PASURUAN, BANGSAONLINE.com – Peserta bedah buku Kiai Miliarder Tapi Dermawan di Kota Pasuruan Jawa Timur berebut mengacungkan tangan saat sesi tanya jawab, Ahad (26/9/2022). Mereka mengaku ingin sukses dan kaya raya seperti Prof Dr KH Asep Saifuddin Chalim, MA, yang menjadi bahasan utama buku karya M Mas’ud Adnan itu.
“Saya ini juga guru. Gaji guru, kalau belum sertifikasi, masih di bawah Rp 500 ribu. Jadi saya saat ini mengalami seperti Kiai Asep saat miskin,” kata seorang peserta yang duduk di kursi paling depan.
Baca Juga: GOW Kota Pasuruan Gelar Seminar Hari Ibu, Plt Adi: Tegaknya Ibu dan Bangsa
Yang membuat peserta lain tertawa, pemuda bertubuh agak tambun itu terang-terangan mengaku takut melamar gadis karena gajinya masih di bawah standar alias kecil.
Ia menyampaikan itu setelah membaca halaman 116 buku setebal 424 itu. Halaman itu menceritakan kisah Kiai Asep yang lamarannya dikembalikan oleh orang tua tiga gadis karena miskin dan dianggap tak punya depan.
“Terus terang, saya takut melamar cewek,” katanya sembari tertawa. Ia penasaran, ingin tahu rahasia sukses Kiai Asep. Termasuk wirid-wirid yang diamalkan Kiai Asep.
Baca Juga: Imam Suyono Terpilih Jadi Ketua KONI Kabupaten Mojokerto Periode 2024-2029
Peserta lain juga tak sabar untuk bertanya. “Apakah Kiai Asep saat miskin, saat jadi guru, punya usaha lain,” tanya peserta yang lain. Dan banyak pertanyaan lain yang dilontarkan peserta.
Acara bedah buku yang digelar Pengurus Cabang (PC) Persatuan Guru Nahdlatul Ulama (Pergunu) Kota Pasuruan di Palm Resto itu memang hidup dan dialogis.
Kiai Asep merespon dengan tersenyum. Pendiri dan pengasuh Pondok Pesantren Amanatul Ummah Surabaya dan Pacet Mojokerto Jawa Timur itu mengaku aktif turun ke masyarakat karena dua hal.
Baca Juga: Doakan Kelancaran Tugas Khofifah-Emil, Kiai Asep Undang Kiai-Kiai dari Berbagai Daerah Jatim
Pertama, ingin memotivasi para pengasuh pondok pesantren dan pengelola pendidikan agar bisa lembaga pendidikan atau pesantren yang dikelolanya maju seperti Amanatul Ummah.
Kedua, tutur Kiai Asep, bertujuan untuk memotivasi masyarakat agar mau bekerja keras dan berdoa maksimal sehingga hidupnya sejahtera. Karena itu Kiai Asep selalu siap untuk mentransfer ilmu dan pengalamannya.
“Waamma bini’mati rabbika fahaddits,” kata Kiai Asep mengutip Al Quran Surat Addluha ayat 11. Artinya, apabila mendapat kenikmantan dari Tuhanmu, maka ceritankanlah.
Baca Juga: Kiai Asep Beri Reward Peserta Tryout di Amanatul Ummah, Ada Uang hingga Koran Harian Bangsa
“Agar orang lain mendapat inspirasi,” tegas Kiai Asep.
Kiai Asep mengaku tak perlu referensi untuk berceramah atau memberi motivasi masyarakat. “Karena berdasarkan pengalaman saya sendiri,” kata ketua umum Pimpinan Pusat (PP) Pergunu itu.
Sewaktu muda dan miskin, Kiai Asep mengaku punya cita-cita dan kemauan besar. “Tapi saya tak punya apa-apa,” katanya. “Karena itu saya harus bekerja keras,” tambahnya.
Baca Juga: Peringati HDI 2024, Pemkot Pasuruan Dukung Kesetaraan dan Rasa Percaya Diri Penyandang Disabilitas
Caranya bagaimana? “Saya berdoa maksimal,” katanya.
Semula, tutur Kiai Asep, dirinya cari doa dan salat malam di buku-buku dan kitab-kitab.
“Saya menemukan salat malam dalam buku-buku dan kitab-kitab itu,” kata Kiai Asep. Tapi setelah diamalkan ternyata tak ada hasil. Tak mustajab. Kiai Asep pun cari lagi.
Baca Juga: Klaim Didukung 37 Cabor, Imam Sunyono Optimis Terpilih Ketua KONI Kabupaten Mojokerto
Ia kemudian menemukan doa dan salat hajat dalam Kitab Ihya Ulumiddin karya Imam Ghazali. Menurut Kiai Asep, judulnya sangat manarik. “Addu’a alladzi laa yuraddu. Doa yang tak akan ditolak oleh Allah SWT,” kata Kiai Asep.
