JEMBER, BANGSAONLINE.com - Fakultas Hukum (FH) Universitas Jember (Unej) mengagendakan Kuliah Tamu dengan mendatangkan Sekretaris Jendral (Sekjen) Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Noor Sidharta, Kamis (15/9/2022).
Dalam kuliah tersebut, Noor mengaskan bahwa memang bagian dari tanggung jawabnya, turut memberikan edukasi pada insan akademik perguruan tinggi. Ia mengaku, pihaknya telah berkomitmen kepada Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, atas hal yang kini sedang diperangi oleh dunia pendidikan.
Baca Juga: Civitas Academica Unej Gelar Deklarasi demi Selamatkan Demokrasi di Indonesia
"Beberapa waktu yang lalu, kami di LPSK baru saja menandatangani MoU (memorandum of understanding) dengan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, dan Ristek, itu terkait tiga tantangan besar atau tiga dosa besar sekarang yang sekarang harus diperangi oleh dunia pendidikan. Yang pertama itu adalah intoleransi, kedua itu bullying, dan yang ketiga itu kekerasan seksual. LPSK diperintah oleh menteri, kami diminta untuk memberikan supervisi terkait dengan 3 dosa besar itu," ujar Noor yang menjabat sejak tahun 2017 ini.
Dalam hal tersebut, ia menegaskan, apabila terjadi kasus mengenai tiga hal tersebut, pihak lembaga pendidikan harus menyelesaikannya secara hukum.
"Kami sepakat, antara LPSK dengan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, dan Ristek, kalau ada tiga kasus ini di perguruan tinggi, itu jangan pernah ditutup-tutupi, dengan alasan nama baik perguruan tinggi. Kami beberapa kali menghadapi kasus itu, kampus berusaha menyelesaikan sendiri di luar ranah hukum, dengan cara perdamaian. Ini tidak tepat, atau lebih tegasnya, itu salah," tegasnya.
Baca Juga: Komnas HAM Minta Pengidap Gagal Ginjal Akut Lapor Bila Alami Kesulitan Berobat
Ia menambahkan bahwa memang apabila terdapat kasus demikian terjadi, hal itu bukanlah kesalahan dari pihak lembaga pendidikan terkait.
"Kampus tidak bertanggung jawab terhadap kesalahan individu. Tidak mungkin kampus harus mengawasi civitas akademikanya. Jadi kalau ada kesalahan, itu bukan kesalahan kampus, dalam hal ini. Jadi, kasus itu harus diselesaikan secara hukum. Itu tidak berarti akan membuat nama perguruan tinggi akan jatuh. Itu akan malah membuat nama perguruan tinggi naik, karena berusaha menyelesaikan kasus dengan cara yang tepat," imbuhnya.
Dalam kesempatannya, Noor juga sedikit mengenalkan tentang LPSK itu sendiri. Ia menerangkan bahwa lembaga tersebut merupakan lembaga independen yang telah berusia belasan tahun. Di awal pendiriannya, lembaga yang ia sebut sebagai anak dari reformasi, memiliki tugas utama untuk menangani kasus pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat dan korupsi, sebagai tinggalan pekerjaan rumah pascareformasi.
Baca Juga: Richard Eliezer Batal Mendekam di Lapas Salemba karena Faktor Keamanan
"LPSK itu lembaga negara independen, berdiri tahun 2008 dan sekarang usianya baru 14 tahun per 8 Agustus kemarin. Awalnya hanya untuk mengawal dua kasus tindak pidana, pertama itu hanya untuk pelanggaran HAM yang berat, yang kedua itu adalah korupsi. Kita tahu reformasi itu memerangi KKN (korupsi, kolusi, dan nepotisme) ya, dan juga mempunyai hutang kasus-kasus pelanggaran HAM berat yang banyak. Kasus G30S PKI, kasus Talangsari, kasus Tanjung Priok, kasus Semanggi, Trisakti, dan banyak," paparnya.
Seiring dengan berjalannya waktu, LPSK yang masuk dalam Criminal Justice System (sistem penindakan kriminal), juga menangani beberapa spesifikasi kasus pidana yang berpotensi mengancam saksi dan korban. Hal ini merupakan penekanan bagi LPSK. Sebab, jika dalam KUHP saksi hanya sebagai sub atau bukan menjadi perhatian utama dalam penanganan kasus pidana, lantas tidak ada yang akan melindungi saksi. Ia menyebut kesaksian itu penting dalam mengungkap kasus, dan LPSK hadir untuk melindungi mereka beserta korban.
"Namun di tahun 2014, LPSK diminta untuk mengemban, menangani saksi dan korban untuk tindak pidana lainnya. Selain pelanggaran HAM yang berat dan korupsi, kita juga terkait dengan TPPU, tindak pidana pencucian uang. Kemudian ada tindak pidana perdagangan orang, trafficking in person, ada tindak pidana terorisme, ada tindak pidana penyiksaan, ini yang terkait dengan penyiksaan yang dilakukan oleh aparat, dan beberapa tindak pidana lainnya, di mana saksi atau korbannya itu terancam." bebernya.
Baca Juga: Bersama PDGI Jatim, RSGMP Unej Gelar Bakti Sosial
Lembaga yang berkantor pusat di Jakarta ini, juga memiliki dua kantor perwakilan di Jogja dan Medan. Sejauh ini, LPSK telah menangani 3 kasus besar yang telah disebutkan oleh Noor Sidharta, di berbagai kampus. Setidaknya ia menyebut Universitas Brawijaya, Unej, Universitas Sumatera Utara, Universitas Hasanudin, Universitas Nusa Cendana, dan Universitas Riau. Dengan kredibilitasnya, sehingga dalam kuliah tamu yang diadakan oleh FH Unej tersebut diharapkan mahasiswa FH mendapatkan pembelajaran yang lebih, mengenai hak saksi dan korban dalam kasus pidana. (yud/bil/ari)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News