
DENPASAR, BANGSAONLINE.com – Pengembangan pariwisata di Bali mendapat sorotan, terutama karena mengancam sawah dan subak yang menjadi ciri khas bahkan ruh Pulau Dewata. Subak adalah sistem irigasi sawah tradisonal di Bali yang berbentuk organisasi adatsejak abad ke 11. Subak tidak hanya mengatur aliran air tapi juga mengandung spiritual dan ritual keagamaan khas Bali.
Ada kekeliruan serius dalam pengembangan pariwisata Bali. Pembangunan dilakukan secara ugal-ugalan tanpa kendali tata ruang yang jelas. Akibatnya, alih fungsi lahan pertanian berlangsung masih dan mengancam eksistensi subak. Data Wahana Lingkungan Hidup Indonesia melaporkan, setiap tahun rata-rata 2.288 hektar sawah hilang di Bali.
Ini paralel dengan data Badan Pusat Statistik (BPS) yang mencatat bahwa luas panen turun dari 110.978 hektar pada 2018 menjadi 103.803 hektar pada 2024. Sebagian besar lahan itu berubah menjadi vila, resor, restoran, hingga kafe, sementara sisanya menjadi pemukiman.
Ledakan jumlah wisatawan menjadi pemicu utama. Pada 2024 jumlah pengunjung Bali mencapai 16,4 juta orang. Ini membuat tekanan terhadap lahan makin berat. Pemerintah pusat pernah mengusulkan motorarium pembangunan pariwisata, tapi ditolak pemerintah daerah karena pariwisata menyumbang 66 persenn perekonomian Bali. Pemerintah provinsi pernah berjanji melindungi lahan pertanian melalui regulasi khusus, tapi aturan baru pun tak ditegakkan secara konsisten.
Bisnis pariwisata seharusnya tidak semata mengejar keuntungan jangka pendek, tapi diarahkan pada model yang ramah lingkungan dan berakar pada budaya lokal. Pemerintah dapat menempuh sejumlah Langkah tegas, dari membatasi Pembangunan baru hingga mengenakan pungutan khusus bagi wisatawan yang hasilnya dipakai untuk konservasi.
Bali bisa belajar dari pengalaman negara lain. Peru, misalnya. Pemerinta Peru membatasi jumlah pengunjung harian ke Machu Picchu agar situs warisan dunia itu tidak rusak oleh overtourism. Kosta Rika juga menjadi contoh bagaimana ekowisata dapat dijadikan strategi ekonomi nasional tanpa mengorbankan kelestarian hutan tropisnya. Dengan begitu, pengembangan pariwisata tidak sekedar menguntungkan investor, tapi juga menjaga warisan budaya dan alam yang menjadi napas tempat wisata seperti Bali.
Pembangunan pariwisata yang mengorbankan budaya dan lingkungan hanya akan menjadikan pesona Bali tinggal kenangan.