Dalam bab An-Nawafil (Salat-salat Sunnah) itu Kiai Asep juga menemukan kaifiyah salat hajat 12 rakaat dengan enam kali salam.
“Doa dan salat malam itu oleh Pak Mas’ud ditulis dalam buku itu,” katanya sembari mengatakan bahwa salat hajat 12 rakaat itu dipungkasi dengan salat witir tiga rakaat dua kali salam.
Baca Juga: Gegara Mitos Politik dan Lawan Petahana, Gus Barra-dr Rizal Sempat Diramal Kalah
Kiai Asep lalu mencari waktu yang mustajab untuk mengamalkan salat hajat 12 rakaat itu.
“Saya melaksanakan salat hajat 12 rakaat itu satu jam sebelum Subuh,” kata Kiai Asep sembari mengutip Hadits yang intinya pada malam terakhir sebelum Subuh itu adalah waktu istijabah.
“Setelah salat 12 rakaat kita sujud. Kita sujud di luar salat,” katanya. Saat itulah, tutur Kiai Asep, kita memanjatkan doa seperti yang tertulis dalam buku bagian akhir itu.
Baca Juga: Bedah Buku KH Hasyim Asyari: Pemersatu Umat Islam Indonesia, Khofifah: Dahysat Secara Substansi
“Tapi kalau kita belum hafal bisa kita ganti dengan tasbih dan salawat, masing-masing 12 kali,” tuturnya.
Nah, seusai membaca doa atau tasbih dan salawat itulah kita sampaikan hajat-hajat kita kepada Allah SWT. “Saya biasanya sampai 20 menit karena permintaan saya kepada Allah banyak sekali. Ndak apa-apa. Saya tidak malu. Karena Allah senang kalau kita mintai. Beda dengan manusia. Kalau manusia tidak senang, jika kita mintai, apalagi permintaanya banyak,” katanya.
Sementara Mas’ud Adnan mengungkapkan bahwa Kiai Asep adalah putra ulama besar. “Kiai Asep adalah putra KH Abdul Chalim, ulama besar dari Leuwimunding Majalengka Jawa Barat,” kata CEO HARIAN BANGSA dan BANGSAONLINE.com itu.
Menurut Mas’ud, Kiai Abdul Chalim adalah teman karib KH Abdullah Wahab Hasbullah. “Kiai Wahab Hasbullah dan Kiai Chalim itu bersahabat sejak sama-sama mondok di Makkah,” tuturnya.
Ketika pulang ke Indonesia, tutur Mas’ud, dua pemuda itu terus bersahabat. “Karena sejak di Makkah sudah punya komitmen untuk berjuang untuk kemerdekaan bangsa Indonesia,” tuturnya.
Maka ketika sudah berada di Indonesia dua sahabat itu bertemu lagi. “Di bawah mentor Hadratussyaikh Kiai Hasyim Asy’ari, Kiai Wahab dan Kiai Abdul Chalim kemudian mendirikan NU,” kata Mas’ud Adnan.
Bahkan ketika para ulama membentuk Komite Hijaz, Kiai Abdul Chalim itulah yang mengantarkan surat ke ulama se-Jawa dan Madura.
“Bisa kita lihat dalam dokumen NU. Pada kepengurusan PBNU pertama, Kiai Wahab Hasbullah Hasbullah tercatat sebagai Katib Awal yang kalau sekarang Katib Am Syuriah PBNU. Sedang Kiai Abdul Chalim tercatat sebagai Katib Tsani. Rais Akbarnya Hadratussyaikh Kiai Hasyim Asy’ari, sedang Ketua Tanfidznya Haji Hasan Gipo,” kata Mas’ud Adnan.
Karena itu, kata Mas’ud, wajar jika kita menghormati Kiai Asep mengingat ia dzurriyah muassis NU.
“Dulu waktu saya belajar NU, saat masih sekolah di Madrasah Tsanawiyah, saya banyak membaca tulisan pengamat NU. Nah, pengamat itu menulis tentang trandisi tawaddlu NU. Saking tawaddlu’nya jangankan kepada putra-putri pendiri NU, kepada kambing dan ayamnya pun sangat hormat,” kata alumnus Pesantren Tebuireng dan Pascasarjana Unair itu.
Dalam acara bedah buku itu hadir Ketua PC Pergunu Kota Pasuruan Ustadz Ikhwan Mahmud, Anggota DPRD Jatim KH Muzammil Syafii, Ketua Muslimat NU Kota Pasuruan dan pengurus PCNU serta Banom NU, terutama Pergunu. (MMA)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News