SITUBONDO, BANGSAONLINE.com - Ratusan massa yang mengatasnamakan Pemuda Anti Korupsi (PAKO) mendemo kantor Dinas Pendidikan (Dispendik) Situbondo, siang tadi (28/9). Massa mengecam keras kebijakan Dispendik terkait pengadaan seragam batik untuk siswa Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP) yang terindikasi ada unsur pemaksaan kepada siswa dan ditengarai beraroma korupsi terkait pengadaannya.
Selain itu, massa menuding pengadaan batik terindikasi sarat penyimpangan, karena selain harga yang dinilai tidak sesuai dengan kualitas, batik yang di gunakan diduga dipesan dari luar daerah yang tidak menunjukkan kearifan lokal.
Baca Juga: KPK Siap Ladeni Praperadilan Bung Karna
"Itu saja sudah nyata-nyata bentuk kebohongan publik. Pengadaan seragam batik ini juga beraroma korupsi karena tidak ditenderkan, melainkan dimonopoli oleh Dispendik. Jangan heran kalau sekarang ada istilah 'Toko Batik Ala Diknas'," ujar Rudi Bagas, korlap aksi.
Dalam unjuk rasa tersebut massa juga menilai, seragam batik yang diwajibkan terhadap seluruh siswa SD hingga SMP juga dinilai tidak wajar. Untuk tingkat SD seharga Rp 110 ribu untuk siswa dan Rp 120 ribu untuk siswi. Sementara untuk siswa SMP seharga Rp 75 ribu per siswa.
"Jika ditotal dana yang terkumpul dari penjualan seragam batik itu mencapai sekitar Rp 4,5 miliar. Padahal kualitasnya cukup jelek jika dibandingkan dengan harga di pasaran. Harga kain batik yang terlalu mahal itu juga banyak dikeluhkan para wali murid. khususnya para wali murid yang ekonominya pas-pasan. Ini jelas sarat dengan penyimpangan," teriak Anang Sugik, salah seorang orator demo.
Baca Juga: Gelar Demo, Massa Aksi Desak KPK Tangkap Bupati Situbondo
Sementara itu, H Syamsul Arifin, Sekretaris Dispendik Situbondo saat menemui perwakilan massa bersama Kabid Dikmen Agus HP, membantah jika pihak Dispendik mengeluarkan telah rekomendasi pembelian seragam batik. Menurutnya, Dispendik hanya mengeluarkan rekomendasi jadwal penggunaan seragam batik oleh siswa di sekolah-sekolah di Situbondo.
"Kalau soal pengadaannya, itu dilakukan seorang pengusaha yang datang menawarkan barang. Selain harganya yang cenderung lebih murah, siswa juga diperbolehkan mencicil. Jadi bukan dinas yang berjualan," tepis Syamsul Arifin.
Namun, Syamsul tidak menjelaskan kepada perwakilan massa siapa pengusaha yang melakukan pengadaan seragam batik untuk siswa tersebut. Bahkan, Syamsul mengaku lupa nama pengusaha dan nama CV yang digunakannya.
Baca Juga: Klarifikasi 2 Kiai soal Korupsi Bupati Situbondo: Tidak Ada Penggeledahan KPK
Tidak puas dengan penjelasan yang disampaikan Syamsul, perwakilan massa memilih keluar dari ruangan. Massa mengancam akan melaporkan kepala Dispendik Situbondo ke Polres Situbondo terkait dugaan korupsi pengadaan batik yang membuat banyak orang tua siswa menjerit.
"Setelah aksi unjuk rasa ini selesai, saya pastikan perwakilan kami akan segera melaporkan Kepala Dinas Pendidikan Situbondo ke Mapolres terkait dugaan korupsi pengadaan batik ini. Dugaan korupsi batik ini harus diusut tuntas," pungkas Bagas.
(Baca juga: Diduga Sarat Korupsi, Oknum Pejabat Dispendik Situbondo Dipolisikan Terkait Pengadaan Seragam)
Baca Juga: KPK Geledah 3 Rumah Kiai di Situbondo
Pantauan di lapangan ratusan massa PAKO mengawali aksinya dari Jalan Wijaya Kusuma menuju kantor Dispendik Situbondo di Jalan Madura dengan konvoi sepeda motor, kendaraan bak terbuka, dan MPU. Setibanya di depan kantor Dispendik, massa langsung menutup ruas jalan dan berorasi.
Selain itu, massa juga membawa sejumlah poster bertuliskan kecaman terhadap pengadaan seragam batik yang diduga memberatkan orang tua siswa dan beraroma korupsi, diantaranya bertuliskan: 'Bersihkan Diknas dari Preman', 'Siswa Bukan ATM', 'Setelah Batik Apa Lagi?', dan sejumlah poster bernada kecaman lainnya.
Setelah beberapa saat berorasi, sejumlah perwakilan massa akhirnya diijinkan masuk ke kantor Dispendik. Mereka ditemui langsung Sekretaris Dispendik H Syamsul Arifin, Kabid Dikdas Hasyim dan Kabid Dikmen Agus HP. (had/rev)
Baca Juga: Selain Rumah Dinas Bupati Situbondo, KPK Juga Geledah Kantor PUPP dan 2 Rumah Pribadi
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News