
Oleh: Dr. KH. Ahmad Musta'in Syafi'ie
Rubrik Tafsir Al-Quran Aktual ini diasuh oleh pakar tafsir Dr. KH. A. Musta'in Syafi'i, Mudir Madrasatul Qur'an Pesantren Tebuireng Jombang, Jawa Timur. Kiai Musta'in selain dikenal sebagai mufassir mumpuni juga Ulama Hafidz (hafal al-Quran 30 juz). Kiai yang selalu berpenampilan santai ini juga Ketua Dewan Masyayikh Pesantren Tebuireng.
Tafsir ini ditulis secara khusus untuk pembaca HARIAN BANGSA, surat kabar yang berkantor pusat di Jl Cipta Menanggal I nomor 35 Surabaya. Tafsir ini terbit tiap hari, kecuali Ahad. Kali ini Kiai Musta’in menafsiri Surat Al-Anbiya': 95. Selamat mengaji serial tafsir yang banyak diminati pembaca.
95. Wa ḥarāmun ‘alā qaryatin ahlaknāhā, innahum lā yarji‘ūn(a).
Mustahil bagi (penduduk) suatu negeri yang telah Kami binasakan akan kembali (ke dunia),
TAFSIR
Setelah membicarakan umat terdahulu, ada yang shalih dengan balasan baik, bahkan diangkat sosok mulia, seperti Nabi Ayub A.S. sang penyabar, Nabi Zakariya A.S. sang luhur kepribadiannya, Maryam, gadis suci, dan lain-lain, juga disinggung ada yang bercerai berai dengan risiko kesengsaraan dan seterusnya.
Lalu, pada ayat ini ditegaskan, bahwa sebuah perkampungan, bangsa, negara, yang ditelah dibinasakan oleh Tuhan karena kedurhakaan penduduknya yang kelewat batas tidak akan pernah bisa kembali bangkit.
“wa haram ‘ala qaryah ahlaknaha annahum la yarji’un”. Pastinya, harus alih generasi, harus lahir generasi baru yang lebih baik dan tidak seperti pendahulunya.
Dari tesis ini terbaca, bahwa melestarikan budaya itu tidaklah mesti baik. Karena sifat budaya itu berbeda. Budaya yang buruk, bertentangan dengan agama, justru wajib ditinggalkan, harus dibinasakan secara tuntas agar Tuhan tidak murka seperti murka-Nya kepada nenek moyang terdahulu.