
MOJOKERTO, BANGSAONLINE.com - Menanggapi isu yang beredar mengenai dugaan selisih laporan keuangan sebesar Rp72 miliar di tubuh BPR Majatama, Komisi II DPRD Kabupaten Mojokerto menggelar rapat dengar pendapat (hearing) bersama jajaran manajemen bank milik pemerintah daerah setempat itu.
Ketua Komisi II DPRD Kabupaten Mojokerto, Elia Joko Sambodo, menyatakan bahwa rapat ini bertujuan untuk meminta klarifikasi langsung dari pihak BPR Majatama terkait dugaan ketidaksesuaian laporan keuangan yang mencuat ke publik. Ia menegaskan, setelah dilakukan verifikasi ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK), masalah tersebut tidak berkaitan dengan tindakan pidana.
“Dalam rapat tadi, kami mendapat penjelasan bahwa perbedaan angka Rp72 miliar itu muncul karena kendala teknis pada sistem pelaporan. Kami juga telah berkoordinasi dengan OJK dan diperoleh informasi bahwa masalah tersebut hanya disebabkan oleh salah penempatan angka dalam aplikasi pelaporan,” paparnya saat dikonfirmasi, Senin (2/6/2025).
Ia juga menekankan, BPR Majatama merupakan aset milik Pemkab Mojokerto yang melayani masyarakat, sehingga penting bagi DPRD untuk memastikan transparansi dan menjaga kepercayaan publik.
“Kami berharap isu ini segera tuntas agar kepercayaan masyarakat terhadap BPR Majatama tetap terjaga. Ke depan, kami akan mendorong penguatan permodalan melalui pembahasan dengan Badan Anggaran, dengan target dukungan anggaran hingga Rp50 miliar guna pengembangan sektor UMKM,” ujarnya.
Sementara itu, Direktur Utama BPR Majatama, Tri Hardianto, juga menegaskan bahwa kondisi keuangan bank masih dalam kategori sehat. Menurutnya, kesalahan data tersebut terjadi akibat perbedaan format antara sistem milik OJK, Apolo, dengan aplikasi publikasi mereka.
“Penginputan data kami di sistem Apolo sudah sesuai, namun saat ditampilkan dalam aplikasi publikasi terjadi kekeliruan konversi. OJK pun sudah menerbitkan surat klarifikasi bahwa ini hanya perbedaan format, bukan pelanggaran,” katanya.
Tri menjelaskan lebih lanjut, selisih Rp72 miliar itu muncul karena kekeliruan penghitungan antara aktiva yang seharusnya bernilai positif tetapi terbaca negatif, sehingga menyebabkan perbedaan signifikan dalam hasil akhir.
Secara operasional, BPR Majatama memiliki pendapatan bulanan sekitar Rp600 juta dengan beban operasional sekitar Rp400 juta, sehingga masih menghasilkan keuntungan berkisar antara Rp200 juta hingga Rp1 miliar per bulan.
“Intinya, tidak ada unsur penggelapan atau tindak pidana. Ini murni kesalahan teknis pelaporan,” pungkasnya.