Sandiaga Uno, Kiai As’ad Ali, Romo Beny, Kiai Cholil Nafis Testimoni Perjuangan Kiai Asep

Sandiaga Uno, Kiai As’ad Ali, Romo Beny, Kiai Cholil Nafis Testimoni Perjuangan Kiai Asep Prof Dr KH Asep Saifuddin Chalim, MA dan para pembicara serta penulis buku “Inspirasi dan Pejuangan Kiai Asep Saifuddin Chalim Membangun Manusia Indonesia” karya Muhammad Ismail Adnan. Foto: MMA/ bangsaonline.com

JAKARTA, BANGSAONLINE.com - Sejarah sukses Prof Dr , MA dibedah lewat buku berjudul “Inspirasi dan Pejuangan Kiai Asep Saifuddin Chalim Membangun Manusia Indonesia”, karya Muhammad Ismail Adnan. Sebanyak tujuh tokoh dari berbagai latar belakang memberikan testimoni terhadap pengabdian dan perjuangan sukses Kiai Asep yang dikenal sebagai pendiri sekaligus pengasuh Pondok Pesantren Amanatul Ummah Surabaya dan Pacet Mojokerto Jawa Tmur itu.

Para tokoh itu adalah Sandiaga Uno (Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menprarekraf), Dr KH As’ad Said Ali (Mantan Waka BIN dan Wakil Ketua Umum PBNU), Dr KH Cholil Nafis (Ketua MUI Pusat), Romo Antonius Beny Susetyo (pendeta), KH Mujib Qolyubi (Wakil Katib Syuriah PBNU), KH Mun’im DZ (Wakil Sekjen PBNU) dan M Mas’ud Adnan (CEO HARIAN BANGSA dan BANGSAONLINE.com).

Baca Juga: Ribuan Warga Padati Mubarok Bersholawat, Paslon 2 Optimis Menang di Ngoro, Mojokerto

Acara bedah buku itu digelar di Ballroom Hotel Sari Pasific Jakarta, Rabu (20/10/2021).

Sandiaga Uno mengaku sangat terkesan dengan prestasi dan kerja keras serta perjuangan Kiai Asep, terutama dalam pengembangan pendidikan. Menurut dia, Kiai Asep sangat mandiri dan menjadi super inspirasi.

“Saya sangat terkesan dengan usaha beliau. Pantang menyerah, mandiri, dan super inspirasi,” tegas Menparekraf Sandiaga Uno dalam testimoninya.

Baca Juga: Mubarok Gembleng 6.472 Calon Saksi untuk Gus Barra-Rizal dan Khofifah-Emil di Mojokerto

Ia mengucapkan selamat atas bedah buku itu. Ia mengaku sangat mengapresiasi acara bedah buku tersebut. Menurut dia, acara itu bisa menjadi bagian dari upaya untuk meningkatkan kecintaan terhadap buku. Terutama di tengah kondisi penuh hoax dan disinformasi seperti sekarang.

Penilaian senada disampaikan Kiai As’ad Said Ali. Menurut dia, Kiai Asep sukses sebagai ulul albab. Intelektual. Dengan kemampuan ilmunya, kata Kiai As'ad, Kiai Asep telah mengubah lingkungannya menjadi lebih baik.

Baca Juga: Doa Bersama Kapolri dan Panglima TNI, Kiai Asep Duduk Satu Meja dengan Kapolda dan Pangdam V Jatim

“Lewat ketekunan, kejujuran, dan pantang menyerah,” kata Kiai As’ad Ali yang dikenal sebagai kerabat dekat KH Ahmad Sahal Mahfud, Rais Am Syuriah PBNU dua periode.

Kiai As’ad memberi contoh konkret soal laundry pakaian santri. Menurut dia, pencucian pakaian 13.000 santri Kiai Asep diserahkan kepada masyarakat di sekitar pondok pesantren Amanatul Ummah. Otomatis warga masyarakat di sekitar pondok pesantren mendapat barakah. Yaitu penghasilan pasti setiap bulan sehingga meningkatkan taraf ekonominya secara drastis.

