MOJOKERTO, BANGSAONLINE.com – Warga Nahdlatul Ulama (NU) -terutama kader muda NU – yang bergerak di bidang ekonomi berusaha membangkitkan semangat Nadhlatut Tujjar, organisasi kebangkitan para saudagar NU yang didirikan para kiai pada 1918.
Mereka mengatasnamakan “Indonesia Nahdlatut Tujjar An-Nahdliyah” yang disingkat INTAN. Lembaga ini dipimpin KH Abdul Malik, Gus Ali, Mukhas Syarqun, Ahmad Choiri dan kader NU yang lain.
Baca Juga: Warga Jatim Berjubel Hadiri Kampanye Terakhir Khofifah-Emil, Kiai Asep: Menang 70%
Sebagai langkah awal, Intan menggelar acara “Ngaji Ekonomi” dan Bedah Buku Kiai Miliarder Tapi Dermwan karya M Mas’ud Adnan di Kampus Institut Pesantren KH Abdul Chalim, Pacet Mojokerto, Kamis (27/2022).
Acara ini difasilitasi Prof Dr KH Asep Saifuddin Chalim, MA, pengasuh Pondok Pesantren Amanatul Ummah Surabaya dan Pacet Mojokerto.
Ngaji Ekonomi itu dimulai dengan bedah buku. Kiai Asep menjadi nara sumber bersama M Mas’ud Adnan, CEO HARIAN BANGSA dan BANGSAONLINE.com yang juga penulis buku Kiai Miliarder Tapi Dermawan tersebut.
Baca Juga: Ribuan Warga Padati Mubarok Bersholawat, Paslon 2 Optimis Menang di Ngoro, Mojokerto
Menurut Kiai Asep, kondisi ekonomi Indonesia masih belum memihak pada umat Islam, terutama warga NU. “Dulu pada tahun 1974 pabrik-pabrik milik orang asing. Saat itu saya masih berpikir, gak apa-apa, toh presidennya orang Indonesia, gubernurnya orang Indonesia, bupatinya juga orang Indonesia. Dengan demikian kebijakannya pasti memihak bangsa Indonesia,” kata Kiai Asep di hadapan sekitar 150 para pimpinan pondok pesantren dan kader NU yang bergerak di bidang ekonomi.
Ternyata hingga sekarang juga tak berubah. “Sekarang ekonomi malah dikuasai orang-orang yang kontribusinya tak jelas saat perjuangan kemerdekaan Republik Indonesia,” kata Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Persatuan Guru Nahdlatul Ulama (Pergunu) itu.
Baca Juga: Mubarok Gembleng 6.472 Calon Saksi untuk Gus Barra-Rizal dan Khofifah-Emil di Mojokerto
Karena itu, Kiai Asep mendorong agar kebangkitan semangat Nahdlatut Tujjar itu terus digelorakan.“Mereka harus diberi semangat. Yang penting semangat dulu agar terus bergerak,” kata Kiai Asep Saifuddin Chalim kepada BANGSAONLINE.com seusai menjadi nara sumber bedah buku dalam acara tersebut.
Menurut dia, semangat Nahdlatut Tujjar itu harus dimasifkan sehingga menjadi kesadaran kolektif bangsa Indonesia. Paling tidak, warga NU memiliki perspektif yang sama dalam berpikir tentang kemandirian ekonomi.
Baca Juga: Doa Bersama Kapolri dan Panglima TNI, Kiai Asep Duduk Satu Meja dengan Kapolda dan Pangdam V Jatim
(Salah satu produk ekonomi yang dipamerkan dan dipasarkan dalam acara Ngaji Ekonomi dan Bedah Buku Kiai Miliarder Tapi Dermawan, Kamis (27/10/2022).
Mas’ud Adnan, penulis buku Kiai Miliarder Tapi Dermawan mengatakan bahwa Nahdlatut Tujjar didirikan para kiai berawal dari kesadaran ekonomi kaum pribumi yang mengalami penindasan dari penjajah Belanda.
