JAKARTA, BANGSAONLINE.com – Prof Dr Koentjoro mengecam Presiden Joko Widodo (Jokowi) mencla-mencle sebagai kepala negara, padahal Jokowi orang Solo.
“Mencla-mencle, sebagai seorang kepala negara itu sabdo pandito ratu, apalagi dia orang Solo,” tegas Prof Dr Koentjoro dalam acara Satu Meja the Forum KOMPAS TV, Rabu (7/2/2024).
Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Life Begins at Fourty
Prof Koentjoro mengakui bahwa situasi yang terjadi saat ini tidak lepas dari kekeliruan UGM menempatkan Jokowi terlalu tinggi dan kerap memuja-muja.
“Kalau dulu kita puja-puja, barangkali kesalahan fatal kita menempatkan terlalu tinggi, sehingga merasa tidak pernah salah,” kata Koentjoro.
Prof Koentjoro bersama para guru besar Universitas Gadjah Mada (UGM) belakangan ini sangat keras mengeritik Presiden Jokowi karena dianggap telah banyak menyimpang, mencederai demokrasi dan konstitusi. Bahkan Guru Besar Psikologi UGM.
Baca Juga: Dukung Swasembada Pangan, Menteri ATR/BPN: Butuh Tata Kelola Pertanahan yang Baik
“Kasus MK, cacat! Dan kasus MK itu sebenarnya mengajarkan pada kita bahwa hasil itu tidak pernah meninggalkan proses,” ujar Koentjoro dikutip Kompas.
Karena itu, tegas Koentjoro, dalam Petisi Bulaksumur ditegaskan ada tindakan yang menyimpang terjadi di pemerintahan Presiden Jokowi.
Bukan hanya itu, Koentjoro juga mengkritisi pembenaran-pembenaran hingga kebohongan yang dilakukan oleh pemerintahan Jokowi.
Baca Juga: Vinanda-Gus Qowim dapat Pesan Peningkatan Industri Pariwisata dari Jokowi
“Jadi intinya banyak kebohongan-kebohongan yang dilakukan atas nama bansos, atas nama yang namanya kampanye, tidak boleh kampanye, atas nama tidak boleh berpihak, tetapi semuanya itu dilanggar,” ujar Koentjoro geram.
“Karena itu apa, kita dengan cinta kasih kita sebagai orang UGM, karena semuanya kan orang UGM di situ, karena itu jangan sampai nama baik UGM itu hancur, karena itu apa, kita ingatkan.”
Koentjoro juga mengaku merasa sakit dengan pernyataan orang dekat Jokowi, yaitu Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan, karena menyebut sikap sivitas akademika partisan.
Baca Juga: Warisan Buruk Jokowi Berpotensi Berlanjut, Greenpeace Lantang Ajak Masyarakat Awasi Prabowo-Gibran
“Bahkan yang menurut saya sakit itu adalah kita dikatakan partisan, berpihak, kita berpihak pada siapa? Wong di 01 itu ada Anies dan Muhaimin, itu UGM, kemudian di nomor 3 ada Ganjar-Mahfud itu UGM, lalu di 02 ada representasi Gibran, anaknya Jokowi, tapi ada juga di situ tokoh partainya, Airlangga Hartarto,” tegas Koentjoro.
“Kemudian yang di balik Pak Jokowi semua orang-orang UGM. Kalau semuanya nggak diingatkan, UGM yang hancur, karena dengan bahasa kasih, ayo Pak Jokowi kita kembali ke nilai-nilai dan jati diri UGM. Ayo Pak Jokowi kita jalankan demokrasi Pancasila dengan baik, tapi malah tanggapannya seperti itu.”
Presiden Jokowi memang alumnus UGM. Tapi para guru besar dan mahasiswa UGM kini kecewa karena ternyata Jokowi tak sesuai dengan nilai-nilai dasar UGM. Bahkan Presiden Jokowi dianggap telah banyak melanggar konstitusi dan keadaban sosial yang mempermalukan UGM.
Baca Juga: Di Banyuwangi, Khofifah Ucapkan Selamat untuk Prabowo dan Gibran
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News