Ia lalu menceritakan kisah dua Ulama Khos NU yakni KH As'ad Syamsul Arifin (Situbondo) dan KH Mahrus Aly (Lirboyo, Kediri).
"Saat Kiai As'ad ditawari menjadi Rais Am PBNU oleh kiai-kiai pada waktu itu, beliau menolak keras bahkan mengatakan 'Jangankan kalian, andaipun Malaikat Jibril turun menyuruh saya jadi Rais Am, saya tolak'," jelas Gus Fahmi mengutip kata-kata Kiai As'ad.
Kemudian Kiai As'ad mengarahkan kiai-kiai tersebut sowan sembari menawarkan jabatan tersebut kepada KH Mahrus Aly. Sontak Kiai Mahrus juga menolak tawaran tersebut dengan menyatakan "Jangankan kalian, Malaikat Izro'il pun menyuruh saya menjabat Rais Am, pasti saya tolak," jelas Kiai Mahrus ditirukan Gus Fahmi.
Jadi menurut Gus Fahmi, tradisi ulama-ulama terdahulu, khususnya ulama para pendiri NU, tidak memperebutkan jabatan pimpinan PBNU, apalagi dideklarasikan seperti para tokoh politik praktis.
Maka dari itu, Gus Fahmi berharap kesucian organisasi NU tetap dijaga agar tidak sampai ditumpangi oleh kepentingan golongan atau kelompok, apalagi ditarik ke ranah politik praktis.
"Ayolah NU itu dijaga, jangan disamakan dengan pilpres, pemilu, dan politik praktis lainnya. Bukan tempatnya kalau NU dibuat ajang demikian, menentukan siapa yang bakal diusung menjadi pimpinan NU itu di muktamar, bukan sekarang," pungkas Gus Fahmi yang juga Pengasuh Ponpes Tebuireng Putri itu.(afa/rev)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News