SURABAYA, BANGSAONLINE.com - Carut-marutnya pengelolaan BUMN, terkhusus Pelindo II, yang pernah dibahas dalam Pansus Pelindo II di DPR-RI, diseminarkan FISIP Unair dengan topik, "Berkaca Kasus Pelindo II: Menata Kelola BUMN", di Ruang Adi Sukadana, Minggu (22/11).
Dalam seminar ini, dihadirkan Syukur Nababan (Anggota Pansus Pelindo 2 DPR-RI), I Wayan Titip Sulaksana (Dosen Hukum Internasional Unair), dan Dr Imron Mawardi, dosen Fakultas Ekonomi Syariah Unair.
Baca Juga: Komitmen Wujudkan Hilirisasi Dalam Negeri, Antam Borong 30 Ton Emas Batangan Freeport
“Berbicara tentang tata kelola pemerintahan yang sekarang ini, membuat semua orang pada bingung, di mana sebuah tata kelola BUMN yang harusnya good governance, tetapi faktanya terjadi carut-marut, ada persinggungan antara bisnis, pemerintah, politik, dan kepentingan-kepentingan lain,” kata Budi Prasetyo, Wakil Dekan 1 FISIP Unair, di sela seminar, kepada BANGSAONLINE.
“Bagaimana sih tata kelola pemerintah berdasarkan new public management, yang katanya good governance, interaksi antara stakeholder seperti apa? Sehingga ketika melihat kasus Pelindo II ini, bisa menguraikan dalam kacamata perpektif teori,” tambah Budi Prasetyo.
“BUMN faktanya hanya dinikmati oleh birokratis, berorientasi ‘ke atas’: pertanggungjawaban hanya kepada atasan tetapi tidak pernah ada evaluasi dari bawah. Yang seharusnya dinikmati oleh pelanggan dan stakeholder (rakyat indonesia). Layak jika BUMN tidka bisa memberikan kontribusi besar untuk pendapatan negara,” kata Imron, seakan menjawab uraian Budi Prasetyo.
Baca Juga: Fungsi Kalkulator Forex Lanjutan: Melampaui Perhitungan Dasar
Imron, menawarkan solusi, yaitu penataan ulang manajemen dan struktur organisasi, dan mengurangi peran pemerintah, serta ada reformasi BUMN.
Lain lagi dengan Syukur Nababan. Dia melihat BUMN dari sisi Undang-undang. “Dasarnya adalah UUD 1945 pasal 33 (ekonomi), UU no 19, dan UU PT, UU no 17 tentang Keuangan Negara. Saya melihat, MK memutuskan bahwa BUMN merupakan rezim keuangan negara. Dengan memutuskan BUMN punya negara, tetapi anak perusahaan BUMN bukan punya negara. Ini yang membuat pengelolan merasa bahwa BUMN adalah Badan Usaha Milik Nenek moyang,” kata anggota DPR asal PDIP ini.
Adapun I Wayan Titip lebih banyak menyoroti tentang sepak terjang Kabareskrim Mabes Polri, Budi Waseso (Buwas) yang dengan berani mengobok-obok kasus pengadaan crane di Pelindo II, yang berakhir dengan dimutasinya Buwas menjadi kepala BNN.
Baca Juga: Freeport Dukung Transformasi Era Society 5.0 di 36 Sekolah
Dalam kesimpulan seminar ini, di antaranya, BUMN seharusnya penopang utama pendapatan pemerintah, kenyataannya Indonesia bisa mendapatkan keuntungan Rp 4 – 7 ribu triliun dari 121 BUMN. Tetapi kenyataan saat ini, pendapatan terbesar negara dari pajak. Maka, perlu mengembalikan BUMN sebagai penopang utama dan memaksimalkan pemasukan dari 121 BUMN ini.
Dan juga anak perusahaan BUMN juga milik rakyat, bukan milik perusahaan BUMN. Sehingga paradigma pengelola selama ini salah yang menganggap anak perusahaan BUMN milik perusahaan BUMN. Maka rakyat juga bisa menikmati keuntungan anak perusahaan BUMN bukan para atasan BUMN, karena bukan milik pribadi. (sby2/rev)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News