JAKARTA, BANGSAONLINE.com - Unjuk rasa adalah artikulasi kebebasan berpendapat yang dijamin UUD Negara RI 1945 dan juga instrumen hak asasi manusia. Oleh karena itu, secara prinsip aksi-aksi unjuk rasa yang menolak UU Cipta Kerja adalah sah dan harus dihormati.
Demikian disampaikan oleh Hendardi, Ketua Setara Institute dalam siaran persnya di Jakarta, Selasa (13/10/2020).
Baca Juga: Mahasiswa UTM Ajak Masyarakat Siaga Meski RUU Pilkada Dibatalkan: DPR RI dan Jokowi Bisa Bermanuver
Akan tetapi, lanjut Hendardi, kebebasan itu harus dijalankan dengan tidak melanggar pembatasan-pembatasan yang sudah ditetapkan, seperti larangan melakukan pengrusakan, tidak menimbulkan anarki sosial, tidak mengganggu ketertiban umum, dan lain sebagainya.
"Jika aksi unjuk rasa berpotensi menimbulkan anarki sosial, penegak hukum dan aparat keamanan memiliki kewajiban untuk memastikan pencegahan serta penindakan. Tindakan-tindakan tersebut mesti dilakukan dengan cara-cara yang dibenarkan," ujar Hendardi.
Dijelaskan oleh Hendardi, aksi dengan kekerasan yang terjadi di beberapa tempat pada 5-7 Oktober 2020, semestinya memberikan pembelajaran bagi semua pihak untuk menahan diri dalam menyampaikan aspirasinya.
Baca Juga: May Day, Ribuan Buruh Asal Sidoarjo Bergerak ke Surabaya, Ini Tuntutannya
Menurutnya, peristiwa awal Oktober tersebut juga menggambarkan bahwa aksi dalam jumlah massa yang besar hampir pasti mengundang conflict entrepreneur untuk memanfaatkan situasi untuk kepentingan-kepentingan tertentu.
"Penyebaran informasi terkait rencana aksi lanjutan dengan agenda-agenda yang melampaui dari isu UU Cipta Kerja, di tengah masyarakat telah menimbulkan keresahan dan ketakutan. Aksi unjuk rasa dengan agenda-agenda ekstra konstitusional harus dicegah dengan tindakan hukum yang akuntabel. Percampuran kepentingan dan agenda aksi oleh berbagai komponen masyarakat telah menggambarkan bahwa aksi unjuk rasa yang digelar hari ini memiliki kerentanan lebih luas mengganggu ketertiban sosial," terang Hendardi.
"Untuk kembali memusatkan energi penolakan terhadap UU Cipta Kerja, elemen masyarakat dapat menggunakan mekanisme yang tersedia dalam sistem ketatanegaraan kita, yakni menguji pasal-pasal yang kontroversial itu ke meja Mahkamah Konstitusi (MK)," sambungnya.
Baca Juga: May Day Situbondo, Ini 5 Tuntutan Buruh yang Anggap Pemkab Tak Efektif
"Termasuk sejumlah catatan formil yang dianggap tidak sesuai dengan prosedur pembentukan UU juga bisa diujikan ke Mahkamah Konstitusi," pungkasnya. (tim)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News