Kotak Kosong dan Calon Tunggal, Pengamat Politik Unair: Tak Berkaitan dengan Krisis Demokrasi | BANGSAONLINE.com - Berita Terkini - Cepat, Lugas dan Akurat

Calon Tunggal di Pilkada 2024, Pengamat Politik Unair: Tak Berkaitan dengan Krisis Demokrasi

Editor: Novandryo
Rabu, 11 September 2024 09:57 WIB

Pilkada Serentak 2024

SURABAYA, BANGSAONLINE.com - Fenomena calon tunggal dan kotak kosong menjadi sorotan lantaran marak jelang .

Muncul kekhawatiran publik jika fenomena ini berdampak pada partisipasi pemilih dan kualitas demokrasi.

Pengamat politik Universitas Airlangga, Hari Fitrianto SIP MIP, fenomena kotak kosong bukanlah indikasi dari krisis demokrasi.

Melainkan lebih kepada masalah teknis terkait penjadwalan pemilu yang kurang ideal.

"Fenomena kotak kosong itu sama sekali tidak ada kaitannya dengan krisis demokrasi. Namun, hanya soal pengaturan jadwal antara pemilu nasional dengan pilkada yang terlalu dekat,” kata Hari, Selasa (10/9/2024).

Hari menyebut, pentingnya prinsip timely manner dalam penyelenggaraan pemilu. 

Pemilu harus dirancang untuk memungkinkan partisipasi maksimal dari masyarakat.

Namun disayangkan, ambisi untuk melaksanakan pilkada serentak di tahun ini belum diiringi dengan pertimbangan waktu yang matang.

“Dengan menyerentakkan antara pemilu nasional dengan pilkada, partai politik dan calon-calon pemimpin di daerah tidak punya cukup waktu untuk melakukan konsolidasi,” sambungnya.

Asumsi berkembang. Masyarakat menganggap calon tunggal berpotensi menang melawan kotak kosong.

“Hanya ada satu kandidat yang bekerja keras menghadirkan pemilih ke . Sementara itu, kotak kosong tidak memiliki tim sukses, sehingga membuat orang menjadi enggan atau malas datang ke ,” ujarnya.

Bila kotak kosong menang akan memiliki dampak sosial-poilitik bagi masyarakat setempat.

Pasalnya, kepemimpinan akan diisi pejabat sementara. Ditunjuk langsung oleh pemerintah pusat.

Kotak kosong, lanjut Hari, tidak bisa dimaknai sebagai bentuk protes politik dari masyarakat.

“Pembuat undang-undang mengasumsikan bahwa semakin serentak pemilu dilakukan, semakin baik. Namun, yang sebenarnya diperlukan adalah pemisahan antara pemilu nasional dan pemilu daerah,” bebernya.

"Jadwal Pemilu nasional dan pemilu daerah sebaiknya tidak dilakukan bersamaan. Jika pemilu nasional, misalnya, dilakukan di tahun 2024, maka pemilu daerah idealnya dilaksanakan dua tahun setelahnya," cetusnya. (van)

 

Berita Terkait

Bangsaonline Video