Budidaya Tabulampot Milik Kades Jambu Tetap Eksis di Tengah Pandemi Covid-19

Budidaya Tabulampot Milik Kades Jambu Tetap Eksis di Tengah Pandemi Covid-19 Kebut Bibit Tabulampot milik Agus Joko Susilo di Desa Jambu, Kecamatan Kayen Kidul, Kabupaten Kediri.

KEDIRI, BANGSAONLINE.com - Metode budidaya tanaman buah dalam pot (tabulampot) dibuat untuk menjawab tantangan keterbatasan lahan. Terutama di Kota-kota besar seperti Surabaya dan Jakarta. Tanaman buah biasanya berpostur tinggi dengan perakaran dalam. Tanaman buah memang membutuhkan ruang tumbuh yang cukup luas.

Untuk menyiasati hal tersebut, sejak tahun 1970-an, berkembang metode menanam buah dalam lingkungan terbatas atau tabulampot. Hal itulah yang saat ini dipraktikkan dan dibudidayakan secara masal oleh Agus Joko Susilo, yang kebetulan adalah Kepala Desa Jambu, Kecamatan Kayen Kidul, Kabupaten . Dengan budidaya tabulampot itu, Agus juga bisa mempekerjakan warganya.

Baca Juga: Setubuhi Anak Kandung Sendiri, Pria di Kediri Ditangkap Polisi

Agus Joko Susilo memulai budidaya tabulampot sejak 7 tahun lalu, tepatnya tahun 2013. Sebelumnya, kades Jambu itu mengaku memang sudah hobi menanam tanaman buah. Selain punya lahan tabulampot, Agus juga memiliki kebun bibit dan membangun wahana wisata desa serta sebuah restoran yang menyatu dengan kebun bibitnya yang terletak di jalan raya Papar-Pare.

Kepada BANGSAONLINE, Penasihat Kosti periode 2016-2019 itu menjelaskan, bahwa saat ini tabulampot yang lagi ngetren adalah tanaman buah alpukat. Ada dua jenis alpukat yang lagi dicari pembeli, yaitu jenis aligator dan kelud. Selain alpukat, juga ada kelengkeng, mangga, jambu, anggur pohon, dan nanas.

"Untuk saat ini, alpukat yang banyak dicari adalah alpukat jenis aligator. Tapi untuk ke depannya, mungkin jenis kelud yang akan banyak dicari. Jenis alpukat kelud, beratnya bisa 2 kg/buah. Kami memilih bibit yang benar-benar baik," kata Agus Joko Susilo, Senin (2/11).

Baca Juga: Uniska Jalin Kerja Sama dengan Bank Indonesia Melalui Program Beasiswa

(Agus Joko Susilo saat menunjukkan alpukat jenis kelud yang lagi berbuah)

Menurut Agus, beda alpukat jenis aligator dan kelud adalah, kalau jenis aligator itu buahnya basah, sedang jenis kelud buahnya kering. Tabulampot ini di usia 2 tahun sudah berbuah.

Baca Juga: Pjs Bupati Kediri Ikuti Senam Bareng Dinkes di Peringatan Hari Kesehatan Nasional ke-60

"Sistem tabulampot itu sebenarnya hanya masalah pengaturan air. Biaya untuk setiap pohon dari pembibitan, polybag, dan pupuk, sekitar 60 ribu rupiah. Nanti bisa dijual sampai 750 ribu rupiah per pohon," terang Agus.

Masih menurut Agus, selain dua jenis alpukat aligator dan kelud, di kebunnya juga ada alpukat jenis miki dan alpukat red vietnam, ucikawada. Juga ada sawo jumbo, mangga, jambu, nanas.

Terkait dengan adanya pandemi Covid-19, Agus mengaku tidak terlalu berpengaruh. Pihaknya hampir setiap hari menerima permintaan bibit buah dari seluruh Indonesia. Juga banyak yang langsung berkunjung ke kebun tabulampot, baik dari lokal maupun dari luar kota, termasuk yang terakhir adalah kunjungan kerja dari Komisi B DPRD Megetan.

Baca Juga: OTK Penantang Duel Kabag Ops Polres Kediri Kota Diamankan, Ternyata Menderita Gangguan Jiwa

"Di masa pandemi ini, permintaan tabulampot justru bertambah. Kunjungan langsung dan membeli ke kebun juga masih banyak, meski harus menerapkan protokol kesehatan," pungkas Agus Joko Susilo. (uji/dur)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Lihat juga video 'BI Kediri Gelar Bazar Pangan Murah Ramadhan 2024':


Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO