​UKT Naik, Apa Kabar Visi Indonesia Emas 2045

​UKT Naik, Apa Kabar Visi Indonesia Emas 2045 Mahasiswi Fakultas Keperawatan Unair, Aulia Fitri Salsabila.

“Dari sisi yang lain kita bisa melihat bahwa pendidikan tinggi ini adalah tertiary education. Jadi bukan wajib belajar. Artinya tidak seluruhnya lulusan SLTA, SMK, itu wajib masuk perguruan tinggi. Ini sifatnya adalah pilihan.” kata Tjitjik dalam Taklimat Media tentang Penetapan Tarif di Lingkungan Perguruan Tinggi Negeri di Kantor Kemendikbudristek, Jakarta. Rabu (15/5/2024).

Pernyataan ini menimbulkan banyak kontra dan seakan mengabaikan peran pendidikan tinggi dalam membentuk sumber daya manusia yang berkualitas. Kebijakan terkait kenaikan yang terjadi di beberapa perguruan tinggi di Indonesia serta penyataan dari perwakilan Kemendikbud akan mempengaruhi gagasan Indonesia emas 2045. Dimana gagasan Indonesia emas yang dicangangkan 2045 akan menghadapi tantangan signifikan karena kenaikan biaya Pendidikan.

Bagaimana kita bisa berharap untuk mencetak SDM unggul jika akses pendidikan tinggi semakin sulit dijangkau oleh banyak pihak? Padahal setiap institusi ternama yang membuka lowongan pekerjaan senantiasa menetapkan kriteria SDM unggul dengan minimal pendidikan D4/S1.

Pernyataan Tjitjik bahwa lulusan SMA/SMK tidak wajib melanjutkan ke perguruan tinggi memang benar adanya. Pada dasarnya, lulusan SMA/SMK dapat langsung memasuki dunia kerja di berbagai institusi dengan memenuhi persyaratan tertentu, meskipun pilihan bidang dan jabatan yang tersedia masih terbatas. Dalam bidang kesehatan misalnya, lulusan SMA/SMK cenderung menempati posisi sebagai asisten tenaga kesehatan, bukan sebagai tenaga kesehatan.

Namun, jika biaya pendidikan tinggi () meningkat, tentu dapat menghalangi lulusan dari kalangan ekonomi rendah maupun ekonomi menengah untuk melanjutkan pendidikan mereka ke jenjang yang lebih tinggi. Akibatnya, jumlah tenaga kesehatan akan semakin menurun.

Apakah selanjutnya asisten tenaga kesehatan harus berperan sebagai tenaga kesehatan? padahal kompetisi yang dimiliki masih sangat minim. Penurunan jumlah tenaga kesehatan akan menimbulkan masalah dalam penanganan kesehatan karena rasio antara tenaga kesehatan dan pasien yang tidak seimbang sehingga masalah kesehatan yang terjadi nantinya tidak dapat teratasi dengan baik. (*)

Penulis adalah Mahasiswi Fakultas Keperawatan yang saat ini menempuh semester ke-2

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO