Akhiri Dualisme, YMASA Pilih Uji Legalitas di Pengadilan

Akhiri Dualisme, YMASA Pilih Uji Legalitas di Pengadilan Ketua Pengawas Yayasan Masjid Agung Sunan Ampel (YMASA) Ahmad Hifni didampingi Kuasa Hukumnya, Hendra Gunawan, S.H., C.L.A., saat menggelar jumpa pers di Museum NU, Surabaya, Sabtu (27/2/2021). (foto: ist)

SURABAYA, BANGSAONLINE.com - Dualisme pengelola kompleks Masjid Agung Sunan Ampel antara Yayasan Masjid Agung Sunan Ampel (YMASA) dengan Yayasan Masjid Agung Sunan Ampel Soerabaja (YMASAS) akhirnya bermuara ke meja hijau. Langkah itu dilakukan oleh pihak pengurus YMASA demi mendapatkan kepastian hukum.

Hendra Gunawan, S.H., C.L.A., Kuasa Hukum YMASA mengatakan, langkah hukum ke PN Surabaya sebagai sarana yang tepat untuk menguji legalitas yayasan mana yang sah secara hukum sebagai pengelola kompleks Masjid Agung Sunan Ampel.

"Masing-masing yayasan punya bukti dan dokumen. Mari kita uji legalitasnya di pengadilan demi mendapat kepastian hukum," tutur Hendra saat diwawancarai via telepon, Minggu (28/2/2021).

BACA JUGA:

Hendra melanjutkan, gugatan sudah didaftarkan pada Rabu, 17 Februari 2021. Rencananya, sidang pertama perkara perdata itu akan berlangsung Kamis, 18 Maret 2021 di PN Surabaya. Menghadapi sidang tersebut, pihaknya telah menyiapkan legal opini setebal 800 halaman yang menjelaskan keabsahan yayasannya.

Legal opini ini disusun oleh para ahli secara objektif dan independen dengan mempertimbangkan data dan mendasarkan pada undang-undang yang ada. "Legal opini ini menjadi acuan kami sebagai penggugat. Sehingga, kami tidak keliru dalam melakukan gugatan," terangnya.

"Kami juga telah melakukan audit terhadap yayasan kami. Baik untuk legalitas akta kepengurusan maupun SK Kemenkumham, juga legal audit. Hasilnya, yayasan kami sah," kata advokat asal Jakarta itu.

Permohonan gugatan perdata ini menjadi babak lanjutan. Sebelumnya, konflik dualisme ini juga masuk di ranah pidana dengan laporan di Polda Jatim sejak 2020 lalu.

Berbeda dengan pemohon dalam perkara perdata, pihak pelapor dalam masalah pidana adalah "Yayasan Masjid Agung Sunan Ampel Soerabaja". Pihak "Yayasan Masjid Agung Sunan Ampel" dilaporkan atas pengguna lahan.

Perkara pidana ini tengah berjalan. "Sehingga, gugatan perdata ini sekaligus memberikan kepastian hukum terhadap perkara pidana yang sedang berjalan delapan bulan ini," katanya.

Dia menjelaskan, konflik ini pada umumnya tak mempengaruhi pelayanan kepada peziarah yang datang ke Makam Sunan Ampel maupun jemaah yang akan beribadah di Masjid Sunan Ampel.

"Semua pelayanan tetap berjalan. Namun karena tidak adanya keselarasan akibat dualisme, sedikit berefek pada pengembangan fasilitas, sarana, yang muaranya pada kenyamanan peziarah. Ini tidak bisa dicapai secara optimal," imbuhnya.

Padahal, Hendra melanjutkan, aset tersebut merupakan wakaf yang menjadi milik warga. Yayasan merupakan badan yang diamanatkan untuk mengelola kompleks yang terdiri dari Makam Sunan Ampel hingga masjid.

Sehingga, kemanfaatan yayasan bisa dirasakan, baik oleh masyarakat maupun para pengunjung. "Dengan diperolehnya kepastian hukum nantinya, kami ingin tercipta pengelolaan yang baik dan profesional. Sehingga, akan berdampak positif kepada masyarakat," terangnya.

"Kepada seluruh sesepuh yayasan, ulama orang tua kami, serta masyarakat, kami mohon doa restunya. Kami juga berharap kepada instansi pemerintah yang terkait dalam proses penyelesaian masalah kami, baik kepolisian maupun pengadilan, dapat melakukan tugas dengan baik dan amanah," pungkasnya. (mdr/zar)