News