“Cuci pakaian para santri itu diserahkan kepada 64 RW sehingga menghidupi masyarakat sekitarnya. Kiai Asep telah mengubah kehidupan masyarakat sekitarnya,” tegas Kiai As’ad Ali, alumnus UGM yang kini sedang menulis buku tentang Intelijen Santri.

Baca Juga: Kampanye Akbar, Tak Banyak Pidato, Khofifah dan Gus Barra Sibuk Bagi Souvenir & Borong Kue Pengasong

Belum lagi usaha-usaha lain yang juga melibatkan masyarakat di sekitar pondok pesantren yang diasuh Kiai Asep. Antara lain, produksi air mineral, pabrik tempe, penggemukan sapi, pertanian, SPBE yang semuanya melibatkan warga sekitar pondok pesantren yang diasuhnya.

Kiai Muhammad Cholil Nafis juga mengaku sangat terkesan dan mengagumi Kiai Asep. Menurut Ketua MUI Pusat itu, Kiai Asep dalam mengelola lembaga pendidikan mampu meyatukan otak dan qalbu. Kiai Asep bisa mendidik para santrinya tidak hanya pintar ilmu agama, tapi juga ilmu umum.

“Saya sangat kagum dengan pesantren Amanatul Ummah,” kata Kiai Cholil Nafis yang juga pengasuh Pondok Pesantren Cendekia Amanah di Depok Jawa Barat.

Baca Juga: Lautan Manusia Padati Kampanye Akbar Paslon 02 Khofifah-Emil dan Gus Barra-Rizal di Mojokerto

Selain itu, kata Kiai Cholil Nafis, lulusan Amanatul Ummah mampu menembus semua perguruan tinggi bergensi seperti UI, UGM, ITB, Unair, Undip, UIN, Unesa, IPB, dan perguruan tinggi negeri lainnya.

“Bahkan juga perguruan tinggi luar negeri negeri,” kata Kiai Cholil Nafis yang juga dosen UI dan UIN Syarif Hidayatullah serta Pondok Pesantren Al-Hikam Depok Jawa Bara itu.

Pendeta Romo Antonius Beny Susetyo juga sangat mengapresiasi prestasi Kiai Asep. Menurut dia, seandainya di Indonesia ada lebih banyak lagi tokoh seperti Kiai Asep pasti Indonesia akan jauh lebih baik.

Baca Juga: Kedatangan Kiai Asep dan Tim Mubarok di Pasar Bangsal Disambut Antusias Pedagang dan Warga

Menurut Romo Beny, Kiai Asep adalah contoh ulama sekaligus intelektual organik. “Kiai Asep adalah sang pemberi, bukan sang penerima,” tegas Romo Beny yang kini menjabat sebagai Staf Khusus Ketua Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP).

“Sang pemberi tak pernah mengeluh, tapi selalu mengabdi kepada masyarakat. Memajukan peradaban. Kita bersyukur memiliki Kiai Asep sehingga membuat agama fungsional. Bisa memberikan kesejahteraan kepada masyarakat,” tegas Romo Benny.

Menurut dia, kalau bangsa Indonesia ingin maju, maka harus memajukan pendidikan. Pendidikan seperti apa? “Yaitu pendidikan yang tidak tercerabut dari akarnya,” katanya. Dan itulah yang telah dilakukan Kiai Asep.

Baca Juga: Di Depan Pergunu Jatim, Kiai Asep Sebut Khofifah Cagub Paling Loman alias Dermawan

Kiai Mun’im DZ juga mengapresiasi Kiai Asep. Namun Kiai Mun’im lebih banyak menyoroti soal kiprah KH Abdul Chalim, abah Kiai Asep. Menurut dia, Kiai Abdul Chalim adalah kurir surat yang sangat berperan penting dalam pendirian Nahdlatul Ulama (NU). Terutama saat mengundang para kiai atau ulama atas restu Hadratussyaikh KHM Hasyim Asy’ari untuk mendirikan NU.

