JEMBER, BANGSAONLINE.com - Tujuh orang masih diburu oleh Polres Jember, menyangkut kasus kerusuhan yang terjadi di Desa Mulyorejo, Kecamatan Silo, Kabupaten Jember. Kerusuhan ini akhirnya dapat diketahui sebagai amarah warga terhadap aksi premanisme yang menyerang kelompok petani kopi, baik warga Desa Mulyorejo maupun Banyuanyar, Kabupaten Banyuwangi.
Kapolres Jember AKBP Herry Purnomo menuturkan secara detail mengenai penyelidikannnya atas kasus kerusuhan tersebut. Dalam penyelidikannya, pihaknya memang menemui beberapa kendala dan kesulitan menemukan alat bukti. Sebab, urusan administratif kepemilikan dan pemanfaatan lahan tidak jelas.
Baca Juga: Hadir di Kampanye Akbar, Irwan Setiawan Ajak Menangkan Khofifah-Emil
"Yang pertama bahwa warga Kalibaru maupun Mulyorejo selama ini memanfaatkan lahan milik Perhutani di mana mereka menggunakan lahan itu sampai saat ini. Terkait dengan hak garap ya, hal ini tentunya mengakibatkan banyak sekali muncul masalah pada saat ada warga yang melaporkan kehilangan hasil perkebunannya, berupa kopi maupun masalah lainnya, yang berkaitan dengan masalah lahan sendiri." paparnya.
Lebih jauh dalam penyelidikan tersebut, pihaknya akhirnya menemukan indikasi premanisme yang memicu konflik.
"Yang kita dapatkan keterangan kemarin bahwa mereka selain masalah kopi, juga seringkali lahannya direbut oleh preman atau kelompok tertentu yang memanfaatkan kondisi yang ada di sana tadi. Pada saat dilaporkan ke kepolisian, kami menerima informasi bahwa hal ini sudah terjadi lama sekali," terangnya.
Baca Juga: Seribu Massa SSC di Jember Nyatakan Dukung Khofifah-Emil
"Namun pada saat kami melakukan pengecekan, mengingat penyidik dalam memenuhi alat buktinya sulit, sebagai akibat dari hak atas penanaman tadi tidak ada. Maka dari itu, penyidik tidak bisa melakukan proses lanjut terhadap masalah-masalah yang selama ini dilaporkan oleh warga," imbuhnya.
Herry juga menyebutkan salah satu contoh bahwa ketika warga memberikan penuturan atas pencurian terhadap hasil panen, mereka tidak dapat menyuguhkan bukti yang diminta oleh penyidik.
"Sebagai contoh misalnya ada pencurian kopi, pada saat dimintai buktinya biasanya petani tidak akan bisa memberikan bukti apapun. Bawah ini kopinya berasal dari lahan yang bersangkutan. Kemudian pada saat ada perampasan lahan, mereka tidak bisa menyampaikan hak atas kepemilikan lahan tersebut atau hak garapnya juga tidak ada," sebutnya.
Baca Juga: DPPTK Ngawi Boyong Perwakilan Pekerja Perusahaan Rokok untuk Ikuti Bimtek di Jember
Selain itu, menurut keterangan penyidik, AKBP Herry mengatakan bahwa masyarakat masih takut untuk dimintai keterangan lebih lanjut.
"Namun karena ketakutan, yang bersangkutan pada saat kita menggali informasi pada mereka pun tidak ada satupun warga yang bersedia menjadi saksi." tuturnya.
Herry juga melaporkan bahwa memang kerusuhan terjadi disebabkan aktivitas premanisme salah satu oknum beserta kelompoknya sudah sangat meresahkan warga. Dipicu oleh salah satu kejadian penganiayaan, akhirnya warga menjadi berani untuk bertindak.
Baca Juga: Anggota DPRD Jatim ini Pelopori Silaturahmi Antarorganisasi Pencak Silat se-Jember
Terlebih, pelaku penganiayaan telah ditangkap oleh pihak berwenang, sehingga warga yang selama ini merasa diintimidasi, semakin berani menyerang harta benda oknum-oknum premanisme tersebut.
"Karena kekuatan kelompok-kelompok Salam Cs di lokasi itu, puncaknya pada 3 Juli kemarin, setelah ada salah satu warga dari Kalibaru yang mengalami penganiayaan oleh Ali Usman. Kemudian oleh Polsek Sempolan, Ali Usman dilakukan penangkapan dan proses lanjut. Setelah itu, muncullah aksi pembakaran," ungkapnya.
"Hal ini disebabkan selama ini yang vokal di sana adalah Ali Usman. Mereka merasa pede karena Ali Usman sudah ditangkap sehingga yang dibakar adalah kelompok Salam ya itu ada rumahnya Salam sendiri, Ali Usman, Yono dan beberapa yang lain itu memang mereka-merekalah yang selama ini meresahkan warga dengan menarik pungutan segala macam," paparnya.
