SURABAYA, BANGSAONLINE.com - Dinas Pendidikan (Dispendik) Jawa Timur (Jatim) diminta untuk membentuk satgas perlindungan siswa di sekolah. Hal tersebut diungkapkan Gubernur Khofifah menanggapi tindak kekerasan fisik yang belakangan ini terjadi di lingkungan satuan pendidikan.
"Banyak kasus tindak kekerasan terjadi karena ketidaktahuan pelaku maupun korban. Beberapa tindakan kekerasan dianggap sebagai sesuatu yang biasa, tetapi sebenarnya berpengaruh besar pada diri korban," ujarnya, Kamis (22/9/2022).
Baca Juga: TPP Khofifah-Emil Umumkan Real Count dari 51.940 TPS di Jatim: Menang 60,41 Persen
"Sebagai upaya pencegahan kekerasan di lingkungan satuan pendidikan, hal paling krusial yang harus dipahami sekolah adalah bentuk kekerasan, serta dampak yang mungkin ditimbulkan dari tindak kekerasan," imbuhnya.
Menurut dia, tanggung jawab sekolah adalah selama siswa berada di sekolah dan pada jam sekolah. Namun, kata Khofifah, pembentukan karakter siswa juga dilakukan di sekolah dan perlindungan anak menjadi tanggung jawab bersama.
Sejumlah bentuk kekerasan ialah mempermalukan seseorang di depan orang lain, menuliskan komentar yang menyakitkan di sosial media, mengancam, menakut-nakuti orang lain sampai yang bersangkutan tidak nyaman, menyebarkan cerita bohong mengenai orang lain, termasuk dalam tindakan kekerasan yang seringkali terjadi. tapi tidak dianggap serius sehingga berulang.
Baca Juga: Antusias Pilgub Jatim Tinggi, Lia Istifhama: Legitimasi Kuat Kemenangan Khofifah-Emil
"Dengan mengetahui bentuk-bentuk kekerasan dan faktor yang membuat seseorang melakukan tindak kekerasan, kita akan menjadi lebih mawas diri agar tidak menjadi pelaku maupun korban kekerasan. Saling menghargai satu sama lain, dan bila melakukan tindakan yang ternyata masuk dalam kategori kekerasan, kita wajib meminta maaf ke orang yang bersangkutan," urai Khofifah.
Menangapi instruksi tersebut, Kepala Dispendik Jatim, Wahid Wahyudi, mengatakan bahwa pihaknya telah mendorong semua kepala sekolah melalui cabang dinas pendidikan wilayah untuk membuat satgas perlindungan siswa di sekolah.
"Ini sesuai instruksi bu gubernur untuk mencegah terjadinya kekerasan fisik maupun non fisik di lingkungan sekolah. Dalam pembentukan ini, sesuai arahan gubernur, pihak yang terlibat menjadi keanggotannya adalah sekolah, orang tua siswa atau komite, dan siswa atau OSIS," kata Wahid.
Baca Juga: Khofifah-Emil Menang Telak di Madura, Haji Her Ingatkan Janjinya ke Masyarakat
"Sementara bagi sekolah dengan boarding school yang ada di kawasan pesantren atau kawasan lainnya, perlu ditambahkan perwakilan dari pesantren atau pengelola asrama. Para guru juga harus menyusun pembelajaran yang terintegrasi dengan program anti-kekerasan. Penguatan intrakurikuler dan kokurikuler juga harus diperkuat," imbuhnya.
Wahid berpesan agar sekolah terus mengoptimalkan dan memperkuat esktrakulikuler siswa. Menyalurkan dan memaksimalkan potensi, bakat dan minat siswa, sehingga peluang untuk melakukan kekerasan pada teman sebayanya tidak terjadi.
Dalam satu bulan terakhir, di Jawa Timur terjadi dua kasus kekerasan hingga mengakibatkan seorang siswa meninggal dunia. Di antaranya terjadi pada salah satu SMK di Jember pada Agustus 2022 lalu.
Baca Juga: Ketua DPW PKS Jatim Beri Ucapan Selamat ke Khofifah-Emil
Aksi kekerasan fisik menimpa seorang siswa klas X yang setelah dirawat di rumah sakit, siswa yang bersangkutan meninggal dunia. Kejadian lainnya menimpa seorang pelajar SMA klas XI di Sidoarjo yang juga setelah dirawat di rumah sakit, meninggal dunia karena pendarahan otak.
Aksi kekerasan fisik tersebut tentu menjadi sorotan publik. Di mana lingkungan pendidikan yang seharusnya menciptakan lingkungan yang aman dan nyaman bagi siswa justru mengkhawatirkan. (dev/mar)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News