SURABAYA, BANGSAONLINE.com - Kondisi ekonomi Indonesia, termasuk Jatim, yang terpuruk akibat pandemi Covid-19 harus direspons cepat dengan melakukan sejumlah langkah pemulihan ekonomi nasional (PEN). Seluruh elemen bangsa diharapkan terlibat dalam pemulihan ini.
Termasuk pengusaha ekspor dan impor yang tergabung dalam Ginsi (Gabungan Importir Nasional Indonesia) Jawa Timur, berupaya menjembatani para importir dengan pemerintah dengan menyosialisasikan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No. 51/2020, sebagai revisi Permendag No. 28/2018.
BACA JUGA:
- SIG Catatkan Volume Penjualan 40,62 Juta Ton Tahun 2023, Naik 10 Persen
- Ini Jajaran Peraih Penghargaan Top Digital PR dan Top Official Store Award 2024
- InfoEkonomi.id Gelar Anugerah Penghargaan 4th Indonesia Top Digital PR Award 2024
- 5 Tipe Mata Uang Kripto yang Diperjualbelikan di Pasar Kripto Indonesia
Ketua Ginsi Jatim, Romzy Abdullah Abad mejelaskan, Permendag tersebut mengatur tentang pemeriksaan dan pengawasan tata niaga impor setelah kawasan pabean atau post border. Dengan adanya Permendag 51/2020, pelaku usaha khususnya importir, mendapat kemudahan untuk mendapatkan Persetujuan Impor (PI).
"Impor harus mencantumkan data yang terdiri dari nomor, dari, tanggal, atas dokumen PI persetujuan impor. Namun dalam pelaksanaannya untuk memperoleh PI, para pelaku usaha banyak menghadapi kendala atau harus menunggu dalam waktu sangat lama. Lebih khusus untuk komoditi besi atau baja, brondong, dan turunannya," ujar Romzy saat melakukan sosialisasi di Surabaya, Rabu (18/11/2029).
Tidak hanya itu, lanjut Romzy, untuk mendapat PI tersebut importir harus mendapat pertimbangan teknis dari kementerian perindustrian yang lebih sulit lagi untuk mendapatkannya. Dampaknya, banyak importir yang mengalami kekurangan bahan baku. Bahkan banyak juga di antara mereka yang terpaksa menghentikan proses produksi.
"Mengingat besarnya ketergantungan terhadap bahan baku asal impor karena tidak diperoleh di dalam negeri, kesulitan pengusaha untuk mengimpor barang tertentu terutama bahan baku, mengakibatkan turunnya volume ekspor, menurunkan daya saing produk dalam negeri, serta menurunkan pendapatan negara dari sektor bea masuk dan sektor jasa kepelabuhanan," terang Romzy.
Untuk itulah, pemerintah memberikan kemudahan melalui aturan Post Border. Tetapi karena ada celah, banyak pengusaha yang justru memanfaatkan aturan ini sehingga pemerintah akhirnya melakukan pengetatan pengawasan melalui revisi Permendag nomor 28/2018. "Aturan ini harus dipahami oleh pengusaha importir karena sebenarnya revisi aturan ini tidak mempersulit," ujarnya.
Pada kesempatan yang sama, Dirjen Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga (PKTN) Kementerian Perdagangan, Veri Anggrijono mengatakan, dengan terbitnya revisi tersebut, prosedur pemeriksaan dan pengawasan tata niaga impor dengan meniadakan persyaratan deklarasi mandiri (self declaration) akan diperketat. Ini sebagai konsekuensi atas kemudahan yang telah diberikan.
“Mekanisme post border bertujuan mempermudah pelaku usaha dalam tata niaga impor. Namun sebagai konsekuensinya, Kementerian Perdagangan akan memperketat pengawasan barang impor setelah melalui kawasan pabean," tegasnya.
Lebih lanjut ia mengatakan, Covid-19 telah mengakibatkan turunnya transaksi banyak pelaku usaha. Untuk itulah, pemerintah menyiapkan peraturan untuk menyetabilkan pengawasan Post Border.