BANGSAONLINE.com - Empat laki-laki terlihat sedang mengamplas batok kelapa yang sudah terpotong kecil-kecil. Setelah memastikan bahwa permukaan batok halus, mereka menggunakan bolpoin untuk menggambar bundaran. Bahan itu rencananya akan dibuat cincin.
Mereka adalah pasien yang menjalani rehabilitasi narkoba di Yayasan Merah Putih. RN, salah seorang pasien, sudah menjalani rawat inap di sana setelah dua tahun kecanduan sabu.
Baca Juga: Cegah Peredaran Narkoba dan Barang Terlarang, Petugas Gabungan Geledah Kamar WBP Lapas Tuban
Pekerjaannya di dunia entertain dan tongkrongan menjadi pintu masuk dirinya terjerat sabu.
Selama rehabilitasi, rutinitas harian RN terstruktur dengan baik. Di pagi hari, ia dan pasien lain melakukan bersih-bersih kamar tidur.
Setelah itu, mereka mengikuti sesi konseling hingga siang. Di malam hari, mereka mengisi waktu dengan ngaji. Sore hari sering kali digunakan untuk waktu kreatif, salah satunya membuat cincin dan gantungan kunci dari batok kelapa.
Baca Juga: Lapas II B Pasuruan Gandeng BNN Gelar Sosialisasi Bahaya Narkoba di Lingkungan Warga Binaan
"Kegiatan di sini itu padat, yang membuat sedikit banyak ada pengaruh ke diri saya. Gak ada waktu buat diem, pikiran ke narkoba itu sedikit demi sedikit berkurang. Sudah saya niatkan berhenti dari kecanduan, dan untuk memulai hidup baru setelah keluar dari sini, saya tidak mau kerja di dunia malam lagi," ujarnya.
Badan Narkotika Nasional (BNN) RI pada Kamis (31/10/2024). mengunjungi Yayasan Rehabilitasi Narkoba Rumah Merah Putih yang berada di Jalan Blimbing I, Sidoarjo.
Kedatangannya bertujuan untuk memantau layanan rehabilitasi dan mutu layanan sesuai dengan aturan. Suharti Saragi, Administrator Kesehatan Muda Deputi Bidang Rehabilitasi RI, mengatakan bahwa kegiatan itu sangat penting. Sebab, BNN memiliki standar yang harus diterapkan oleh siapa pun yang mendirikan rumah rehabilitasi, yaitu standar 8807-2022.
Baca Juga: Razia Tempat Hiburan Malam di Surabaya, Petugas Gabungan Temukan Anak di Bawah Umur
Pasalnya, berdasarkan Undang-Undang 35 Tahun 2009, BNN memiliki kewajiban sebagai pembina. Banyak hal yang disoroti, meliputi fasilitas medis maupun sosial, penanganan pasien, serta peran konselor, psikolog, dan dokter.
"Kenapa demikian? Karena pasien yang terpapar tidak hanya mengalami kerusakan fisik, tetapi juga psikis. Hubungan dengan keluarga, sosial, dan lingkungan mungkin menjadi rusak. Kami memiliki alat ukur untuk memastikan lembaga menggunakan alat yang seharusnya," kata Suharti Saragi.
Rumah rehabilitasi pun dituntut harus bisa menentukan sejauh mana tingkat paparan pasien. Ini penting untuk menentukan langkah pemulihan, apakah pasien perlu rawat inap atau rawat jalan. Makanya, pasien harus diidentifikasi dengan benar faktor pencetus terpapar.
Baca Juga: BNN Tuban Deklarasikan Kampus Bersinar di IIKNU
"Di rumah rehabilitasi manapun di seluruh dunia, tidak ada jaminan pasien tidak akan kecanduan lagi. Namun, kami memiliki cara untuk meminimalisir risiko tersebut, yaitu dengan konseling individu dan kelompok. Lalu ada lagi cara menanggulangi kemungkinan kambuh, sehingga ketika keluar dari rumah rehabilitasi, pasien bisa menghindari lingkungan yang membuat mereka terpapar. Kami ingin rumah rehabilitasi memastikan itu," ujar wanita yang akrab disapa Suharti.
Setidaknya ada 50 rumah rehabilitasi di Indonesia yang sedang dibina untuk mendapatkan status SNI, termasuk Yayasan Merah Putih.
Lima puluh rumah rehabilitasi tersebut sudah dilatih selama enam bulan. Saat ini, pihaknya sedang dalam proses menilai.
Baca Juga: Cegah Peredaran Narkoba, BNN Kota Kediri dan Ponpes Wali Barokah Tandatangani MoU
Sejauh ini, petugas menilai Yayasan Merah Putih sudah cukup baik. Salah satunya dibuktikan dengan catatan rekam medis setiap pasien yang tercatat dengan baik.
"Ini penting untuk memastikan semua pasien ditangani dengan benar. Karena kenyataannya, di tempat-tempat rehabilitasi, ada yang pasiennya dipasung atau direndam air panas dengan harapan bisa memulihkan pasien tanpa konsumsi. Namun, itu tidak berdasarkan bukti medis," tandasnya. (rus/adv)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News