GRESIK, BANGSAONLINE.com - Para pelaku pernikahan manusia dan kambing di Gresik memang sudah menyatakan khilaf dan bertaubat setelah bertemu dengan MUI Gresik. Namun, pertobatan itu menurut praktisi hukum Andi Fajar Yulinato, tidak bisa menghapus tindak pidana mereka lakukan.
Hal itu karena mereka telah mengunggah konten pernikahan manusia dengan kambing di media sosial (medsos) sehingga memiliki dampak yang luas. Masyarakat gaduh dan resah. Bahkan, ada komponen yang bereaksi mengadukan kasus tersebut ke DPRD dan Polres Gresik.
Baca Juga: Satpol PP Gresik Gagalkan Pengiriman Miras asal Bali ke Pulau Bawean
"Bahwa peristiwa pernikahan manusia dengan kambing yang diupload di media sosial dan berakses secara luas, maka hal ini bukan hanya sebagai perbuatan melawan hukum biasa, tapi merupakan adanya pemberat unsur tindak kejahatan," ucap Fajar kepada BANGSAONLINE.com, Jumat (10/6/2022).
Dikatakan Fajar, prahara pernikahan manusia dan kambing membawa dampak buruk terhadap Gresik yang berjuluk kota santri dan kota wali. Apalagi, dari sebuah kajian berbagai elemen keagamaan, termasuk MUI (Majelis Ulama Indonesia) telah tegas mengeluarkan sikap bahwa perkawinan antara manusia dengan kambing adalah sebuah penodaan agama.
"Karenanya, menurut kami telah terpenuhi unsur dugaan tindak pidana sebagaimana yang dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik," beber Direktur LBH Fajar Trilaksana ini.
Baca Juga: Di Pasar Baru Gresik, Khofifah Panen Dukungan dan Gelar Cek Kesehatan Gratis
Dalam Pasal 45A ayat 2 berbunyi: Setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang bertujuan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 tahun dan/atau denda paling banyak Rp.1.000.000.000.
"Berikut juga dengan pihak-pihak yang sengaja terlibat, mendukung dan membantu atas peristiwa penodaan agama tersebut haruslah juga patut berdasar hukum untuk ikut diproses secara hukum sebagaimana diisyaratkan oleh pasal 55 KUHP. Yang pada pokok intinya ancaman hukuman juga bagi orang atau kelompok yang ikut serta atau bersekongkol dalam suatu tindak kejahatan," beber Sekretaris DPC Peradi Gresik ini.
Karena itu, meskipun para pelaku sudah melakukan pertobatan, namun pidananya tak terhapus.
Baca Juga: Diduga Korsleting Listrik, Toko Budi Snack di Manyar Gresik Terbakar
"Silakan saja bertobat. Itu seharusnya sebagai orang beragama. Tapi tidak menghapus tuntutan pidananya," tegasnya.
Fajar mengaku sejalan dengan pihak-pihak yang bereaksi untuk menjaga marwah Gresik sebagai kota santri. Dia sangat mendukung pihak-pihak yang melaporkan, salah satunya adanya ormas IDR melakukan pelaporan ke pihak berwajib.
Fajar menambahkan, dalam kasus tersebut jika pihak-pihak yang diundang merasa ditipu, dijebak atau diprank maka bisa melaporkan ke pihak berwajib.
Baca Juga: Jalankan Putusan PN, Kejari Gresik Keluarkan Nur Hasim dari Rutan Banjarsari
"Dan jika ada pihak-pihak yang diundang merasa diprank atau dijebak karena dalam rangka buat konten, maka yang bersangkutan harus berani ikut melaporkan ke pihak berwajib," tutupnya. (hud/ns)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News