Kasus Mastenk, Ahli Neuropsikologi: Orang Tua Perlu Waspada Predator Anak di Dunia Digital

Kasus Mastenk, Ahli Neuropsikologi: Orang Tua Perlu Waspada Predator Anak di Dunia Digital foto: istimewa

LUMAJANG, BANGSAONLINE.com - Masih hangat di telinga warga Lumajang akan sosok Mastenk. Ya, dia adalah sosok fotografer yang cukup dikenal mumpuni dalam hal fotografi. Namun di balik itu semua, ternyata mastenk adalah sosok yang sangat keji terhadap anak perempuan di bawah umur.

Dia melakukan pelecehan seksual, berkedok fotografi bersama kedua temannya. Dalam kasus yang menyeret namanya serta kedua temanya tersebut, perilaku tak normal ini disebut pedofil.

Baca Juga: Pria di Kutai Kartanegara Tega Perkosa, Bunuh, dan Buang Jasad Gadis 14 Tahun ke Dalam Sumur

Kehadiran para predator anak di zaman sekarang ini semakin menjadi profesional dikarenakan menggunakan teknologi. Adanya teknologi memberikan perubahan dan pergeseran psikologi anak-anak zaman now.

Salah satu hal yang terpenting bagi mereka adalah mendapatkan ketenaran dan dikenal oleh banyak orang di media sosial. Hal tersebut biasanya diukur dari berapa banyak orang yang melihat ataupun pengikut sebuah akun.

Menurut Ahli Neuropsikologi Ihshan Gumilar mengatakan, ada kesempatan yang dimiliki para predator untuk memuluskan setiap aksinya. "Banyak orang tua tidak memahami secara persis bagaimana teknologi mempengaruhi kondisi psikologis anak-anak mereka. Akan tetapi bagi para predator anak, mereka sangat lihai untuk melihat kondisi perubahan psikologis tersebut," katanya saat dihubungi media ini.

Baca Juga: Tega Cabuli Keponakan hingga Tiga Kali, Paman di Kota Kediri Dilaporkan Warga Kaltim ke Polisi

Keadaan seperti ini, kata dia, dimanfaatkan oleh para predator anak untuk melakukan beragam aksi dan tindakan yang dapat melecehkan anak secara seksual. Mereka para predator menawarkan beragam iming-iming seperti jasa fotografi yang mencari seorang model untuk dipromosikan menjadi anak muda terkenal. Hal ini tentunya banyak dimakan oleh para anak-anak muda yang sangat haus untuk segera melejit nama dan mukanya di dunia media sosial.

"Diakui atau tidak, teknologi telah mengkarbit anak-anak Indonesia untuk mendapatkan segala sesuatunya secara instan. Hal itu berdampak pada anak-anak yang ingin mengambil jalan pintas agar cepat terkenal dan kaya tanpa memikirkan efek jangka panjangnya," terangnya.

“Keadaan otak para pelaku kriminal tidaklah sama dengan orang yang bukan pelaku kriminal. Kebiasaaan buruk (kriminal-red) yang dilakukan terus-menerus oleh seseorang akan menyebabkan otak mereka membuat jaringan syaraf spesial di dalam otak. Yang mana dengan jaringan otak spesial itulah, para pelaku bisa kerap kreatif untuk memikirkan beragam jenis modus yang lebih canggih untuk memakan anak-anak sebagai korban mereka,” imbuhnya.

Baca Juga: Kunjungi TKP di Mbah Ratu, Wali Kota Risma Langsung Pimpin Kerja Bakti

Oleh karena itu, orang tua haruslah memantau perkembangan psikologis dan perilaku anak-anak mereka. Terlebih ketika mereka mulai menyentuh usia remaja yang sangat penuh dengan beragam godaan yang menggiurkan yang didapatkan melalui smartphone mereka.

Membangun komunikasi yang hangat dan baik dengan anak merupakan salah satu kunci utama untuk melindungi anak Indonesia dari beragam predator anak di dunia yang tak lagi mengenal negara. Mereka bisa dengan mudah terhubung lewat internet.

Jika anak terbiasa untuk bercerita kepada orang tua, maka hal baru yang mereka temukan melalui dunia maya akan mereka konsultasikan terlebih dahulu atau setidaknya berbagi kepada orang tuanya. "Lindungi anak anda dari para predator yang kerap berlindung di balik kecanggihan teknologi. Teruslah belajar menjadi orang tua yang bijak di era digital," terangnya.

Baca Juga: Ditanya Reporter Kenapa Kirim Foto Telanjang ke Bocah? Dijawab dengan Pamer Payudara

Sementara itu, Kapolres Lumajang AKBP DR Muhammad Arsal Sahban, SH, SIK, MM, MH saat dihubungi melalui sambungan telepon mengatakan, bahwa pengungkapan kasus pelecehan seksual terhadap anak dibawah umur ini sebenarnya fenomena gunung es.

"Di bawah permukaan, mungkin banyak kejadian serupa tapi korban cenderung enggan melaporkan. dari kasus ini korban yang kami ketahui ada 40 lebih, tapi hanya 1 korban yang berani melaporkan," pungkasnya. (ron/dur)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO