JAKARTA, BANGSAONLINE.com - Seniman dan pelukis kawakan, Iwan Aswan mengatakan, semakin pemerintah bereaksi keras terhadap para seniman mural hingga menangkapnya, maka para seniman mural akan melakukan perlawanan. Karena mereka memiliki idealisme dalam dirinya.
"Bisa jadi mereka malah bangga kalau ditangkap karena merasa tujuannya berhasil dalam menyampaikan pesan lewat mural," kata Iwan Aswan dalam Gelora Talks bertajuk 'Mural yang Viral, Dihapus di Dinding Menjalar ke Medsos’ di Jakarta, Rabu (8/9/2021).
Baca Juga: Dihadiri Wawali Pasuruan, Lomba Mural jadi Rangkaian Road To Festival Bandeng Jelak
Iwan Aswan menyayangkan aksi penghapusan mural-mural yang berpotensi menghambat ekspresi para pembuatnya.
Ia menegaskan mural tidak perlu ditakuti karena menjadi salah satu bentuk karya seni, serta kebebasan berekspresi yang dituangkan dalam suatu media, namun tetap berada dalam koridor etika dan moral.
Ketua Umum Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia Anis Matta juga menilai di alam demokrasi, pemerintah tidak perlu paranoid terhadap maraknya mural yang bermunculan di berbagai daerah akhir-akhir ini.
Baca Juga: Festival Mural Batik Tuban Hadirkan Ratusan Seniman
Sebab, mural merupakan karya seni jalanan yang memiliki peradaban yang cukup lama, di samping memiliki energi kreativitas dan energi survival untuk bertahan hidup. Karena itu, pemerintah tidak perlu paranoid, apalagi merasa terganggu.
"Kalau lihat emosinya, yang menyertai komen publik, ada takut sedih dan senang seperti makanan Thailand, asam, pedas, manis. Jadinya rasanya nano-nano, campur-campur seperti warna-warni yang ada dalam mural itu. Karya seni itu seharusnya harus dihargai dan diapresiasi," kata Anis dalam siaran pers yang diterima BANGSAONLINE.com, Kamis (9/9/2021).
Dalam diskusi yang digelar virtual dihadiri oleh Budayawan Ridwan Saidi, Seniman dan Pelukis Kawakan Iwan Aswan, serta Founder Drone Emprit Ismail Fahmi itu, Anis Matta mengatakan, mural bersentuhan dengan realitas kehidupan dan bisa juga memberikan pesan atau energi positif buat pemerintah.
Baca Juga: Salurkan Aspirasi Pecinta Seni, Polda Jawa Timur Gelar Bhayangkara Mural Festival 2021
"Mural seharusnya bisa menjadi energi positif, sehingga pemerintah tidak perlu paranoid, justru kita harus mengarahkan dengan semangat mengakomodasi, energi kreatif dan survival ini. Mural akan memberikan energi positif, kalau dia diakomodasi secara baik," kata kader Muhammadiyah itu.
Anis Matta meminta pemerintah tidak terlalu reaktif dengan menghapus karya seni tersebut, yang berisi kritik sosial dari realitas kehidupan. Sebab semakin dihapus, malah mural-mural baru bisa bertambah banyak.
"Kalau pemerintah sensitif, justru akan bermunculan mural-mural lainnya. Bahkan akhir-akhir ini sudah mulai merambah di media sosial (medsos)," ungkapnya.
Baca Juga: Kapolres Blitar Kota Bantah Tangkap Pria Pembawa Poster Saat Kunjungan Jokowi: Hanya Mengamankan
Anis Matta meminta pemerintah tidak perlu sensitif dengan mural yang sudah berkembang dari dinding sampai ke media sosial seperti saat ini.
"Jadi mural harusnya dikembalikan ke karya seni yang seharusnya diapresiasi. Mural bisa dikembangkan menjadi produk seni dan masuk dalam program pengembangan ekonomi kreatif yang bisa mendatangkan wisatawan," katanya.
Selain itu, Anis Matta meminta masyarakat dalam menyampaikan ekspresi juga harus ada etika kesopanan, termasuk mengekspresikan dalam bentuk mural. Sebab kebanyakan mural yang selama ini dibuat terkesan kritik, terutama pada pemerintah atau penguasa.
Baca Juga: Mural di Dekat Lokasi Kedatangan Presiden Jokowi di Kota Blitar Mendadak Dihapus
"Mudah-mudahan saran kita didengar pemerintah, sehingga para seniman mural mendapatkan ruang besar dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga demokrasi kita punya makna lain, demokrasi yang punya art, demokrasi yang punya seni," pungkas Anis Matta.
Budayawan Ridwan Saidi juga menyampaikan sikap senada. Tokoh HMI itu mengatakan mural merupakan salah satu karya seni tertua yang sudah ada sejak ribuan tahun. Dia mencontohkan di sejumlah goa di Pulau Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan Nusa Tenggara ditemukan mural dalam bentuk tulisan dan gambar maupun grafis yang memberikan pesan di masa itu.
Bahkan mural-mural itu juga telah menggambarkan sistem kekuasaan atau pemerintahan di masanya. Dengan mural-mural itu para sejarawan bisa mendapatkan gambaran peradaban masa lalu.
Baca Juga: Pelukis di Kediri Dukung PPKM Lewat Mural: Kami Hampir Menyerah
Founder Drone Emprit Ismail Fahmi menambahkan, pemerintah harus bersikap lebih bijak, bukan menonjolkan emosinya dalam menyikapi maraknya mural bernada kritik terhadap kondisi sosial di masyarakat.
"Padahal mural sangat bermanfaat juga buat pemerintah, apabila disikapi secara lebih bijak. Kalau nggak ditangani dengan baik, jadinya nanti endemik seperti sekarang ada perlawanan. Nggak perlu dihapus, biarkan saja, nanti akan landai sendiri," kata Ismail Fahmi.
Menurut Fahmi, para pembuat mural, bukanlah seniman sembarangan, tetapi seniman kontemporer, yang bisa menggambar dan menggabungkan teknologi yang baru. Sehingga wajar apabila mural menjalar ke medsos seperti Twitter, karena mereka mengerti teknologi.
Baca Juga: Valentine, Banksy Bikin Mural Romantis
"Seniman mural, bukan seniman biasa, dia seniman yang mengerti teknologi. Mereka seniman kontemporer yang bisa menggambar dan menggabungkan teknologi. Menariknya seniman mural ini, gabungan seniman dan anak milenial," ujarnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News