Heboh NU Kultural Wajib Ber-PKB, NU Struktural Sakkarepmu

Heboh NU Kultural Wajib Ber-PKB, NU Struktural Sakkarepmu Meme kaos bertuliskan “NU Kultural Wajib Ber-PKB, NU Struktural Sakkarepmu" yang kini jadi pembicaraan warga NU.

SURABAYA, BANGSAONLINE.com – Warga NU heboh. Kini beredar desain kaos bertuliskan “NU Kultural Wajib Ber-, NU Struktural Sakkarepmu!”.

Ini benar-benar memantik perhatian publik. Terutama warga NU. Termasuk kiai NU tentunya. Karena tulisan yang tertera pada kaos itu– atau lebih tepatnya meme kaos itu – sangat sarkastis: mencemooh, mengejek, menyepelekan atau meremehkan!

Baca Juga: Rais Aam PBNU Ngunduh Mantu dengan Pemangku Pendidikan Elit dan Tim Ahli Senior di BNPT

Mencemooh dan meremehkan siapa? Tentu . seolah sangat tak butuh pada . Bahasa “sakarepmu” itu sangat kasar. Terserah kau! Mau ber- atau tidak! Gak Butuh! Kira-kira seperti itulah terjemahan bebasnya.

Kini sorotan publik langsung tertuju pada Ketua Umum KH Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya). Yang sedang “berseteru” dengan Ketua Umum A ().

Seperti diberitakan BANGSONLINE.com, berpendapat bahwa Yahya berbicara apa saja tentang tak akan berpengaruh.

Baca Juga: Syafiuddin Minta Menteri PU dan Presiden Prabowo Perhatikan Tangkis Laut di Bangkalan

“Bahkan, Yahya Cholil Ketum ngomong apa aja terhadap , enggak ngaruh sama sekali," kata dalam acara "Ngabuburit Bersama Tokoh" CNN Indonesia TV, Ahad (1/5/2022).

Politikus bernama lengkap Abdul itu mengatakan, semua lembaga survei menyebutkan bahwa 13 juta pemilih loyal, solid sampai ke bawah. Tak perlu ada ketergantungan pada NU, apalagi .

(KH . Foto: twitter)

Baca Juga: Menteri Rame-Rame Minta Tambah Anggaran, Cak Imin Rp 100 T, Maruar Rp 48,4 T, Menteri Lain Berapa T

Jargon NU "Kultural Wajib Ber-, NU Struktural Sakkarep" itu muncul dari KH Imam Jazuli, alumnus Pesantren Lirboyo Kediri dan Universitas Al Azhar Mesir yang kini pengasuh Pesantren Bina Insan Mulia (BIMA) Cirebon. Kiai muda yang pesantrennya berorientasi pada perguruan tinggi internasional itu memang selalu berada di belakang .  

Lebih-lebih sekarang. Ia berbeda pendapat dengan . Kiai Imam Jazuli yang mantan pendiri dan ketua PDIP di Mesir itu memang punya obsesi membesarkan . Sedang kini justru lebih dekat dengan PDIP. Bahkan Yahya menempatkan politikus PDIP ke dalam posisi penting . Di antaranya Mardani Maming, Ketua DPD PDIP Kalsel, yang dijadikan bendahara umum .

Yang pasti, kini meme kaos itu beredar di grup-grup WhatsApp (WA) para kiai dan kader NU, baik di Jakarta maupun di berbagai daerah.

Baca Juga: Hadiri Kampanye Akbar Luluk-Lukman di Gresik, Cak Imin akan Sanksi Anggota DPRD yang tak Bergerak

"Ini tak sesuai khittah. Ngrusak NU," komentar seorang kiai yang mantan Wakil Ketua PWNU Jawa Timur di grup WA para kiai dan akademisi NU. Namun kiai yang pro justru berkomentar sebaliknya.

"Siapa yang lebih dulu merusak NU," katanya.

Banyak tanggapan. Pro-kontra. Namun ada juga yang justru tersenyum. Menganggap itu hiburan. Di tengah kesumpekan polarisasi sosial. Yang tak kunjung terurai.

Baca Juga: PKB Gelar Konsolidasi Pemenangan Paslon Luman dan Mudah di Pasuruan

APA ITU NU STRUKTURAL DAN NU KULTURAL

Secara sederhana definisi NU struktural adalah mereka yang sedang menjadi pengurus NU, baik di maupun di tingkat ranting (paling bawah). Sedang adalah semua kiai atau warga NU berpaham Ahlussunnah Wal Jama’ah An Nahdliyah, tapi tidak masuk dalam kepengurusan formal atau organisasi NU.