“Awalnya para kiai mendirikan Tashwirul Afkar yang berarti pergolakan pemikiran atau potret berbagai pemikiran pada 1914. Menurut Kiai Asep, Tashwirul Afkar itu semacam lembaga kursus. Pesertanya sekitar 60-an orang. Namun ada yang bilang suatu perkumpulan diskusi atau tukar pikiran,” kata CEO HARIAN BANGSA dan BANGSAONLINE.com itu sembari mengatakan lembaga Tashwirul Afkar itu didirikan untuk mengangkat dan meningkatkan martabat umat Islam, terutama komunitas pesantren.
Baca Juga: Lautan Manusia Padati Kampanye Akbar Paslon 02 Khofifah-Emil dan Gus Barra-Rizal di Mojokerto
Menurut Mas’ud Adnan, Tashwirul Afkar didirikan KH Abdul Wahab Hasbullah dan para kiai lain, terutama KH Abdul Chalim, ayahanda Kiai Asep.
Dari beragai diskusi itu muncul kesadaran kemandirian ekonomi terutama karena ditindas penjajah. Sehingga para kiai mendirikan Nahdlatu Tujjar.
Menurut dia, salah satu saudagar penting dan kaya dalam Nahdlatut Tujjar adalah Haji Hasan Gipo. Ia saat itu punya 100 rumah untuk disewakan.
Baca Juga: Kedatangan Kiai Asep dan Tim Mubarok di Pasar Bangsal Disambut Antusias Pedagang dan Warga
“Haji Hasan Gipo ini kemudian menjadi ketua umum PBNU periode pertama. Rais Akbarnya adalah Hadratussyaikh Kiai Haji Muhammad Hasyim Asy’ari yang juga pendiri Pesantren Tebuireng. Sedang Katib Awalnya adalah Kiai Wahab Hasbullah. Kalau istilah sekarang, Katib Aam Syuriah PBNU. Nah, Katib Tsaninya-nya adalah Kiai Abdul Chalim, ayahanda Kiai Asep. Para kiai dan bu nyai bisa melihat ini dalam dokumentasi sejarah NU periode pertama,” kata Mas’ud Adnan yang alumnus Pesantren Tebuireng dan Pascasarjana Unair.
“Jadi Kiai Asep ini adalah salah satu putra pendiri NU yang masih hidup. Semoga beliau selalu sehat dan panjang umur,” kata Mas’ud Adnan yang kemudian diamini para peserta bedah buku secara gemuruh.
Mas'ud Adnan juga menyinggung kondisi ekonomi Indonesia saat ini. "Menurut beberapa data, saat ini 70 persen ekonomini Indonesia dikuasai etnis minoritas," katanya. Karena itu, sangat wajar kalau muncul kesadaran pemerataan ekonomi, terutama di kalangan kiai, karena para ulama itulah ujung tombak kemerdekaan Republik Indonesia.
Baca Juga: Di Depan Pergunu Jatim, Kiai Asep Sebut Khofifah Cagub Paling Loman alias Dermawan
Acara Ngaji Ekonomi dan bedah buku ini menarik minat banyak pihak. Salah seorang peserta, KH Khoirul Anwar, pengasuh pesantren di Probolinggo bahkan mengaku terbang dari Malaysia semata karena tertarik dengan acara ini. “Padahal seharusnya saya belum pulang,” katanya sembari mengatakan bahwa ia akan kembali lagi ke Malaysia.
Seusai bedah buku, dilanjutkan Ngaji Ekonomi. Pembicaranya, antara lain, Prof Dr Sujana dan KH Mukhlas Syarqun, penulis ensikopledi Hadratussyaikh KH M Hasyim Asy’ari dan Ensiklopedi Gus Dur dan yang lain.
Rencananya, Intan akan terus melebarkan sayap dengan silaturahim kepada para kiai dan menggelar acara serupa di berbagai daerah. Tentu sekaligus memasarkan produk-produk mereka.
Baca Juga: Kiai Asep Tebar Keberkahan, Borong Dagangan di Pasar Dinoyo sampai Warga Mantap Pilih Mubarok
“Senin kita agendakan,” kata Gus Ali yang banyak memiliki kafe ikan asap dan steak, diantaranya Q5 Steak Café di dekat Universitas Merdeka di kawasan Ketintang Surabaya.
Sementara Kiai Abdul Malik mengatakan bahwa rintisan Intan itu untuk meneruskan gagasan KH Salahuddin Wahid (Gus Sholah) yang saat itu pengasuh Pondok Pesantren Tebuireng Jombang. (mma)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News