Baca Juga: 5 Kendaraan Terlibat Kecelakaan Beruntun di Jember
Selama ini, kelompok tersebut memiliki modus menawarkan bisnis keamanan pada panen kopi warga. Namun dalam praktiknya, mereka melakukan pemerasan terhadap warga dengan embel- embel keamanan.
"Modus yang mereka lakukan di sana dari kelompok Salam ini mereka kabarkan keluarga menawarkan jasa keamanan. Pada saat mereka menolak, kopinya akan diambil, dicuri kopinya. Kalau misalkan panen bisa dapat 8 karung satu hari, yang 2 karung bisa dibawa turun," terang Herry.
Karena menggunakan sepeda motor, mengingat akses jalan yang sulit, yang 6 karung ditinggal di kebun. Yang 6 ini akan diambil oleh kelompok-kelompok ini. Setelah diambil nanti ditawarkan lagi.
Baca Juga: Wanita di Jember Tewas Terlindas Truk Akibat Jatuh dari Boncengan Motor Ayahnya
"Akhirnya mau tidak mau warga yang di Kalibaru yang punya lahan di Mulyorejo itu akhirnya memberikan atau membayarkan biaya pengamanan kepada Salam ini yang besarannya per minggu bisa mencapai 2 sampai 7 juta tergantung dari luas lahan yang bersangkutan." jelasnya.
Dalam beberapa keterangan, dapat diketahui premanisme di wilayah konflik tersebut sudah lama ada dan mengakar kuat di tengah masyarakat. Di sisi lain, Herry juga menerangkan bahwa persoalan lain yakni mengenai akses pada lokasi konflik yang memang masih tergolong sulit dijangkau. Sehingga kasus lambat untuk ditindaklanjuti.
"Namun hal ini tidak hanya terjadi di Kalibaru saja, ini juga menimpa warga Mulyorejo yang punya perkebunan juga di sana. Jadi, pembakaran-pembakaran yang terjadi kemarin itu atas restu juga dari warga Mulyorejo, yang selama ini terancam dengan keberadaan kelompok Salam ini," ucap Herry.
Baca Juga: Kurang Konsentrasi, Dua Pelajar di Jember Tewas Usai Alami Kecelakaan
"Jadi, keberadaan kelompok Salam ini sudah lama sekali ada di situ, kemudian sudah mengakar kuat di masyarakat. Karena sulitnya akses jalan, kemudian ada masalah-masalah tadi terkait dengan kepemilikan lahan yang kemudian tidak bisa ditindaklanjuti cepat, membuat masyarakat enggan untuk bisa memberikan informasinya karena ada ketakutan-ketakutan tadi," sambungnya.
Saat ini, pihaknya sudah membentuk tim untuk melakukan pengejaran terhadap mereka- mereka yang selama ini dianggap melakukan intimidasi, dianggap melakukan pemerasan terhadap masyarakat, yang ada di Mulyorejo ataupun yang ada di Kalibaru. Herry mengaku, semua akan dituntaskan sampai selesai di persidangan.
"Ada 7 orang yang sudah kita tetapkan, DPO (daftar pencarian orang) nya. Ini semuanya merupakan kelompok yang selama ini dianggap sering meresahkan warga di sini," bebernya.
Baca Juga: PKB Jember Buka Pendaftaran Cabup-Cawabup dalam Pilkada 2024
Selain itu, di sela pembakaran rumah dan kendaraan yang menyasar pada pelaku premanisme, memang ada beberapa di antaranya yang mengarah pada sasaran yang tidak termasuk oknum. Herry mengatakan bahwa hal tersebut juga akan ditindaklanjuti, dengan beberapa kemungkinan jeratan hukum yang berbeda dengan sembilan orang tersangka yang telah ditangkap atas kaitannya dengan kasus kerusuhan di Mulyorejo.
"Jadi rata- rata ada beberapa rumah atau kendaraan yang dirusak, merupakan kendaraan atau rumah milik mereka yang diduga selama ini sering melakukan intimidasi. Memang ada beberapa juga warga masyarakat di Mulyorejo itu yang tidak pernah melakukan intimidasi sekalipun, tapi juga dirusak. Nah ini nanti akan kita tindak lanjuti. Karena nanti kemungkinannya, untuk pelakunya akan berbeda dengan 9 orang yang kita amankan," terangnya.
Mengenai pasukan pengamanan, Herry masih menunggu laporan terkini dari intel yang diterjunkan untuk memantau kondisi pada wilayah konflik.
"Untuk pasukan pengamanan akan kita tarik pada saat kita sudah bisa memastikan kondisi di situ betul- betul aman. Jadi dalam waktu dekat, nanti kita cek dulu, intel akan jalan untuk mengetahui situasinya bagaimana, potensi masalahnya masih ada atau tidak. Kalau memang sudah clear semuanya, kita akan tarik pasukan," tutupnya. (yud/bil/ari)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News