Jumlah tentu jauh lebih besar ketimbang NU struktural. Bahkan bisa jadi NU struktural hanya 5 persen dari semua jumlah warga . Para kiai pesantren yang punya banyak santri dan jamaah masuk dalam kategori , jika mereka tak masuk dalam kepengurusan NU.

Baca Juga: Perseteruan PAN dan PKB di DPRD Kota Blitar, Koalisi Pilwali Terancam Bubar

Begitu juga para da’i, muballigh, dan kiai yang memiliki majelis dzikir, shalawat, tahlil, yasin, dan seterusnya adalah . Jadi – sekali lagi – jauh lebih besar jumlahnya ketimbang NU struktural.

eksis sejak dakwah Islam pertama di Indonesia. Yang dipelopori para wali songo yang kemudian melahirkan para kiai pesantren. - dengan demikian –lebih dulu eksis. Bahkan jauh sebelum NU struktural didirikan pada 1926.

POLARISASI MUNCUL KARENA KECEWA NU STRUKTURAL

Baca Juga: Hari Santri Nasional 2024, PCNU Gelar Drama Kolosal Resolusi Jihad di Tugu Pahlawan Surabaya

NU struktural sebenarnya bagian dari . Ketika Hadratussyaikh KH M Hasyim Asy’ari dan KH Abdul Wahab Hasbullah serta para kiai besar lain mendirikan NU pada 1926 tak ada polarisasi dan struktural. Semua kiai dan warga NU guyub dan patuh pada Hadratussyaikh dan .

Bahkan bukan hanya warga NU yang patuh pada Hadratussyaikh. Tapi juga umat Islam. Maka tak heran jika Hadratussyaikh digelari sebagai "Ulama Permersatu Umat Islam". Apalagi pidato-pidato Hadrattussyaikh di depan publik selalu menekankan pentinganya persatuan umat Islam dan bangsa Indonesia.

(A (). Foto: twitter)

Baca Juga: Perlancar Pengambilan Sampah di Kampung, Anggota Fraksi PKB DPRD Kota Batu Bantu Ranmor Roda Tiga

Hadratussyaikh Hasyim Asy’ari mendirikan NU (struktural) justru untuk wadah formal perjuangan ajaran Islam yang berpaham Ahlussunnan Wal Jamaan An Nahdliyah yang menadi misi utama . Jadi saat itu yang diperjuangkan NU atau adalah misi dan aspirasi para kiai, ulama, atau NU kultural, bukan kepentingan pribadi dan kelompok yang jadi pengurus NU atau . Jadi misi, program dan langkah NU atau benar-benar misi para kiai dan ulama NU.

Para era Hadratussyaikh, NU atau juga berpolitik, tapi politik kebangsaan. Yaitu memperjuangkan kemerdekaan bangsa Indonesia dari penjajah, baik penjajah Belanda, Jepang, Inggris, Portugis maupun negara lain. Jadi bukan politik kekuasaan untuk memenuhi hasrat politik perorangan dan pengurus .

saat itu juga aktif dalam perjuangan ekonomi dan perdagangan. Tapi – seperti dalam politik – ekonomi dan perdagangan yang diperjuangkan adalah kesejahteraan warga NU dan bangsa Indonesia secara nasional. Bukan – sekali lagi – untuk kepentingan ekonomi pengurus NU atau seperti rebutan jadi komisaris dan minta jatah pada pemerintah.

Polarisasi dan struktural itu muncul setelah terjadi kekecewaan atau ketidakpuasan terhadap . Itu terjadi pada generasi atau pengurus belakangan. Kekecewaan itu muncul karena cenderung terlibat politik kekuasaan dan partisan untuk kepentintan pribadi pengurus NU. Bukan kepentingan warga NU.

Kini polarisasi dan sktruktural itu justru dipertegas oleh . Setelah kepemimpinan Gus Yahya lebih dekat dengan PDIP ketimbang .

Ruwet? Pasti. Bahkan makin ruwet. Karena yang merangkul dan mengklaim justru partai politik! Wallahua’lam bisshawab. (M Mas'ud Adnan)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Lihat juga video 'Sejumlah Pemuda di Pasuruan Dukung Muhaimin Maju Calon Presiden 2024':


Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO