Tafsir Al-Isra 13-14: Di Akhirat, Semua Pandai Berbahasa Arab

Tafsir Al-Isra 13-14: Di Akhirat, Semua Pandai Berbahasa Arab Ilustrasi.

Oleh: Dr. KH A Musta'in Syafi'ie M.Ag. . .   

Wakulla insaanin alzamnaahu thaa-irahu fii ‘unuqihi wanukhriju lahu yawma alqiyaamati kitaaban yalqaahu mansyuuraan (13). Iqra/ kitaabaka kafaa binafsika alyawma ‘alayka hasiibaan (14).

Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Life Begins at Fourty

Ayat sebelumnya bertutur soal servis Tuhan yang menjadikan waktu siang dan malam secara gilir gumanti, tepat, tanpo suloyo. Tujuannya untuk memberi kesempatan seluas-luasnya bagi umat manusia untuk bertobat dan memperbanyak amal ibadah.

Lalu ditutur pula soal anugerah tak terhingga, berupa rezeki dan kesehatan sebagai piranti hidup. Juga diberi kitab suci yang memuat segala sesuatu (fassalnah tafsila), agar mereka terarah ke kebahagiaan hidup hakiki, di dunia, dan di akhirat.

Disambung ayat kaji ini yang membicarakan soal hari akhir nanti, di mana manusia diberi buku catatan amal lengkap yang dikalungkan di leher setiap orang (kulla insan). Dan mereka pasti bisa membaca sendiri, walau di dunia tak mengerti huruf, tak bisa baca.

Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Teori Shalahiyah dan Ashlahiyah pada Putusan MK Terkait Batas Usia

Gambarannya kayak akhir semester dan kenaikan kelas. Masing-masing murid bakal menerima raport berisikan nilai setiap pelajaran. Semua prestasi akademik dan perilaku selama mengikuti proses belajar-mengajar dicatat semua, termasuk bolos dan izin sakit. Masing-masing ada nilainya sesuai keadaan tanpa ada yang dizalimi. Tentunya, ada keputusan akhir yang ditandatangani oleh kepala sekolah, naik kelas atau tidak, lulus atau tidak.

Tidak ada ada kesulitan apa-apa bagi Allah SWT membisakan semua manusia mampu membaca buku catatan amal masing-masing kelak di akhirat nanti. Soal pakai bahasa apa buku catatan amal tersebut? Allah a'lam. Yang jelas semua manusia bisa memahami. Bisa dengan bahasa yang dulu pernah dia mengerti ketika di dunia dan bisa jadi Allah SWT menyeragamkan pakai bahasa arab. Yang terakhir ini kecenderungan ulama.

Bergembiralah mereka yang naik kelas, ke surga yang diidamkan dan celakalah mereka yang harus tinggal di neraka. Keputusan Tuhan tidak bisa diganggu gugat, seperti lazimnya keputusan lulus dan tidak di sekolah kita, kecuali atas belas kasihan Tuhan sendiri, maka keadaan bisa berubah.

Baca Juga: Profil HARIAN BANGSA, Koran Lokal Jawa Timur, Kiai Jadi Pelanggan Setia Sejak Terbit Perdana

Di akhirat, nabi Muhammad SAW punya otorita syafaat untuk orang yang patut disyafaati. Syafaat itu semacam usulan kepada Tuhan agar si Fulan diampuni, karena berbagai pertimbangan. Misalnya pernah sedekah ikhlas kepada anak yatim kelaparan, padahal dirinya juga kelaparan. Atau aktif membaca shalawat kepada nabi secara khusyu' dan istiqamah, tanpa musik, tanpa cengengesan.

Abu Thalib, paman Nabi yang meninggal dunia sebelum bersyahadat secara ikrar, dihukumi belum beriman, masih kafir. Tetap disiksa di akhirat nanti. Ya, tapi tidak berat dan api nerakapun tak panas baginya, karena ada syafaat khusus dari keponakannya, Muhammad SAW. Begitu riwayat bertutur.

Abu Thalib sangat berjasa membesarkan dan melindungi nabi sejak masih kecil, selalu pasang badan demi keselamatan nabi kala berdakwah. Jika itu benar, maka itulah bukti adanya syafaat. Wajar bagi Tuhan mengabulkan permintaan kekasih-Nya.

Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Tentukan Hak Asuh, Nabi Sulaiman Hendak Potong Bayi Pakai Golok

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO