JOMBANG, BANGSAONLINE.com - Kepala Balitbang Kemendikbud, Ir. Totok Suprayitno, mengatakan bahwa tantangan pendidikan yang dihadapi Indonesia ke depan sangat berat. Menurut dia, sekarang sudah memasuki era revolusi industri 4.0. Ini berarti, transisi cepat yang terjadi dari industri 3.0 menuju 4.0 menuntut pergerakan yang cepat pula.
“Revolusi dari industri 1.0 menuju 3.0 menunjukan waktu ratusan tahun. Sedangkan dari 3.0 menuju 4.0 hanya membutuhkan waktu 20-30 tahun saja. Itu menuntut kita untuk bergerak cepat,” kata Totok pada Seminar Nasional memperingati “120 Tahun Pesantren Tebuireng” di Gedung KHM Yusuf Hasyim Pesantren Tebuireng Jombang Jawa Timur, Ahad (25/8/2019).
Baca Juga: Di SMA Award 2024, Pj Gubernur Jatim Minta Konsisten Berprestasi Tingkat Nasional dan Internasional
Pada industri 4.0, ungkap Totok, sudah banyak sekali tenaga kerja tergantikan oleh robot. “Dengan tenaga robot, produksi berjalan lebih produktif,” katanya.
Namun, kata dia, tidak semua tenaga kerja bisa digantikan robot. Karena robot tidak mempunyai hati, maka pekerjaan-pekerjaan yang berkaitan dengan hati tidak dapat tergantikan robot.
“Salah satunya adalah profesi guru,” katanya.
Baca Juga: Pesantren di Lereng Gunung, 624 Santrinya Lolos PTN dan di 11 Perguruan Tinggi AS, Eropa dan Timteng
(Istighosah dalam rangkaian acara "120 Tahun Pesantren Tebuireng" di makam Hadratussyaikh KHM Hasyim Asy'ari di Pesantren Tebuireng Jombang Jawa Timur, Ahad malam (25/8/2019). foto: BANGSAONLINE.com)
Menurut dia, peran guru dalam pendidikan bukan hanya pengajar tapi juga penanam karakter. “Pendidikan semacam itulah yang penting karena untuk mempersiapkan anak-anak yang sekarang masih dalam usia sekolah untuk menjadi pemimpin di masa depan,” tegas Totok.
Baca Juga: Polemik Nasab Tak Penting dan Tak Ada Manfaatnya, Gus Fahmi: Pesantren Tebuireng Tak Terlibat
Hanya saja para santri, menurut dia, perlu kreatif. “Yang perlu dikuasai oleh murid-murid kita di sekolah dan santri-santri di pesantren untuk mengambil peluang di masa adalah hal-hal kreatif, berpikir analitik, inovasi, aktif dalam belajar, desain, dan lain sebagainya,” katanya mengutip Future Job Survey yang diterbitkan oleh World Economic Forum.
Totok menyayangkan para guru yang banyak menggunakan Ujian Nasional (UN) sebagai standar. Padahal, kata dia, ciri soal UN itu dangkal. “Cirinya soal UN itu ya dangkal, jadi kalau guru menggunakan tipe soal UN yang dangkal itu untuk ulangan harian dan ujian lain, maka kemampuan siswa akan dangkal,” katanya.
Menurut dia, jika UN itu multiple choice yang hanya punya satu jawaban benar, maka guru harusnya membuatkan soal untuk para siswa, soal-soal yang membuat mereka berpikir dan tidak hanya punya satu jawaban benar saja.
Baca Juga: Tingkatkan Literasi Siswa, Khofifah Dorong Inovasi Digital di Perpustakaan
Sementara Prof. H. Kamaruddin Amin, Direktur Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama Republik Indonesia, menyatakan pendidikan Islam adalah lembaga pendidikan terbanyak dan termasif di Indonesia. Di dunia, kata dia, tidak ada negara selain Indonesia yang memiliki jumlah lembaga pendidikan Islam terbanyak dan termasif.
Menurut dia, madrasah di Indonesia kini mencapai angka 52.000. Pesantren berjumlah 30.000, Perguruan Tinggi Islam berjumlah 796, dengan jumlah santri mencapai 4 juta dan 7 juta siswa-siswi TPQ.
“Karena itu, karakter keberagaman di Indonesia tergantung karakter schoolarship pendidikan Islam yang berkembang di Indonesia,” katanya. Tantangan kita, tegas dia, bukan hanya memperkuat bidang kognitif. “Tantangan terbesar kita adalah pendidikan karakter, dan karakter memiliki distingsi ,” tambahnya.
Baca Juga: Terima Dubes Jepang untuk Indonesia, Pj Gubernur Jatim Bahas Pengembangan Kerja Sama
Menurut dia, pesantren sebagai salah satu lembaga pendidikan Islam saat ini merupakan salah satu rujukan pendidikan karakter. Sebab, salah satu distingsi pesantren adalah proses pendidikan yang bukan hanya transfer ilmu, melainkan melalui interaksi penuh yang terjalin selama di pesantren. “Pendidikan tak lagi dibatasi oleh bangku sekolah, melainkan setiap saat ada pelajaran yang dapat diambil dari setiap figur yang ada di pesantren,” kata Kamaruddin Amin yang menggantikan Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin.
Sementara Mohammad Zahri, Ketua Jaringan Sekolah Islam Terpadu (JSIT) Indonesia yang tampil pada hari kedua (24/8/2019) mengungkapkan bahwa pesantren merupakan salah satu pendidikan terbaik di Indonesia. Menurut dia, kiprah pesantren telah nyata. Faktanya, menghasilkan para ulama, tokoh nasional, bahkan presiden, wakil presiden, menteri, dan pejabat penting lainnya.
Ia mengapresiasi terhadap pendidikan model pesantren, khususnya pondok Pesantren Tebuireng.
Baca Juga: PT Megasurya Mas Beri CSR Beasiswa untuk 356 Siswa di Sidoarjo
“Terlebih pondok pesantren Tebuireng dengan salah satu karya pendirinya, yaitu kitab ‘Adabul ‘Alim Wal Muta’alim’, karya KH.Hasyim Asy’ari yang sangat layak dijadikan referensi pendidikan modern saat ini,” kata Muhammad Zahri.
Pada hari kedua juga hadir Menristek Dikti Muhammad Nasir. Ia mengingatkan agar pendidikan yang ditanamkan pada siswa dibarengi dengan rasa nasionalisme. “Jadi dalam pendidikan itu supaya muncul rasa nasioalisme, harus saling bersinergi. Kalau orang religious, pasti nasionalis, begitu sebaliknya,” katanya.
Acara “120 Tahun Pesantren Tebuireng” ini dipungkasi dengan istitghotsah dan testimoni para santri Hadratussyaikh KHM Hasyim Asy’ari. (tim)
Baca Juga: Silaturahmi ke Keluarga Pendiri NU, Mundjidah-Sumrambah Minta Restu
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News