Saat itu, menurut Kiai Mun’im, selain belum ada teknologi modern seperti sekarang juga transportasi sangat terbatas. Sehingga kurir surat pada saat itu umumnya harus bertemu dengan kiai yang dituju saat menyampaikan surat. Jadi tugasnya sangat berat.

Namun Kiai Abdul Chalim, tutur Kiai Mun’im, sudah mendapat ijazah khusus dari Hadratussyaikh sehingga jarak tempuh jauh bisa menjadi dekat. Yang seharusnya ditempuh puluhan jam bisa hanya satu jam. Dan itu sudah biasa dalam dunia kiai tempo dulu.

Baca Juga: Kiai Asep Tebar Keberkahan, Borong Dagangan di Pasar Dinoyo sampai Warga Mantap Pilih Mubarok

“Kiai Abdul Chalim dapat karomah khusus dari Kiai Hasyim Asy’ari,” tegas Kiai Mun’im DZ.

Nah, karomah khusus itulah yang kemudian mengalir kepada putranya, yaitu Kiai Asep. Maka ketika Kiai Abdul Wahab Hasbullah mengatakan dalam rapat para kiai bahwa dari semua pendiri NU hanya Kiai Abdul Chalim yang belum punya pondok pesantren, ulama kelahiran Leuwimunding yang terkenal mukhlis itu spontan menjawab bahwa nanti anak saya yang akan punya pondok pesantren besar.

Kini pernyataan Kiai Abdul Chalim itu terbukti. Kiai Asep memiliki pondok pesantren besar dengan jumlah santri sangat besar. Bahkan lulusannya diterima di berbagai perguruan tinggi di banyak negara, di samping juga dalam negeri.

Menurut Kiai Mun’im, salah satu ciri utama santri Kiai Hasyim Asy’ari adalah mencintai NU dan tanah airnya. “Para santri Kiai Hasyim Asy’ari sangat mencintai negaranya. Tak pernah mengkhianati negaranya,” kata Wakil Sekjen PBNU itu.

Kenapa? Karena Kiai Hasyim Asy’ari dan kiai-kiai NU terlibat aktif dalam merumuskan Pancasila. Menurut dia, Pancasila justru dirumuskan dari nilai-nilai agama yang sudah disepakati oleh para pendiri negara Indonesia. “Pancasila bagian dari agama itu sendiri,” katanya.

Karena itu wajar jika Kiai Asep, selain sangat mencintai NU juga selalu berpikir tentang kemajuan Indonesia.

M Mas’ud Adnan yang mengaku banyak mengikuti aktivitas Kiai Asep mengutip pepatah bahwa buah jatuh tak jauh dari pohonnya.

“Saya sebagai wartawan selama ini banyak sekali menulis tentang Kiai Asep. Ketika saya tahu bahwa Kiai Asep putra pendiri NU, KH Abdul Chalim, saya menelusuri siapa Kiai Abdul Chalim. Kebetulan Kiai Abdul Chalim pernah tinggal di dekat rumah saya di Kedung Sroko Surabaya. Rumah saya persis di belakang Fakultas Kedokteran Unair Surabaya,“ kata Mas’ud Adnan, CEO HARIAN BANGSA dan BANGSAONLINE.com.

Mas’ud Adnan mengaku sempat mendatangi kiai sepuh di lingkungan Kedung Sroko Tambaksari Surabaya. Kiai itu bernama Kiai Nur. Ternyata kiai itu sangat kenal Kiai Abdul Chalim karena rumahnya hanya berjarak gang.

Yang menakjubkan, menurut Mas’ud Adnan, Kiai Abdul Chalim, meski dikenal sebagai pendiri NU, bahkan tokoh dan kiai besar, tapi kehidupan sehari-harinya sangat sederhana.

