JAKARTA, BANGSAONLINE.com - Ketua Dewan Pertimbangan Partai Golkar Akbar Tandjung menanggapi keras perihal salah satu poin hasil konsolidasi DPP dan DPD hasil Munas Bali yang diselenggarakan pada Senin (4/1/2015) di Bali.
Konsolidasi itu kabarnya dipimpin Nurdin Halid yang merupakan Wakil Ketua Umum Golkar versi Aburizal Bakrie.
Baca Juga: Siapkan Atribut, Anis Galang Dukungan Jadi Calon Ketua DPD Golkar Gresik
Poin yang dimaksud oleh Akbar Tanjug adalah hasil konsolidasi di Bali memperingatkan kepada Dewan Pertimbangan untuk tidak memberikan saran dan masukan yang dinilai akan merugikan banyak pihak.
"Siapa itu Nurdin Halid? Pernah berbuat apa dia bagi Golkar? Di dalam AD/ART jelas kok kami selaku wantim bisa memberi masukan dan saran," tegas Akbar di kediamannya, Jakarta, Selasa (5/1).
Akbar menjelaskan bahwa fungsi terbentuknya dewan pertimbangan adalah memberikan masukan terhadap pengurus sewaktu-waktu. Saat ini, kata mantan ketua DPR tersebut, Golkar sedang dalam masalah yang krusial dan dewan pertimbangan merasa perlu untuk memberikan saran.
Baca Juga: Jadi Kandidat Ketua DPD Golkar Gresik, Anha: Regenerasi Saya Sudah 4 Periode
Akbar juga mengatakan bahwa pada saat konsolidasi DPP Munas Bali menghasilkan putusan mereka akan memperjuangkan untuk mendapatkan SK Kemenkumham tanpa harus menyelenggarakan Munas bersama.
"Mereka di salah satu putusannya juga meminta Menkumham untuk memberikan SK Kepengurusan. Jadi mereka sadar bahwa Munas Bali juga tidak sah secara hukum dan organisasi," lanjutnya.
Sebelumnya, Golkar versi Munas Bali yang dipimpin Aburizal Bakrie memberikan teguran kepada Ketua Dewan Pertimbangan Akbar Tandjung. Sanksi tersebut diberikan karena Akbar mendesak pelaksanaan Musyawarah Nasional Golkar.
Baca Juga: Anggota DPRD Sidoarjo Terima Beragam Keluhan saat Reses di Kebonsari
Dilansir tribunnews.com, Nurdin mengatakan Akbar tidak memiliki kewenangan mendesak pelaksanaan munas bersama dengan kubu Agung Laksono. Ia menjelaskan Munas merupakan kewenangan Ketua DPD I. Sedangkan Ketua DPD I Se-Indonesia tidak berkehendak melakukan Munas maupun Munas Luar Biasa sebelum 2019.
Di sisi lain Waketum Golkar kubu Ancol Priyo Budi Santoso menilai, hal itu berlebihan.
"Saya kaget pengumuman Pak Akbar hari ini ditegur. Saya kira ya silakan saja Pak Nurdin tegur, tapi menurut saya ini pernyataan berlebihan, terlalu sombong dan angkuh," ucap Waketum Golkar kubu Ancol Priyo Budi Santoso di gedung DPR, Jakarta, Selasa (5/1).
Baca Juga: Pilkada 2024 di Kabupaten Pasuruan, Golkar Kenalkan Calon Wakil Bupati ke Masyarakat
Priyo menyebut bahwa Akbar Tandjung adalah tokoh yang dihormati di Partai Golkar. Maka tidak sepantasnya ditegur hanya karena menyuarakan perlunya Munas digelar pada tahun 2016.
"Atas alasan hukum apa? Menurut saya berlebihan karena hari ini kita membutuhkan pikiran penyatuan Golkar seperti yang dilakukan Pak JK, Pak Akbar Tandjung, Pak Siswono dan senior lain," ujarnya.
"Semua orang tahu Pak Akbar, Pak JK adalah tokoh yang sangat dihormati, mereka saat ini sedang berupaya menyelamatkan Golkar. Pernyataan seperti itu jelas jauh dari norma tata krama," imbuh Priyo.
Baca Juga: 3 Anggota Dewan Ditetapkan Sebagai Pimpinan DPRD Trenggalek
Priyo menyebut gagasan Wantim yang disuarakan Akbar Tandjung harusnya disambut baik, karena itulah satu-satunya jalan damai rekonsiliasi Partai Golkar. Gagasan yang sama juga disuarakan oleh Jusuf Kalla dan senior Golkar lain.
"Dalam situasi Golkar yang vakum, hanya orang yang menginginkan Golkar hancur dan rusak yang tidak menginginkan Munas bersama," katanya.
"Saya mengimbau Ketua DPD I dan II Golkar agar bersama-sama mendukung Munas bersama untuk menyelamatkan Golkar. Jangan mau didekte orang-orang yang ingin Golkar hancur," pungkas Priyo.(trb/det/rev)
Baca Juga: Wardah Nafisah Pimpin Doa Deklarasi Pasangan MUDAH
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News