Soal Terbitnya SE Menag, Ketua DMI Jatim: Jangan Lupa Sosialisasi dan Pertimbangkan Kearifan Lokal

Soal Terbitnya SE Menag, Ketua DMI Jatim: Jangan Lupa Sosialisasi dan Pertimbangkan Kearifan Lokal Ketua DMI Jatim Drs KH Muhammad Roziqi saat berada di ruang kerjanya. foto: YUDI A/BANGSAONLINE

SURABAYA, BANGSAONLINE.com - Terbitnya SE Menteri Agama No. 05 Tahun 2022 tentang Pedoman Penggunaan Pengeras Suara di Masjid dan Musala yang telah diteken oleh Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas pada 18 Februari 2022 lalu, belakangan ini menjadi sorotan.

Ketua Dewan Masjid Indonesia (DMI) Provinsi Jawa Timur (Jatim) Drs KH Muhammad Roziqi mengatakan bahwa sebenarnya tujuan dari SE tersebut sangat baik. Yakni, dari melihat sisi kerukunan antarumat beragama.

Baca Juga: 179 Penyuluh Agama Islam di Lamongan Ikuti CAT

"Supaya masyarakat non muslim tidak terganggu, karena tidak terlalu panjang suara di masjid, suara luar. Kalau sekarang ini, kita juga sering menjumpai sebelum azan Subuh itu ada waktu 30 menit pembacaan Qur'an dan (Selawat) Tarhim. Belum lagi sebelum Zhuhur, Ashar, Maghrib, hingga Isya," kata Kiai Roziqi, sapaan KH Muhammad Roziqi di ruang kerjanya, Jumat (25/2/22)

Roziqi menjelaskan bahwa yang terpenting dari diterbitkannya SE Menag tersebut adalah sosialisasi yang menyeluruh dari " rel="tag">Ke itu sendiri. Karena menurutnya, selama ini masyarakat di Jawa Timur sudah terbiasa dengan hal-hal tersebut.

"Menurut saya, di Jawa Timur ini kan sudah biasa dan tidak pernah bermasalah. Jadi, 30 menit sebelum Salat Subuh ada Qiroah dan Tarhim menggunakan pengeras suara, saat wiridan juga menggunakan pengeras suara. Ditambah lagi ada pengajian sehabis Salat Subuh juga diperdengarkan ke luar masjid," jelasnya.

Baca Juga: Bakal Gelar Kongres Ke-18, Khofifah Bersama PP Muslimat NU Silaturahmi dengan Menag RI Nasaruddin

"Melihat kebiasaan masyarakat di Jatim yang sudah terbiasa dengan hal tersebut, tiba-tiba langsung hanya diberi waktu 10 menit sebelum azan, kemudian sholat, wiridan, dan pengajian gak boleh suara luar, harus suara dalam (masjid), kira-kira bagaimana jadinya," sambungnya.

Roziqi juga mengingatkan untuk mempertimbangkan adanya kearifan lokal masing-masing masyarakat dalam penerapan SE tersebut. Ia berpesan untuk tidak terlalu memaksakan, takutnya malah menjadi timbul suatu masalah.

"Kalau memang di masyarakat SE tersebut tidak bisa dilakukan 100 persen, ya berapa persen yang bisa dilakukan. Sepanjang masyarakat dalam kehidupan beragama ini tetap tenang, internal agama lainnya tenang, dan intern umat Islamnya tidak ada masalah," pesan pria yang juga menjabat sebagai ketua Baznas Jatim ini.

Baca Juga: Sejarah Pesantren Dibelokkan, Menag: Pesantren Harus Jadi Tuan Rumah di Republik Ini

Saat ditanya terkait rencana Badan Nasional Penanggulangan Teroris () untuk melakukan pemetaan terhadap masjid-masjid yang terindikasi paham-paham radikal, menurut Roziqi hal tersebut harus dikaji ulang.

"Akan tetapi kalau yang berkaitan dengan radikalisme, paham yang masuk di masjid, kemudian masjid ini menjadi masjid radikal, ini kok saya kurang sependapat. Karena masjid ini tempat ibadah. Kalau radikalisme ini kan paham. Mungkin ada saat-saat tertentu ada penceramah yang ceramahnya itu isinya keras. Itu kan bukan dari masjidnya, takmirnya yang seharusnya bertanggung jawab," terangnya.

Selain tanggung jawab takmir, lanjut Roziqi, para jamaah juga berkewajiban untuk segera melaporkan hal tersebut ke pihak berwajib. Karena penceramah tersebut secara sengaja menebar kebencian terhadap kelompok masyarakat lain, atau menjelek-jelekkan pemerintah, hingga membuat jamaah resah.

Baca Juga: Kepala Kemenag Lamongan Tegaskan Rekrutmen PPPK Transparan dan Gratis

Kalau memang mau memetakan, Roziqi memberikan saran supaya langsung melihat masjid-masjid mana saja yang sering ada penceramah atau khatib yang isinya mengajarkan paham radikalisme yang mengancam keutuhan NKRI.

"Kalau di Jawa Timur sendiri, selama ini kita sudah beberapa kali kerja sama dengan dengan melakukan pelatihan kepada para khatib. Kemudian dari pihak kepolisian atau yang memberikan materi terkait radikalisme," ungkapnya.

Kemudian, DMI juga telah melakukan pendataan terhadap 43 ribu lebih masjid yang ada di Jawa Timur. Pendatan ini karena terkait dengan program Gubernur Jatim dalam memberikan uang kehormatan kepada sebanyak 40 ribu imam setiap tahunnya.

Baca Juga: Pj Wali Kota Kediri Bacakan Amanat Menag saat Jadi Inspektur Upacara Hari Santri Nasional 2024

"Hasil pendataan kami, tidak ada masjid yang berpaham radikal. Makanya, selama ini kan tidak ada yang membuat bom di masjid. Yang ada kan selama ini mereka membuat bomnya di kos-kosan atau rumah kontrakan. Jadi, seharusnya yang diperhatikan adalah orang-orang yang mencurigakan di tempat-tempat kos," tandasnya. (ian/tim)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO