Kiai Yusuf Hasyim Takut Jawa Timur Jadi Madiun Soviet Republic, Putra Hadratussyaikh Malah Difitnah

Kiai Yusuf Hasyim Takut Jawa Timur Jadi Madiun Soviet Republic, Putra Hadratussyaikh Malah Difitnah Prof Dr Usep Abdul Matin saat menyampaikan paparan dalam Seminar Pengusulan KH M. Yusuf Hasyim sebagai pahlawan nasional di ruang Al Marwah Masjid Nasional Al Akbar Surabaya, Ahad (16/3/2025). . Foto: HARIAN BANGSA

SURABAYA, BANGSAONLINE.com- Banyak sekali data dan dokumen terungkap dalam Seminar Pengusulan KH M. Yusuf Hasyim sebagai pahlawan nasional di ruang Al Marwah Masjid Nasional Al Akbar Surabaya, Ahad (16/3/2025).

Pak Ud – panggilan akrab putra bungsu Hadratussyaikh KH M Hasyim Asy’ari itu – ternyata jadi korban fitnah sehingga ditahan cukup lama tanpa bukti alasan yang kuat. Padahal, Kiai Yusuf Hasyim berjuang melawan PKI agar Jawa Timur tak jatuh jadi Madiun Soviet Republic – seperti yang diinginkan Amir Syarifuddin, tokoh kunci pemberontakan Madiun, disamping Muso.

Muso dan Amir Syarifuddin adalah tokoh utama komunis Indonesia yang mau menggulingkan pemerintah dan mau mendirikan negara Republik Indonesia Soviet.

Nah, di bawah ini wartawan BANGSAONLINE, M. Mas’ud Adnan, yang meliput seminar nasional yang dihadiri Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa dan para ulama, diantaranya Prof Dr KH Asep Abdul Chalim, Ketua Umum Persatuan Guru Nahdlatul Ulama (Pergunu), itu menuliskan untuk pembaca:

Salah satu pembicara dalam seminar nasional itu adalah Prof Usep Abdul Matin, PhD, Guru Besar Sejarah dan Kebudayaan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Yang menarik, paparan Prof Usep  itu menjadi kunci utama dalam seminar pengusulan KH Muhammad Yusuf Hasyim sebagai pahlawan nasional tersebut. Ketua Tim Peneliti dan Pengkaji Gelar Pusat (TP2GP) itu menampilkan materi khusus berjudul “Pak Ud Bebas dari Tuduhan”.

“Kiai Muhammad Yusuf Hasyim bebas dari tuduhan dan fitnah,” tegas Prof Usep yang alumnus Leiden University Belanda dan Duke University Amerika Serikat.

Guru besar yang baru pulang umrah itu kemudian menjelaskan secara kronologis. Menrut dia, pada Kamis 29 Maret 1956 pengadilan tentara (militer) di Jakarta yang dipimpin oleh Letnan Kolonel Wiryono Kusumo dan Penuntut Umum Jaksa tentara Mayor Tituler RRM Harahap telah mengambil keputusan untuk membebaskan terdakwa Letnan Infantri Satu (Lettu) KH Muhammad Yusuf Hasyim dari segala tuduhan.

“Jadi Pak Ud ini pada 1951 sampai 1953 dicurigai telah memberikan dukungan berupa pemberian senjata kepada anggota Darul Islam Kartosuwiryo, tentara Islam Indonesia (TII) dan pemberontak dari anggota Batalyon 426,” kata Prof Usep Abdul Matin.

KH Muhammad Yusuf Hasyim. Foto: Dok keluarga Tebuireng

Ketupusan pembebasan dari pengadilan militer di Jakarta tersebut, tegas Prof Usep, diberitakan oleh Surat Kabar Merdeka dan Suara Rakyat Republik Indonesia yang terbit 31 Maret 1956 di Jakarta.

Menurut Prof Usep, berita di surat kabar itu menjadi bukti bagi kita sekaligus penguat bahwa Pak Ud bebas berdasarkan keputusan pengadilan yang sah.

“Pak Ud benar-benar tidak terlibat dalam gerakan pemberontakan TII/DII, tidak terlibat dalam pemberontakan Batalyon 426,” tegas Prof Usep.

Bahkan, kata Prof Usep, menurut Facry Ali, pengamat politik Islam, komandan Batalyon 426 pernah datang ke rumahnya di Jakarta. Komandan itu bercerita bahwa Batalyon 426 saat itu mengalami kericuhan dan banyak disusupi PKI.

“Jadi ada kemungkinan ingin menjebloskan Pak Ud sejak awal,” kata Prof Usep kemudian.

Pada 31 Desember 1957 Menteri Pertahanan Republik Indonesia memberhentikan Kiai Yusuf Hasyim dengan hormat dari pangkat dan jabatan dalam dinas ketentaraannya sebagai perwira karena tidak memenuhi syarat-syarat kesehatan. Sehingga tidak bisa menjalankan tugas lagi sebagai militer dengan ucapan terima kasih atas jasa-jasanya selaku anggota Angkatan Perang.

“Ya tentu saja, kenapa kesehatannya menurun, karena dari 24 atau 20 Februari 1953 sampai tanggal dibebaskan tadi (29 Maret 1956), Pak Ud ditahan tanpa bukti alasan yang kuat,” ujar Prof Usep.

