SURABAYA, BANGSAONLINE.com – Ketua Bidang Dakwah dan Ukhuwah Majelis Ulama Indonesia (MUI) Dr. KH. Cholil Nafis menegaskan bahwa konotasi buzzer negatif. “Tapi jika buzzer itu menyebarkan kebaikan orang, mengampanyekan orang, itu masih positif,” kata Kiai Cholil Nafis kepada BANGSAONLINE.com, Kamis (11/2/2021).
Tapi, kata Kiai Cholil Nafis, ketika buzzer itu melawan, menghina bahkan merendahkan orang lain yang berbeda, maka itu negatif. Menurut Kiai Cholil, buzzer kadang menyebarkan sesuatu yang tidak nyata atau fitnah, memotong kata-kata orang yang tidak ia katakan lalu mengambil kata-kata yang salah (untuk disebarkan).
Baca Juga: MUI Sampang Dukung Polisi Kawal Pilkada Damai dan Kondusif
Kiai Cholil menjelaskan, buzzer kadang melakukan adu domba (namimah), fitnah, dan menyebar sesuatu yang nyata tapi berupa kejelekan orang lain (ghibah). Bahkan kadang melakukan fitnah dan sekaligus namimah.
“Saya tidak tahu definisi buzzer, tapi konotasi buzzer itu mirip dengan penyebar ghibah, fitnah, dan namimah (adu domba),” kata dosen ekonomi syariah Universitas Indonesia dan UIN Syarif Hidayatulallah Jakarta itu.
Menurut Kiai Cholil, buzzer yang melakukan fitnah, namimah, dan ghibah itu harus ditindak secara hukum untuk memberikan efek jera agar orang lain juga takut untuk melakukan seperti yang dilakukan buzzer itu.
Baca Juga: Selain Tinjau Gedung UPT RPH, Pj Wali Kota Kediri Serahkan Sertifikat Halal dan NKV RPH-R
Kiai Cholil juga mengatakan bahwa para buzzer itu (cari) makan dari menyakiti orang lain, mengambil untung dari kehidupan orang lain. Jadi, mereka tidak pernah berpikir tentang akibat dan kerusakan yang ditimbulkan di masyarakat.
“Oleh karena itu kadang-kadang ia (buzzer) tidak berpikir rusaknya, tapi tergantung pesananannya,” tegas Kiai Cholil. (mma)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News