SURABAYA, BANGSAONLINE.com - Kenaikan target cukai oleh pemerintah secara eksesif menjadi Rp 148,9 triliun atau naik 23 persen dibandingkan dengan target cukai 2015 Rp 120,6 triliun rupiah membuat industri tembakau terancam hancur.
Aliansi Masyarakat Tembakau Indonesia (AMTI) dengan tegas menolak keputusan tersebut.
Baca Juga: Komitmen Wujudkan Hilirisasi Dalam Negeri, Antam Borong 30 Ton Emas Batangan Freeport
“AMTI sebagai representasi masyarakat tembakau menolak dengan keputusan ini. Ironis, mengingat industri tembakau merupakan sumber utama penerimaan cukai Negara dan merupakan industri padat karya, tetapi pemerintah terkesan mengesampingkan kelangsungan industri tembakau nasional yang menjadi tumpuan mata pencaharian jutaan orang. Perlu menjadi catatan penting bahwa kenaikan target tahun 2016 mencapai 23 persen, dan bukan 7% seperti apa yang disampaikan pemerintah,” ujar Budidoyo, Ketua AMTI.
Menurut dia, kenaikan cukai 23% tersebut adalah upaya yang disengaja untuk membunuh industri hasil tembakau Indonesia. “Dengan kenaikan cukai rata-rata 7–9 persen setiap tahun saja, industri tembakau sudah sulit untuk berkembang. Ini malah akan meloncat ke 23 persen,” tandasnya.
Untuk itu, lanjutnya, AMTI menolak dengan tegas keputusan ini karena kenaikan cukai yang eksesif akan menjadi pendorong bagi makin maraknya peredaran rokok ilegal di Indonesia. “Kalau rokok ilegal makin marajalela, maka semua pihak akan dirugikan, yaitu pabrikan rokok legal, para pekerjanya, serta para petani tembakau dan cengkeh. Jangan lupa, pemerintah juga akan dirugikan karena rokok ilegal tidak bayar cukai,” tegas Budiono.
Baca Juga: Fungsi Kalkulator Forex Lanjutan: Melampaui Perhitungan Dasar
Dijelaskan dia, dampak yang dipastikan muncul dengan kenaikan cukai 23% adalah beredarnya rokok ilegal akan semakin menjamur. Hal ini telah menjadi ancaman tersendiri bagi keberlangsungan industri legal. Semakin mahalnya harga rokok legal karena harus membayar cukai yang tinggi, tentu akan semakin memicu perkembangan rokok illegal.
“Tidak semua orang memiliki kemampuan finansial yang mumpuni. Jika tidak mampu beli rokok legal yang harganya mahal karena cukainya yang tinggi, maka banyak orang akan menyiasatinya dengan membeli rokok murah yang ilegal dan tidak bayar cukai,” jelas Budidoyo.
Peredaran rokok illegal pada tahun 2014 mencapai 8% dari total produksi rokok nasional atau setara dengan 26,4 M batang, tambah Budidoyo.
Baca Juga: Freeport Dukung Transformasi Era Society 5.0 di 36 Sekolah
Selain itu, dampak yang sangat terasa bagi industri tembakau ialah penurunan volume produksi rokok akibat kenaikan tarif yang berlebihan. Imbasnya dirasakan langsung pada pendapatan petani tembakau dan cengkeh yang bergantung pada keberlangsungan industri hasil tembakau. Selain itu, para pedagang kecil juga pada gilirannya akan terimbas kenaikan tarif tersebut, khususnya jika daya beli masyarakat tidak cukup kuat. (nis)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News