GRESIK, BANGSAONLINE.com - Petrokimia Gresik kembali membuat inovasi di bidang pupuk majemuk. Perusahaan pupuk terbesar di Indonesia timur kali ini mengubah limbah batu bara atau Fly Ash-Bottom Ash (FABA) menjadi bahan baku pengisi (filler) pupuk NPK, menggantikan clay.
Melalui terobosan ini, Petrokimia mampu menghemat biaya hingga Rp7,4 miliar yang diperoleh dari penurunan biaya pengelolaan limbah serta pembelian clay. Direktur Utama Petrokimia Gresik, Dwi Satriyo Annurogo, menyebut inovasi terbaru itu berhasil mengantarkan pihaknya sebagai Grand Champion dalam ajang Pupuk Indonesia Quality Improvement (PIQI) 2022.
Baca Juga: Petrokimia Gresik Raih Penghargaan Tertinggi Platinum di Ajang SNI Award 2024
"Apresiasi juga datang dari banyak pihak. Temuan ini sudah disampaikan pada sejumlah seminar level nasional dan internasional. Temuan menjadi dasar dalam pembuatan naskah akademik Balitbangtan Kementerian Pertanian, serta sudah diadopsi oleh teman-teman dari Pusri Palembang. Petrokimia Gresik juga sudah mendapatkan surat pencatatan ciptaan atas inovasi ini," ujarnya, Senin (3/10/2022).
Ia menjelaskan, Petrokimia Gresik sebagai perusahaan Solusi Agroindustri, merupakan pioneer pupuk majemuk di tanah air. Saat ini, Petrokimia Gresik menjadi produsen NPK terbesar di Indonesia dengan kapasitas produksi mencapai 2,7 juta ton per tahun.
Meski demikian, kata Dwi Satriyo, Petrokimia Gresik tidak berpuas diri dan terus menghadirkan terobosan untuk meningkatkan daya saing NPK.
Baca Juga: Dirut Petrokimia Gresik Beberkan Program Transisi Energi 2024-2030 di Forum Internasional COP29
"Dari hasil uji coba, pemanfaatan FABA sebagai pengganti clay dalam pembuatan pupuk NPK masih dalam batasan Standar Nasional Indonesia (SNI). Hasil pengaplikasian pupuknya pada tanaman padi juga memiliki kualitas yang sama baiknya dengan pupuk NPK tanpa FABA," tuturnya.
Lebih jauh Dwi Satriyo menyebutkan bahwa, inovasi itu dilatarbelakangi status FABA yang tidak lagi masuk dalam golongan Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 22 Tahun 2021. Sehingga Petrokimia Gresik melihat perubahan status ini sebagai peluang untuk substitusi bahan baku NPK.
Bahan baku pembuatan pupuk NPK sendiri dapat dikelompokkan menjadi dua. Yaitu bahan baku utama (main material) yang membawa unsur hara seperti Nitrogen (N), Fosfor (P), Kalium (K) dan Sulfur (S), serta bahan baku filler yang berfungsi sebagai bahan pelengkap sekaligus perekat untuk semua bahan baku agar menghasilkan produk granul yang sempurna.
Baca Juga: Dirut Petrokimia Gresik Dinobatkan sebagai Tokoh Penggerak Generasi Petani
Pada umumnya, bahan baku filler pada pupuk NPK menggunakan white clay yang biasanya diperoleh dari tambang bahan baku semen. Dengan memanfaatkan FABA yang sudah tersedia, Petrokimia Gresik tidak perlu lagi mengeluarkan biaya untuk pembelian clay.
Selain itu, pemanfaatan FABA sebagai pengganti bahan baku filler NPK juga mampu menekan biaya pengelolaan limbah FABA dari yang sebelumnya mencapai Rp 269 juta/bulan menjadi nol rupiah atau turun 100 persen.
Dampak positif lain dari inovasi ini yaitu, meningkatkan kualitas lingkungan karena limbah dapat termanfaatkan dengan optimal (zero waste), mengurangi nilai risiko gangguan kesehatan dan keselamatan, serta kenyamanan dalam bekerja menjadi lebih baik.
Baca Juga: Kucurkan Beasiswa, Cara Petrokimia Gresik Dorong Generasi Muda Tertarik Bertani
"FABA memiliki karakteristik dan kandungan yang sama dengan clay. Melalui inovasi ini tentu akan semakin meningkatkan competitiveness NPK yang kami produksi, sehingga manfaatnya juga dapat dirasakan oleh petani sebagai konsumen kami," kata Dwi. (hud/mar)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News