SURABAYA, BANGSAONLINE.com - PT Unilever mengunggah logo baru berwarna pelangi. Logo baru itu untuk mempertegas dukungannya terhadap kelompok Lesbian Gay Biseksual Transgender Queer (LGBTQ+).
Dukungan Unilever itu disampaikan secara terbuka lewat akun twitter dan instagram resminya. Perusahaan produsen aneka kebutuhan rumah tangga terbesar ketiga di dunia itu menyatakan komitmen untuk membuat kalangan LGBTQI + bangga dengan Unilever. Alasannya, karena perusahan Unilever merupakan bagian dari mereka (LGBT).
Baca Juga: PIK 2 Dianggap Banyak Mudharat, MUI minta Pemerintah Cabut Status PSN
Protes pun langsung marak. Bahkan banyak pihak mengajak memboikot produk perusahaan multinasional terbesar ketiga di dunia tersebut. Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI), KH Muhyiddin Junaidi mengatakan, bukan hanya Unilever yang mendukung LGBT. Ada beberapa perusahaan yang mendukung LGBT.
"Kalau memang kita benar serius, ya kita bisa melakukan pemboikotan terhadap produk-produk mereka di Indonesia, karena mereka mendapatkan keuntungan dari kita," kata KH Muhyiddin dikutip Republika, Jumat (26/6).
Menurut dia, pemboikotan produk mereka penting agar dijadikan sebagai pembelajaran bagi mereka. Sehingga perusahaan lain yang ingin melakukan hal yang sama dengan Unilever bisa meninjau kembali reaksi dari publik.
Baca Juga: Yakini Kebenaran Islam, Dua Pemuda Resmi Mualaf dengan Bersyahadat di Masjid Al-Akbar Surabaya
Masalahnya, Unilever ini nyaris menguasai produk-produk yang digunakan oleh masyarakat. Kalau memang sudah ada produk-produk perusahaan lain yang tidak mendukung LGBT, tinggalkan saja produk-produk Unilever ini. Sebaiknya begitu kalau memang umat Islam ingin betul-betul melakukan pemboikotan secara masif.
KH Muhyiddin menjelaskan, pemboikotan ini mengandung pesan moral bahwa semua agama melarang LGBT. Bukan hanya agama Islam yang melarang LGBT, agama lain juga melarang.
"Yang lebih penting jangan sampai keuntungan dari Unilever itu dipakai untuk mendukung kegiatan-kegiatan LGBT yang secara tidak langsung itu diharamkan oleh agama," jelasnya.
Baca Juga: MUI Sampang Dukung Polisi Kawal Pilkada Damai dan Kondusif
Ia menegaskan, pemboikotan produk mereka juga mengandung pesan agar perusahaan-perusahaan jangan mendukung kegiatan-kegiatan yang bertolak belakang dengan nilai-nilai agama. Itu pesannya yang ingin disampaikan dari pemboikotan produk perusahaan yang mendukung kegiatan LGBT.
Sementara pihak Unilever tak mengelak. Governance and Corporate Affairs Director Unilever Indonesia Sancoyo Antarikso mengatakan, Unilever beroperasi di lebih dari 180 negara dengan budaya yang berbeda. "Secara global dan di Indonesia, Unilever percaya pada keberagaman dan lingkungan yang inklusif," kata Sancoyo dalam keterangan persnya kepada media.
Sancoyo mengatakan, Unilever telah beroperasi selama 86 tahun di Indonesia. Unilever selalu menghormati dan memahami budaya, norma, dan nilai setempat.
Baca Juga: FeminisThemis Academy 2024: Akses Edukasi Kesehatan Seksual dan Reproduksi bagi Teman Tuli
"Oleh karena itu, kami akan selalu bertindak dan menyampaikan pesan yang sesuai dengan budaya, norma, dan nilai yang berlaku di Indonesia," katanya.
Unilever adalah perusahaan asal Rotterdam Belanda. Unilever merupakan salah satu perusahaan paling tua di dunia yang masih beroperasi, dan saat ini menjual produknya ke lebih dari 190 negara.
Menurut Wikipedia, unilever memiliki lebih dari 400 merek dagang, dengan 14 merek di antaranya memiliki total penjualan lebih dari £1 milliar, yakni: Axe, Dove, Omo, Becel, Heartbrand, Hellmann’s, Knorr, Lipton, Lux, Magnum, Rama, Rexona, Sunsilk, dan Surf. Unilever N.V. dan Unilever plc, beroperasi di bawah satu nama dan dipimpin oleh dewan direksi yang sama. Unilever dibagi menjadi empat divisi utama, yakni Makanan, Minuman dan Es Krim, Perawatan Rumah Tangga, dan Perawatan Tubuh. Unilever memiliki pusat riset dan pengembangan di Inggris, Belanda, Tiongkok, India, dan Amerika Serikat.(tim)
Baca Juga: Selain Tinjau Gedung UPT RPH, Pj Wali Kota Kediri Serahkan Sertifikat Halal dan NKV RPH-R
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News