Petani Puncu Tolak Pematokan Lahan Eks HGU, Kantah Kabupaten Kediri Siap Evaluasi Data Fasos

Petani Puncu Tolak Pematokan Lahan Eks HGU, Kantah Kabupaten Kediri Siap Evaluasi Data Fasos Ratusan petani dari Desa Puncu saat demo ke Kantah Kabupaten Kediri. Foto: MUJI HARJITA/BANGSAONLINE

KEDIRI, BANGSAONLINE.com - Ratusan petani yang tergabung dalam Paguyuban Petani Puncu Makmur, Desa/Kecamatan Puncu, menggelar aksi unjuk rasa di depan Kantor Pertanahan (Kantah) Kabupaten Kediri, Kamis (28/8/2025). 

Aksi ini merupakan bentuk penolakan terhadap pematokan lahan yang dilakukan oleh BPN dan aparat di wilayah yang selama ini mereka garap.

Koordinator lapangan aksi, Jihad Kusumawan, menjelaskan bahwa pematokan dilakukan di lahan eks Hak Guna Usaha (HGU) milik PT Mangli Dian Perkasa yang telah direalisasikan untuk redistribusi kepada warga sejak 2024. Namun, pematokan justru dilakukan di lahan lain yang saat ini digarap oleh sekitar 70 Kepala Keluarga (KK) secara produktif.

“Kenapa titik redistribusi tanah (redis) berubah secara tiba-tiba? Kenapa yang sudah diagendakan sejak lama tidak dijalankan dan justru muncul pematokan baru tanpa sosialisasi?” ujar Jihad.

Menurutnya, BPN menetapkan lahan tersebut sebagai fasilitas umum (fasum) dan fasilitas sosial (fasos) tanpa pemberitahuan atau sosialisasi yang jelas kepada warga penggarap, sehingga menimbulkan keresahan.

Jihad menegaskan bahwa pihaknya tidak menolak program redistribusi tanah tahun 2024 di wilayah Cengkean, karena sudah direncanakan sebelumnya. Namun, ia mempertanyakan alasan pengalihan titik redistribusi ke lahan yang telah digarap puluhan tahun oleh petani.

Para petani juga menyoroti bahwa HGU PT Mangli Dian Perkasa telah berakhir pada tahun 2020. Berdasarkan Peraturan Presiden Tahun 2023 Pasal 14 dan 15, lahan HGU yang tidak diperpanjang dalam dua tahun wajib dimasukkan sebagai target objek reforma agraria (TORA).

"Kalau HGU sudah habis dan tidak diusulkan kembali, sesuai Perpres, maka sah jika petani menggarap lahan tersebut,” tegas Jihad.

Dalam aksi tersebut, petani menyampaikan sejumlah tuntutan kepada BPN Kediri, di antaranya menolak penetapan fasum-fasos di lahan garapan eks HGU, serta meminta kejelasan status lahan dan redistribusi tanah yang transparan dan adil.

Setelah berorasi, sebanyak 20 perwakilan warga diajak masuk ke kantor BPN untuk berdialog langsung dengan pihak instansi. Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Kediri, Junaedi Hutasoit, menyebut bahwa persoalan ini muncul akibat kesalahpahaman data.

"Namun setelah klarifikasi, ternyata mereka tidak menolak pengukuran atau sertifikasi. Mereka hanya menilai ada lokasi yang tidak sesuai,” terang Junaedi usai mediasi.

Ia menjelaskan bahwa warga keberatan dengan posisi salah satu blok fasos yang dinilai tidak berada di lokasi seharusnya. Pihaknya meminta masyarakat menyiapkan dokumen pendukung untuk dibandingkan dengan data pemerintah.

“Minggu depan, kami tunggu peta dari masyarakat. Akan kami bandingkan dengan data pemerintah. Kalau ada kekeliruan, pasti kami koreksi,” tegasnya.

Dalam pertemuan tersebut, BPN juga memaparkan data fasos yang dimaksud, termasuk lahan makam, jalan, saluran, dan aset pertanian daerah. Namun warga mengklaim posisi tersebut tidak sesuai. Mediasi lanjutan akan dilakukan setelah dokumen pembanding diterima. (uji/mar)