SURABAYA, BANGSAONLINE.com - Pemerintah Kota Surabaya terancam akan sanksi pada tahun anggaran 2016 dari pemerintah pusat jika masih menahan pencairan anggaran atau serapan APBD rendah pada tahun anggaran 2015.
"Kami menyesalkan jika Surabaya mendapatkan sanksi akibat rendahnya serapan APBD ini," kata anggota Komisi C DPRD Surabaya, Vinsensius Awey, Minggu (23/8).
Baca Juga: One Voice SMPN 1 Surabaya Raih Juara Dua Kategori Bergengsi di SWCF 2024
Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro, di Jakarta, Jumat (21/8) mengatakan sejak 2011 hingga Juni 2015 masih ada dana pemerintah daerah di perbankan, yang "menganggur" hingga Rp 273,5 triliun. Jumlah itu bisa meningkat. Kondisi itu bisa menghambat pembangunan daerah.
Kemenkeu mencatat untuk tingkat pemerintah Kota yang masih mempunyai dana menganggur atau "idle" di bank nasional dan bank daerah hingga Juni 2015, Surabaya menduduki posisi teratas disusul Medan, Cimahi, Tangerang dan Semarang.
Sanksi yang diberikan berupa penyaluran non tunai dalam bentuk Surat Berharga Negara (SBN). Penyaluran non tunai dilakukan melalui konversi penyaluran dana alokasi umum atau dana bagi hasil dalam bentuk surat berharga negara bagi daerah yang mempunyai dana 'idle' di bank dalam jumlah yang tidak wajar.
Baca Juga: SWCF 2024 Jadi Ajang Kenalkan Seni dan Budaya Surabaya ke Kancah Internasional
Menurut Awey, tingginya dana idle menunjukan redahnya serapan APBD, khususnya serapan di Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga Pematusan Surabaya yang mana sampai Agustus 2015 baru terserap 18 persen.
"Sedangkan di Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang sampai dengan Agustus baru sekitar 29 persen. Total Realisasi Belanja Pemkot sampai Agustus baru 39 persen," kata dia.
Dia mengatakan dana besar yang mengendap di perbankan dengan bunga yang sangat kecil, seharusnya disalurkan ke program pembangunan infrastruktur dan peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Baca Juga: Pemkot Surabaya Raih UHC Award 2024, Anggarkan Rp500 Miliar per Tahun untuk Warga Berobat Gratis
Apalagi ditengah himpitan ekonomi seperti saat ini, lanjut dia, nilai mata uang rupiah melemah terus dan daya beli masyarakat rendah. "Seharusnya serapan yang baik dari Pemerintah setidak-tidaknya akan dapat memberikan kontribusi positif bagi dorongan pertumbuhan ekonomi di kota Surabaya," ujarnya.
Tahun lalu, kata dia, terjadinya peningkatan sisa lebih perhitungan anggaran (Silpa) APBD sehingga terhenti penyaluran DAK (Dana Alokasi Khusus).
"Pemkot tidak pernah mau belajar dari prestasi buruk tahun sebelumnya. Saat ini terulang lagu dimana Surabaya tercatat sebagai kota penimbun dana APBD teratas," ujar dia.
Baca Juga: Anak Anggota DPRD Surabaya Jadi Korban Jambret di Galaxy Mall
Sekretaris Kota (Sekkota) Surabaya Hendro Gunawan hingga kini belum bisa dikonfirmasi. Saat dihubungi melalui ponselnya tidak aktif.
Kepala Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang Kota Surabaya Eric Cahyadi mengatakan sebetulnya yang lebih mengetahui soal itu Badan Perencanaan Pembangunan Kota (Bappeko) Surabaya. Dia mengatakan untuk dana dari pemerintah pusat yang diserahkan ke Pemkot Surabaya itu di antaranya seperti Dana Alokasi Khusus (DAK) untuk Dinas Pendidikan dan cukai rokok untuk dinas kesehatan.
"Sedangankan untuk dinas saya untuk perbaikan kampung. Tapi ini belum bisa dijalankan karena juknisnya belum turun dari pemerintah pusat," ujar dia.
Baca Juga: Kampung Madani di Krembangan, Wujud Semangat Gotong Royong Masyarakat
Saat ditanya serapan rendah di Dinas Cipta Karya, Eric menjelaskan bahwa serapan anggaran di dinasnya sampai sekarang sudah mencapai 60 persen.
"Jika ada yang mengatakan 29 persen, itu perencanaan yang ada di aplikasi e-project. Tapi yang jelas bulan Oktober-November itu penyerapan dan Desember diharakan bisa 100 persen. Tahun lalu capai 90 persen," ujarnya. (lan/ns)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News