JAKARTA, BANGSAONLINE.com – Ada persepsi publik yang cukup menarik terhadap calon presiden (Capres) belakangan ini. Terutama dalam perspektif pengelompokan basis dukungan dari masing-masing Capres. Ironisnya, basis dukungan itu muncul berdasarkan “politik identitas”, sebuah diksi yang sempat dianggap sebagai “sampah politik” tapi secara diam-diam dipraktikan oleh semua politisi dan partai politik.
Ganjar Pranowo, misalnya, dipersepsi sangat disukai kelompok Kristen dan etnis Tionghoa. Kader Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI Perjuangan) itu bahkan nyaris jadi capres pujaan kelompok Kristen dan etnis Tinghoa.
Baca Juga: Prabowo ke China Bawa Tommy Winata dan Prayogo Pangestu, Siapa Dua Taipan Itu
Namun politisi berambut putih itu dipersepsikan tak disukai umat Islam. Alasannya, Gubernur Jawa Tengah itu dipersepsi kurang dekat dengan kelompok atau umat Islam. Padahal - semua tahu - Ganjar menganut agama Islam.
Bahkan Ganjar dianggap kurang dekat dengan pengurus NU di Jawa Tengah sekalipun. Informasi dari teman-teman aktivis NU di Jateng, Ganjar selama menjabat Gubernur Jawa Tengah kurang komunikatif dengan pengurus NU. Padahal NU dikenal sangat moderat, inklusif dan ausath (tengah-tengah).
Nah, berdasarkan persepsi itu lantas muncul anggapan bahwa Ganjar tak disukai kelompok Islam. Terutama kelompok Islam formalis dan garis keras. Padahal - sekali lagi - Ganjar adalah muslim.
Baca Juga: Presiden Jokowi Ultah ke-63, Prabowo, Khofifah, hingga Anies Ucapkan Selamat
Tentu persepsi itu tak sepenuhnya benar. Buktinya, banyak “tim sukses” Ganjar yang terdiri santri atau kelompok Islam.
Lain lagi dengan Anies Baswedan. Capres Partai Nasdem itu justru dipersepsikan tak disukai kelompok Kristen dan etnis Tionghoa. Persepsi itu muncul, terutama terkait dengan serangan-serangan secara beruntun para pimpinan Partai Solidaritas Indonesia (PSI) terhadap mantan Gubernur DKI Jaya itu. Hampir tiap hari pengurus PSI menyerang Anies.
Baca Juga: Cawe-Cawe Jokowi Jilid II, Disebut Jegal Anies dalam Pilgub DKI 2024
Publik menengarai bahwa PSI cenderung identik dengan kelompok Kristen dan etnis Tionghoa. Kenapa? Pertama, hasil Pemilu 2019 menunjukkan bahwa basis dukungan PSI berada di perumahan-perumahan Kristen dan Tionghoa.
Kedua, PSI menjadi pendukung utama Ahok, politisi yang jadi simbol Kristen dan etnis Tionghoa. Bahkan para politisi PSI banyak yang belum move on terkait dengan kekalahan Ahok dalam pemilihan Gubernur DKI Jakarta 2017. Salah satu contok, pengurus PSI sering menyerang Anies dalam setiap peristiwa, meski tak terkait langsung.
Bahkan tragedi meledaknya Depo Pertamina Plumpang langsung dikaitkan dengan Anies Baswedan sebagai Gubernur DKI. Padahal yang menjabat Komisaris Utama Pertamina adalah Ahok. Sementara Anies sudah purna dari jabatannya sebagai Gubernur DKI.
Baca Juga: Kehilangan 9 Kursi DPRD DKI Gegara Musuhi Anies, PDIP Bakal Dukung Anies dalam Pilgub DKI?
Serangan kepada Anies Baswedan itu dilakukan elit PSI bersama sebagian elit PDI Perjuangan yang dalam beberapa hal satu visi dengan PSI.
Nah, dari berbagai manuver serangan itu mengukukuhkan persepsi publik bahwa Anies tak disukai kelompok Kristen dan etnis Tionghoa.
Namun tentu persepsi itu tak sepenuhnya benar. Sebab, seperti halnya Ganjar, ada juga penganut Kristen dan Tionghoa mendukung Anies. Bahkan ada konglomerat etnis Tionghoa disebut-sebut berada di belakang Anies Baswedan.
Baca Juga: Tragedi Sosial, Tak Bisa Belikan iPhone, Seorang Ayah Berlutut Minta Maaf pada Putrinya
Hanya saja arus utama kelompok Kristen dan etnis Tionghoa memang dipersepsikan tak menyukai Anies.
Lalu berapa jumlah penduduk Kristen atau Nasrani di Indonesia? Sedemikian signifinakah dukungan kelompok Kristen dan etnis Tionghoa?
Berdasarkan data Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri pada Juni 2022, jumlah penganut Kristen atau Nasrani berkisar 29,01 juta jiwa. Atau 10,53 persen dari jumlah total penduduk Indonesia. Jumlah penduduk Indonesia per 31 Januari 2023 sebanyak 273,52 juta jiwa.
Baca Juga: WNA asal China Tewas, Usai Terpeleset ke Jurang Kawah Ijen Banyuwangi
Rinciannya, menurut data di databoks.katadata.co.id, 20.55 juta penganut Kristen, sedang 8,46 juta menganut Kristen Katolik.
Pulau Sumatra merupakan warga penganut Kristen terbesar se-Indonesia, sekitar 6,54 juta jiwa atau 22,55 persen.
Kemudian Maluku dan Papua sekitar 5,64 juta jiwa atau 19,43 persen. Lalu Jawa sekitar 5,18 juta jiwa atau 17,86 persen, Bali dan Nusa Tenggara sekitar 5,08 juta jiwa atau 17,52 persen.
Baca Juga: Saksi AMIN Beberkan Kecurangan Pemilu di Sampang: Oknum Polisi Minta Coblos 02 Biar Aman
Sedang di Sulawesi penganut Kristen sekitar 3,46 juta jiwa atau 11,91 persen, dan Kalimantan sekitar Rp 3,11 juta jiwa atau 10,73 persen.
Meski jumlah penganut Kristen di Indonesia hanya 10,53 persen. Tapi mereka – terutama etnis Tionghoa – menguasai sentra-sentra ekonomi Indonesia. Semua pasar dan komoditas dikuasai etnis Tionghoa.
Baca Juga: Tiongkok Banjir Mobil Listrik
Bahkan ada yang menyebut etnis Tinghoa menguasai 70 hingga 80 persen ekonomi Indonesia. Benarkah? Wallahua'lam.
Yang pasti, setiap Forbes mengumumkan orang terkaya Indonesia dan dunia, pengusaha etnis Tionghoa Indonesia selalu nangkring di ranking paling atas alias nomor wahid.
Karena itu, diakui atau tidak, sangat berpengaruh terhadap pilpres.
“Memang uang bukan segala-galanya. Tapi segalanya butuh uang, “ kelakar KH Ahmad Hasyim Muzadi, almaghfurlah, ketua umum PBNU dua periode.
Lantas bagaimana dengan Prabowo Subianto, Khofifah Indar Parawansa, Mahfud MD, Puan Maharani, Erick Thohir, Muhaimin Iskandar, Sandiaga Uno, Yenny Wahid dan Capres lain? Silakan tunggu tulisan berikut di BANGSAONLINE? (tim)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News