SURABAYA, BANGSAONLINE.com - Soenarto Prawiro, Wali Kota Surabaya (1994 - 2002) pernah mengundang KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) untuk acara di Surabaya. Saat itu Gus Dur menjabat sebagai Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU).
Cak Narto – panggilan akrab Soenarto Prawiro – sangat takdzim dan hormat pada Gus Dur. Saking takdzimnya, saat menyampaikan sambutan, Cak Narto menyebut Gus Dur dengan panggilan Cak Gus Dur.
Baca Juga: Puisi Prof Dr 'Abd Al Haris: Pimpin dengan Singkat, Gus Dur Presiden Penuh Berkat
Mendengar pidato Cak Narto yang kocak itu, Gus Dur yang cucu pendiri NU dan Pesantren Tebuireng, Hadratussyaikh KH. M. Hasyim Asy’ari itu langsung tertawa.
Saat giliran Gus Dur berpidato, putra pahlawan nasional KH. Abdul Wahid Hasyim itu, menjelaskan arti Gus.
“Gus itu artinya Cak. Kalau manggil Cak Gus Dur berarti Cak-nya dobel,” kata Gus Dur yang langsung disambut tawa hadirin.
Baca Juga: Hadiri Haul Ke-15 di Ciganjur, Khofifah Kenang Sosok Gus Dur Sebagai Pejuang Kemanusiaan
Cak Narto yang duduk di kursi depan ikut tertawa. Cak Narto adalah Wali Kota Surabaya yang menginisiasi pembangunan Masjid Al-Akbar Surabaya.
Selama ini panggilan Gus identik dengan putra kiai. Panggilan Gus merupakan panggilan kehormatan untuk putra kiai.
Panggilan Gus sangat populer di lingkungan pesantren. Tapi arti Gus, kata Gus Dur, adalah Cak.
Baca Juga: Tak Ada Data, Keluarga Kiai Besari Minta Gus Miftah Tak Ngaku-Ngaku Keturunan Kiai Besari
Yang menarik, belakangan panggilan Gus malah menjadi komoditas dan legitimasi politik. Orang yang ingin mendapat pengakuan masyarakat menyosialisasikan dirinya dengan panggilan Gus. Bahkan orang yang sudah populer dengan panggilan Cak mengubah nama panggilannya dengan Gus.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News