“Maaf, saat berada di Kedung Sroko beliau lebih banyak “menyamar” sebagai penjual sarung. Dengan profesi sebagai penjual sarung Kiai Abdul Chalim bisa mendatangi rumah-rumah penduduk menawarkan sarung. Tapi sarung itu hanya sebagai alasan untuk bertamu. Setelah itu Kiai Abdul Chalim justru banyak ngobrol soal agama. Jadi Kiai Abdul Chalim itu seorang pendakwah yang mukhlis yang keluar masuk dari rumah ke rumah untuk mengajarkan agama,” kata Mas’ud Adnan mengutip penuturan Kiai Nur di Kedung Sroko Surabaya.

Karena itu, kata Mas’ud Adnan, jika Kiai Asep kini dikenal luas sebagai kiai kaya raya tapi dermawan bisa jadi tak lepas dari jiwa abahnya, Kiai Abdul Chalim. Menurut Mas’ud Adnan, Kiai Abdul Chalim sangat punya jiwa sosial tinggi, di samping sangat telaten mengajarkan agama kepada masyarakat.

“Karena itu setiap saya menulis berita tentang Kiai Asep saya selalu menarasikan bahwa Kiai Asep adalah kiai miliarder tapi dermawan,” kata Mas’ud Adnan.

Mas’ud Adnan juga membenarkan pernyataan Kiai Mun’im bahwa ciri utama santri Hadratussyaikh mencitai NU dan tanah airnya. “Saya juga alumni Pesantren Tebuireng. Karena itu koran saya, saya beri nama HARIAN BANGSA dan BANGSAONLINE.com,” kata Mas’ud Adnan sembari tertawa.

Mas’ud Adnan juga mengajak para peserta bedah buku untuk melihat Kiai Asep dari sisi perjuangannya saat remaja. Menurut Mas’ud Adnan, kehidupan Kiai Asep saat remaja sangat pahit, terutama ketika ditinggal wafat abahnya, Kiai Abdul Chalim, saat kelas II SMA.

“Kiai Asep pernah bercerita kepada saya bahwa seminggu sebelum abahnya wafat, Kiai Abdul Chalim nyambangi Kiai Asep ke Buduran Sidoarjo. Dan ketika Kiai Abdul Chalim pamit meninggalkan Kiai Asep, beliau terus melihat Kiai Asep,” tutur Mas’ud Adnan. Tak lama kemudian Kiai Abdul Chalim wafat.

Sedihnya, bukan saja Kiai Asep kehilangan sosok abah yang menjadi panutan yang selalu diharapkan doa-doanya, tapi juga harus keluar dari sekolah SMA karena tak ada yang membiayai sekolahnya.

Namun Kiai Asep tak pernah putus asa. Menurut Mas’ud Adnan, semangat Kiai Asep untuk menuntut ilmu terus membara. “Bahkan untuk bisa mendaftar kuliah beliau sempat mau berjualan rokok asongan di Terminal Wonokromo (Joyoboyo) Surabaya. Namun beliau urungkan, tak jadi, karena takut ketauan teman-temannya sesama SMA. Kiai Asep pilih jadi kuli bangunan untuk mengumpulkan uang buat biaya pendaftaran kuliah,” kata Mas’ud Adnan sembari mengatakan bahwa Kiai Asep saat sekolah berjalan kaki hingga lima kilometer jauhnya.

Menurut Mas’ud Adnan, banyak sekali kisah-kisah sedih tapi penuh inspirasi dari perjalanan hidup Kiai Asep yang bisa diteladani. “Kalau ingin tahu lebih banyak tentang beliau, silakan bapak-ibu dan para kiai klik di google kata kunci Kiai Asep, maka pasti muncul tentang Kiai Asep yang dimuat bangsaonline.com,” kata Mas’ud Adnan sembari berharap generasi muda ke depan bisa mengakses tulisan-tulisannya tentang kisah sukses Kiai Asep yang penuh inspirasi terutama karena melalui jalan berliku.