Menurut Prof Usep, Pak Ud sendiri tidak tahu kenapa ditahan. Pak Ud baru diberi tahu oleh ketua sidang pengadilan militer kenapa ia ditahan, setelah 17 bulan.

Ketua sidang pengadilan miiter itu bertanya kepada Kiai Yusuf Hasyim, apakah Anda tahu kenapa Anda sebelumnya ditahan?

“Pak Ud menjawab tidak (tahu),” jelas Prof Usep menirukan jawaban Kiai Yusuf Hasyim.

Prof Usep melanjutkan bahwa Kiai Yusuf Hasyim mengaku sangat terkejut ketika seseorang bernama Sayadi dibawa kepada Pak Ud dan mengatakan Pak Ud telah memberikan senjata. Kemudian Toha yang juga menuduh Pak Ud. Lalu ada orang lain lagi yang Pak Ud sama sekali tak kenal tapi menuduh Pak Ud.

“Saya tidak tahu mengapa orang ini memfitnah saya,” kata Kiai Yusuf Hasyim seperti ditirukan Prof Usep sembari mengatakan bahwa percakapan itu dimuat koran berbahasa Belanda yang terbit pada 18 November 1955.

Menurut Prof Usep, pembebasan Kiai Yusuf Hasyim dari segala tuduhan itu juga diperkuat oleh koran berbahasa Belanda, Nieuwsgier.

Dari koran berbahasa Belanda nomor 178, terbit Sabtu 31 Maret 1956 halaman 2. Prof Usep kemudian membaca berita berbahasa Belanda itu yang artinya: Yusuf Hasyim dibebaskan di semua kesaksian dari para saksi yang menuduhnya, 21 orang yang menuduh Pak Ud memberikan senjata kepada musuh negara, dalam kasus ini, tidak membuktikan terdakwa bersalah.

Selain berita pembebasan dari segala tuduhan yang dimuat berbagai surat kabar itu, menurut Prof Usep, Kiai Yusuf Hasyim juga mendapat berbagai penghargaan dari pemerintah Indonesia di masa Orde Lama atau Presiden Soekarno. Bahkan Presiden Soekarno mengangkat Kiai Yusuf Hasyim sebagai anggota DPRGR.

Bahkan Menteri Pertahanan RI Ir. H. Djuanda Kartawidjaja banyak sekali memberi penghargaan kepada KH Muhammad Yusuf Hasyim.

“Jadi sudah ada dua sumber primer. Sudah kita cari surat Keputusan pengadilan militer itu ada di ANRI tapi di tempatnya sudah tidak ada,” kata Prof Usep sembari menunjukkan foto kopi berbagai penghargaan yang telah dihimpunnya dari Pesantren Tebuireng.

“Jadi ini merupakan sumber primer yang menjawab pertanyaan Ibu Khofifah, apakah sudah ditemukan jawabannya. Alhamdulillah sudah,” tegas Prof Usep.

Menurut Prof Usep, semua perjuangan yang dilakukan Kiai Yusuf Hasyim, termasuk sebagai komandan Banser (Ansor), Sekjen PBNU dan memberantas PKI, adalah mencegah, jangan sampai Jawa Timur – khususnya Madiun – jatuh pada cengkeraman – apa yang dinamakan oleh Amir Syairifuddin - sebagai Madiun Soviet Republic.

“Itu yang paling ditakutkan Pak Ud. Dan itu adalah kepanjangan perjuangan dari Komite Hijaz dari Allahu yarham Hadratussyaikh Kiai Haji Hasyim Asy’ari. Jadi Kiai Hasyim Asy’ari dengan Mbah Wahab dan Kiai Chalim sudah menafsirkan dan menegaskan bahwa Indonesia harus ada dalam keadaan hurriyah

Hurriyah yang dimaksud adalah kemerdekaan dari jajahan asing, kemerdekaan bermadzhab, kemudian tidak boleh ada kekerasan. Komite Hijaz adalah respons terhadap kekerasan yang dilakukan oleh Ibnu Saud ketika menganeksasi Syarif Husein 1924,” tegas Prof Usep yang juga alumnus Monash University Australia.

Menurut Prof Usep, informasi perubahan konstelasi di Arab itu diterima oleh ulama yang bergabung dalam Komite Hijaz yang disesepuhi oleh Hadratussyaikh Syaikh Hasyim Asy’ari. Kemudian respons para kiai dalam Komite Hijaz itu oleh Kiai Abdul Chalim dikonsepkan sebagai almudharah yaitu politik lembut.

Menurut Prof Usep, apa yang dilakukan dan diperjuangkan Pak Ud untuk menahan dan mencegah agar Jawa Tmur – khususnya Madiun – tidak menjadi Madiun Republik, sebenarnya merupakan birrul walidain (berbuat baik untuk orang tua) dari program yang sudah ditegaskan oleh Komite Hijaz yang dipimpin oleh Hadratussyaikh Hasyim Asy’ari.

Karena itu di akhir paparannya, Prof Usep menyimpulkan bahwa Kiai Yusuf Hasyim sudah lolos dari syarat umum, tidak terkena pasal F. Artinya, Kiai Yusuf Hasyim tidak pernah terkena pidana dan dihukum berdasarkan pengadilan militer.

“Maka jawabannya terlepas dari pasal tersebut. Jadi Pak Ud sudah terbebas dari tahanan pidana. Tapi beliau adalah korban fitnah,” tegas Prof Usep mengakhiri paparannya. (mma)