SITUBONDO. BANGSAONLINE.com – Langkah HRM Khalilur R Abdullah Sahlawiy (Lilur) melaporkan Bupati Situbondo Karna Suswandi kepada Kejaksaan Negeri dan Polres Situbondo terkait sejumlah pertambangan tanpa izin pada Senin (05/09/2022) mendapat berbagai tanggapan dari masyarakat. Sebagian memberikan dukungan positif atas langkah hukum yang dilakukan Lilur.
Politisi PKB, Drs. Bashori Sanhaji, misalnya, menyayangkan Bupati Karna. Karena telah membiarkan penambangan tanpa izin. Apalagi truk-truk yang mengangkut hasil pertambangan itu merusak jalan raya. Sementara tak ada income kepada pemerintah daerah.
Baca Juga: Program Sehati Bung Karna, Kepala Desa Curah Tatal Ingin Keberlanjutan
“Kita (masyarakat) dirugikan, untuk pembangunan jalan saja membutuhkan ratusan miliar,” kata politisi Bashori Sonhaji ketika diminta tanggapan HARIAN BANGSA, Selasa (6/9/2022).
Bashori bahkan menilai bahwa pembiaran penambangan tanpa izin itu berpotensi menimbulkan kebocoran pendapatan daerah. “Dengan ilegalnya beberapa penambang potensinya juga hilang gitu lho,” kata Bashori sembari mengatakan bahwa pemerintah daerah dirugikan karena hanya mendapat pemasukan dari pendapatan asli daerah (PAD) Rp750 juta.
Ketika ditanya kenapa Bupati Karna membiarkan? Bashori menjawab politis. “Itulah yang harus dipertanyakan kepada pemerintah kabupaten,” jawabnya.
Baca Juga: Komitmen Jadi Rujukan di Wilayah Barat, RSUD Besuki Bangun CSSD dan Belanja Alat Medis
Ia minta bupati segera mengambil langkah karena pemerinah daerah sudah terbentuk OPD pendapatan daerah. “Kepentingan taktisnya kita kehilangan PAD, kepentingan strategisnya lingkungan kita terancam,” kata Bashori.
Supriyono, S.H., M.Hum., advokat senior, juga punya sikap sama. Dia mendukung penuh langkah hukum yang dilakukan Lilur. “Kita mendukung penuh pelaporan yang dilakukan Lilur melalui LBH GKS Basra. Ini membuka mata kita. Ternyata di balik semua itu ada kegiatan-kegiatan yang diduga pelanggaran hukum,” kata Supriyono kepada HARIAN BANGSA di warung baksonya, Panarukan, Selasa (06/09/2022).
Supriyono menyatakan bahwa semua masalah ini bermuara pada Bupati Karna, sebagai pemimpin tertinggi di Situbondo.
Baca Juga: Festival Kopi dan Tembakau 2024 di Situbondo, Perusahaan Asal Malang Transaksi Tembakau Besuki
”Ini semuanya bermuara pada bupati, tentunya tahu akan hal ini. Contoh bupati menunjuk PPLS, faktanya produk PPLS diduga banyak melanggar hukum. Di antaranya menunjuk PT atau CV penambang tertentu, merekom proyek-prpyek di Situbondo, materialnya, bahan galian golongan C (BGGC) diambil dari penambang tertentu,” tegas Supriyono.
Apakah bupati bisa dianggap melanggar hukum? “Bisa saja, karena paling tidak, ada pembiaran sebagaimana yang disampaikan oleh LIlur BGGC-nya diambil dari proses yang tidak benar,” katanya.
Terkait PAD Rp750 juta, Supriyono menyatakan sangat tidak masuk akal. Ia menduga ada rekayasa-rekayasa, pengondisian, sehingga terkait pajak penambangan menjadi sangat minim.
Baca Juga: Tingkatkan Pelayanan, RSAR Situbondo Belanja EEG dan Mesin Anestesi dari DBHCHT 2024
Ia bahkan curiga kemungkinan ada upeti-upeti. Bahkan, menurut dia, bisa saja langkah membiarkan itu ada upeti yang lebih besar.
“Menurut saya kebocoran kaerena tidak ada KTT, tidak ada RKAB, tidak ada dong sepeti apa yang digali, apa hanya pasir, apa hanya uruk. Karena pajaknya berbeda nisa saja andesit disampaikan uruk. Sehingga terjadi kebocoran-kebocoran yang merugikan rakyat,” kata Supriyono.
Karena itu, ia mendesak Bupati Karna segera mengambil langkah-langkah penertiban. “Tidak semua menjadi ranah penegak hukum. Bupati sebagai penguasa policy maker tertinggi tentu harus mengambil inisiatif,” kata Supriyono.
Baca Juga: Pemkab Situbondo Siap Distribusikan Paket Sembako Program DBHCHT
Surat Dirjen Minerba ada sanksi admistratis pemberhentian, kok tidak dilaksanakan? Menurut dia, kalau dibiarkan bisa kena pidana. “Kalau penambangan hulu proyek itu hilir, dari hulu ke hilir ini diduga ada proses tidak benar lah,” katanya.
Apa yang harus dikukan oleh penegak hukum terhadap laporan itu? “Ada sanksi tegas lah terhadap laporan yang sudah masuk, harus mengambil inisiatif penegakan. Misalnya tambang yang tetap beroperasi ya diambil pengamanan di lokasi, apa bego disita,” jawabnya.
Apakah ada keterlibatan penegak hukum dalam tambang ini? “Kemungkinan besar terjadi, namun kami tidak bisa membuktikannya. Ini bisa dikatakan bentuk kolusi nepotisme dengan pihak tertentu,” kata Supriyono. (Syaiful Bahri)
Baca Juga: Peroleh Dana Cukai Rp77 Miliar, Kepala Bappeda Situbondo: Sepenuhnya untuk Kesejahteraan Masyarakat
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News