Oleh: Dr. KH. A Musta'in Syafi'ie M.Ag*
60. Fatawallaa fir’awnu fajama’a kaydahu tsumma ataa
Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Life Begins at Fourty
Maka, Fir‘aun meninggalkan (tempat itu), lalu mengatur tipu dayanya. Kemudian, dia datang kembali (pada waktu dan tempat yang disepakati).
61. Qaala lahum muusaa waylakum laa taftaruu ‘alaa allaahi kadziban fayushitakum bi’adzaabin waqad khaaba mani iftaraa
Musa berkata kepada mereka (para penyihir), “Celakalah kamu! Janganlah kamu mengada-adakan kedustaan terhadap Allah, nanti Dia membinasakan kamu dengan azab. Sungguh rugi orang yang mengada-adakan kedustaan.”
Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Teori Shalahiyah dan Ashlahiyah pada Putusan MK Terkait Batas Usia
62. Fatanaaza’uu amrahum baynahum wa-asarruu alnnajwaa
Mereka berbantah-bantahan tentang urusannya dan merahasiakan percakapannya.
TAFSIR AKTUAL
Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Tentukan Hak Asuh, Nabi Sulaiman Hendak Potong Bayi Pakai Golok
Kira-kira begitulah gambaran perasaan para ahli sihir Fir’aun. Mereka sangat mengerti bahwa apa yang dilakukan Fir’aun itu salah, tidak benar, dan keterlaluan. Tapi mereka tidak bisa lepas dari cengkeraman istana, karena risikonya mati dan keluarganya sirna.
Mereka menggantungkan hidup pada istana, termasuk semua kebutuhan-kebutuhan keluarga. Kompensasinya adalah mempertajam dan berhebat-hebat dalam ilmu sihir saja. Dan Fir’aun punya kepentingan soal itu demi melanggengkan kekuasaannya.
Ketika Nabi Musa A.S. dan Nabi Harun A.S. tanpa diundang masuk istana Fir’aun dan berdakwah secara berhadapan dan sangat pede, para ahli sihir itu geleng-geleng kepala dan sangat kagum. “Ini pasti bukan orang sembarangan”.
Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Panduan dari Nabi Daud dan Nabi Sulaiman untuk Memutus Kasus Perdata
Hal yang sama dengan tesis di atas, ketika para ahli sihir itu harus turun di gelanggang dan berhadapan dengan Nabi Musa A.S., mereka berbisik-bisik satu sama lain. Bahkan ada yang grogi lebih dulu, menyerah sebelum bertanding. Pihak lain marah dan tetap terus bertarung. Akhirnya, mereka bertengkar, “fa tanaza’u amrahum wa asarru al-najwa”(62).
Para ulama mencoba menerka, bisik-bisik mereka itu tentang apa. Antara lain: Pertama, tentang hakikat yang dimiliki nabi Musa A.S. Kalau itu sihir, maka kita bisa menandingi. Tapi kalau benar-benar mukjizat, maka habislah kita.
Kedua, ya sudah. Begini saja, kita tetap bertarung. Jika kita menang, maka kita tetap ikut Fir’aun. Tapi jika kita kalah, maka kita lari dan ikut Musa. Ini rahasia dan jangan dibocorkan. Dan, ternyata apa yang mereka khawatirkan itu terjadi dan mereka benar-benar kalah telak.
Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Cara Hakim Ambil Keputusan Bijak, Berkaca Saja pada Nabi Daud dan Sulaiman
Semua ular jadian ditelan habis oleh ular Musa yang mukjizat. Lalu, sebagian besar dari mereka lari dan memeluk agama Musa A.S.
Di sinilah, hidayah Tuhan itu kadang datang belakangan dan paling akhir. Seperti ahli sihir Fir’aun ini, menyerah dan memeluk islam setelah ilmu mereka ditundukkan. Habis dan habis serta tidak ada yang diandalkan. Iman mereka adalah sah, jika benar-benar serius dan sungguhan. Adu kesaktian itu hanyalah perantara saja, perantara datangnya hidayah. Allah a’lam.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News