SIDOARJO, BANGSAONLINE.com - Mengapa penyakit Pneumonia (radang paru) akibat infeksi bakteri Pneumokokus menjadi pemicu kematian bayi tertinggi? Itu karena bila dibiarkan, bakteri Pneumokokus bisa menyebar dan memicu beragam komplikasi pada bagian kepala bayi.
Demikian dijelaskan oleh Dr dr Julitasari Sundoro MSi-PH, Sekretaris Eksekutif Indonesian Technical Advisory Group on Immunization (ITAGI), Senin (15/11/2021).
Baca Juga: Puluhan Besi Penutup Selokan Trotoar di Frontage Juanda Sidoarjo Hilang
Dalam kesempatan talkshow di sebuah radio, dr Julita menjelaskan, bila Pneumokokus lari ke otak, menyebabkan meningitis (infeksi selaput otak dan sumsum tulang belakang).
Apabila bakteri masuk aliran darah menyebabkan bakteriemia (infeksi aliran darah). Lalu bakteri Pneumokokus bisa lari ke telinga menyebabkan otitis media (radang telinga tengah).
"Selain menyebabkan sesak (pneumonia), bisa menyebabkan komplikasi sinusitis, conjungtivitis (radang pada mata), meningitis, otitis media, terutama pada balita dan lansia," ungkap dr Julita.
Baca Juga: NasDem Sidoarjo Salurkan 4.369 Beasiswa PIP Jalur Aspirasi
Ia menjelaskan, pneumonia dapat diikuti dengan komplikasi bakteriemia atau empyema. Bisa muncul nanah pada ruang antara paru dan selaput paru. "Ini yang mengakibatkan bayi atau balita sesak," ungkapnya.
Bagi bayi penderita meningitis yang sembuh, seringkali akan mengalami gejala sisa. Bisa berupa ketulian, retardasi mental, gangguan motorik dan epilepsi.
Pemerhati vaksin itu menjelaskan, sebenarnya bakteri Pneumokokus telah ada di saluran napas bagian atas pada anak sehat. Namun bakteri dapat menjadi jahat ketika daya tahan tubuh anak menurun, dan bakteri menjadi koloni yang besar.
Baca Juga: Predator Anak Ditangkap di Sidoarjo
"Faktor risiko untuk kolonisasi bakteri adalah, bayi yang tidak mendapat ASI, gizi buruk, infeksi virus pada saluran napas atas, perokok pasif, sirkulasi ruangan kurang baik, atau bayi yang dititipkan di lokasi penitipan anak," tutur dr Julita.
Di dunia, lanjut dr Julita, 10 persen dari 12 juta kematian balita setiap tahun, diperkirakan disebabkan karena infeksi Pneumokokus.
"Dilaporkan bahwa laju pembawa kuman di nasofaring (saluran pernafasan) pada anak sehat 20-50 persen dan 25-75 persen bayi membawa kuman Pneumokokus setiap saat," katanya.
Baca Juga: Penasihat Hukum Terdakwa Kasus Pemotongan Insentif ASN BPPD Sidoarjo Minta APH Proses Pihak Terkait
Untuk pencegahannya, dr Julita menegaskan langkah yang paling efisien biaya adalah dengan cara imunisasi PCV (Pneumokokus Konjugasi Vaksin).
Upaya lain melalui perilaku hidup bersih dan sehat. Misalnya mencegah kepadatan hunian dan polusi di dalam rumah. Juga mengurangi terpapar asap rokok (perokok pasif), mengkonsumsi makanan bergizi dan promosi ASI eksklusif bagi bayi hingga usia 6 bulan.
Imunisasi PCV, lanjut dr Julita, sudah lama ada di rumah sakit dan harus membayar dengan biaya sekitar Rp 1 juta sekali suntik.
Baca Juga: Begini Pembelaan Gus Muhdlor dalam Sidang Korupsi Insentif ASN BPPD Sidoarjo
Namun, pemerintah tengah menyiapkan imunisasi PCV untuk seluruh wilayah Indonesia, dimulai di delapan kota/kabupaten di Jawa Timur dan enam kota/kab di Jawa Barat.
"Rencananya pada 2022 dijadikan imunisasi wajib untuk seluruh wilayah Indonesia," kata dr Julita.
dr Muhammad Athoillah MM, selaku Kabid P2P Dinas Kesehatan Kabupaten Sidoarjo mengakui, dalam masa pandemi lalu, pelaksanaan imunisasi PCV terhambat. "Tidak hanya PCV, imunisasi rutin lainnya juga menurun di masa pandemi ini," ungkap dr Athoillah.
Baca Juga: Konvoi Diduga Pesilat Resahkan Kota Delta, Seorang Pemuda Jadi Korban
Menurut dr Athoillah, Kabupaten Sidoarjo termasuk satu dari 8 daerah di Jawa Timur yang menerima program pengenalan imunisasi PCV secara gratis. Tujuh kab/kota lainnya adalah Kabupaten Gresik, Kabupaten Sidoarjo, Kabupaten Malang, Kabupaten Ponorogo, Kabupaten Jember, Kota Kediri, Kabupaten Kediri dan Kota Malang.
Sasarannya adalah bayi yang lahir mulai April 2021. Bayi-bayi itu akan mendapatkan tiga kali suntikan, di usia 2,3, dan 12 bulan.
Hasil pendataan Dinkes Sidoarjo ada sekitar 17.716 bayi sasaran. Namun hingga September 2021, realisasi pemberian PCV 1 sejumlah 5.066 anak atau 28,6 persen. "Karena ada PPKM dan pendemi, realisasi imunisasi PCV sedikit terhambat dalam praktiknya," kata dr Athoillah.
Baca Juga: Persiapan Apoteker Hadapi Tantangan dan Peluang Obat Digital di Era Globalisasi
Imunisasi PCV, lanjut dr Athoillah, sangat penting, di samping imunisasi lainnya. Layanan imunisasi PCV bisa didapatkan di puskesmas, posyandu, rumah sakit daerah (RSD) dan fasyankes lainnya.
Pemberiannya berbarengan dengan imuniasi lainnya, misalnya DPT. Untuk itu, sebaiknya ibu-ibu tidak lintas puskesmas karena datanya tercatat di puskesmas terdekat.
"Syaratnya mudah saja, bawa buku imunisasi, datang ke puskesmas terdekat, nanti ada penjelasan dan jadwal. Biaya imunisasi gratis," katanya.
Baca Juga: JPU KPK Kabulkan Pembukaan Rekening Gus Muhdlor
Meski pandemi Covid, lanjut dr Athoillah, jangan lupa pentingnya imunisasi dasar dan imunisasi PCV. "Harap ke lokasi pemberian imunisasi PCV di puskesmas-puskesmas, agar anak-anak terhindar dari pneumonia," ajak dr Athoillah. (cat/ian)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News