Kiai Mujib Qolyubi yang tampil kali terakhir menceritakan bahwa Kiai Asep telah banyak membuka cakrawala warga NU dan pesantren. Menurut dia, jika selama ini warga NU lebih banyak berkutat pada masalah agama sehingga pendidikannya pun banyak di jurusan agama, kini justru merambah semua ilmu, termasuk ilmu umum.

“Selama ini kan hanya sarjana alam ghaib (SAg). Sehingga hanya berebut kepala kemenag atau rektor UIN,” kata Kiai Mujib Qolyubi yang Wakil Katib Syuriah PBNU. Tapi kini Kiai Asep telah mengubah paradigm itu menjadi lebih luas sehingga santri dan warga NU bisa merambah semua sektor, tidak hanya agama.

Menurut Kiai Mujib Qolyubi, Kiai Asep adalah sosok kiai dermawan, santun, tawaddlu, dan mandiri. “Itu laqob yang saya berikan,” kata Kiai Mujib Qolyubi sembari memuji akhlak Kiai Asep yang luar biasa tinggi.

Kiai Mujib Qolyubi semakin terkesan dengan Kiai Asep terutama karena cara berpikirnya sangat modern tapi tetap mengamalkan amalan-amalan NU. Ia mengaku tak pernah bisa melupakan ketika Kiai Asep memberikan ijazah Hizib Nashar, Bahar dan Nawawi.

Kiai Asep yang tampil sebagai pamungkas mengucapkan terimakasih kepada semua pembicara. Ketua Umum Persatuan Pengurus Pusat Guru Nahdlatul Ulama (Pergunu) itu membenarkan semua apa yang disampaikan para tokoh yang memberikan testimoni.

Menurut Kiai Asep, ketika ditinggal wafat abahnya, Kiai Abdul Chalim, ia mengakui betapa getir hidupnya ketika remaja. Bahkan untuk makan saja ia tak punya. Tapi ia tak putus asa. “Kalau pukul 12 malam saya pergi ke dapur santri. Saya cari kendil yang tengkurap yang masih ada sisa nasinya. Kalau kendil itu tengkurap berarti sudah tidak dibutuhkan oleh pemiliknya. Tapi kalau kendil itu dicantolkan berarti kendil itu masih dibutuhkan oleh pemiliknya,” kata Kiai Asep.

Sisa nasi di kendil itu kemudian diberi air. Nasi itu langsung mengelupas dan bisa dimakan. Begitu juga airnya. Warna airnya mirip teh. Bisa diminum.

Kiai Asep juga bercerita saat mengembara mencari tempat untuk sekedar dapat makan dan bisa tetap menalaah kitab. “Saya membawa tas yang beratnya sekitar 30 sampai 40 kilo. Isinya kitab-kitab, kamus Bahasa Arab dan Bahasa Inggris. Selebihnya tiga setel baju. Baju saya memang tak lebih dari tiga setel,” katanya.

Dalam perjalanan itulah ia melihat banyak pabrik yang ternyata pemiliknya adalah orang asing. Ia berpikir. “Para kiai berjuang untuk merdeka. Tapi setelah merdeka ternyata orang lain yang mengisi. Seharunya yang mengisi kemerdekaan itu kan para santri,” kata Kiai Asep.

Rasa nasionalisme Kiai Asep tersinggung. Karena itu Kiai Asep lalu punya cita-cita besar yaitu untuk mewujudkan cita-cita luhur kemerdekaan: menjadikan Indonesia maju, adil, makmur, dan sejahtera. Dan itu hanya bisa terwujud, kata Kiai Asep,  jika para santri yang memegang kendali kekuaasaan.

“Kehidupan adalah pertarungan idealisme,” itulah narasi yang sering dikumandangkan Kiai Asep. (mma) 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Lihat juga video 'Sedekah dan Zakat Rp 8 M, Kiai Asep Tak Punya Uang, Jika Tak Gemar Bersedekah':


Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO