Minum Kopi di Kafe, Wanita Cantik Tewas, Kandungan Racun Lebih Kuat Dibanding yang Diminum Munir

Minum Kopi di Kafe, Wanita Cantik Tewas, Kandungan Racun Lebih Kuat Dibanding yang Diminum Munir Ditreskrim Polda Metro Jaya melakukan prarekonstruksi kasus kematian Mirna di Restoran Olivier, Grand Indonesia, Jakarta. foto: kompas

JAKARTA, BANGSAONLINE.com - Dosen psikolog forensik Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian, Reza Indragiri Amriel, menduga Wayan Mirna Salihin meninggal karena dibunuh. Perempuan berusia 27 tahun ini mengembuskan napas terakhir setelah menyeruput es kopi Vietnam di Olivier Cafe, Grand Indonesia, Jakarta, Rabu, 6 Januari 2016.

"Siapa pembunuhnya? Dugaan saya, bukan orang awam (umum) dan tidak semeja atau selokasi dengan korban (Mirna)," kata Reza. Reza menjelaskan, sianida--racun yang diduga membunuh Mirna--sebenarnya lebih sering dipakai untuk bunuh diri.

"Itu pun sangat-sangat sedikit," ujar Riza. Ia menegaskan, sebagai zat spesifik dan berefek dahsyat, sianida membutuhkan akses khusus untuk mendapatkannya. "Karena modusnya extra effort, maka besar kemungkinan pelaku mengganti alat pembunuhnya (dengan sianida)," katanya.

Karena itu, lebih sedikit kasus pembunuhan yang memakai racun. Menurut dia, pembunuhan yang pakai racun, seperti pelaku lainnya, ingin efek mematikan berlangsung cepat dan kecil peluang korban diselamatkan. "Tentunya (pelaku) tak ingin berada di lokasi saat korban menderita lalu tewas," ujarnya.

Untuk itu, Reza meminta kepolisian dapat mengungkap dan melakukan investigasi sampai tuntas dalam kasus ini. "Pembelian sianida via online juga perlu dipantau," katanya.

Adapun juru bicara Kepolisian Daerah Metro Jaya, Komisaris Besar Mohammad Iqbal, enggan menduga-duga terkait dengan penyebab kematian Mirna. "Tim masih bekerja untuk mengungkap kasus ini," kata Iqbal.

Direktur Reserse Kriminal Umum Komisaris Besar Krishna Murti mengatakan kematian Mirna tidak wajar, sehingga perlu dilakukan penyelidikan. "Apakah akibat gangguan kesehatan atau apa, ini sedang kami selidiki sebabnya," kata Krishna. Namun, Krishna enggan disebut penyelidikan ini karena dugaan pembunuhan.

Sebabnya, polisi tak boleh menduga-duga tanpa bukti yang jelas. "Intinya, pertama kami mencari keterangan pidana, apakah kelalaian atau apa. Kedua, kalau ini unsur pidana kami mencari tersangkanya."

Berdasarkan prarekonstruksi yang digelar, Senin, 11 Januari 2016, Mirna bersama dua rekannya Hani dan Jessica. Jessica datang lebih dulu ke kafe itu dan memesan cocktail, sazerac, dan es kopi Vietnam. Beberapa menit kemudian, Mirna datang bersama Hani. Saat akan meminum es kopi Vietnam itu, Mirna terlebih dulu mencium baunya.

Mirna kemudian menyeruput kopinya. "It's awful, it's so bad," kata Mirna, demikian seperti yang ditirukan Hani. Tak berapa lama, Mirna merasa kepanasan hingga kejang-kejang, dan mulutnya mengeluarkan busa.

Mirna sempat dilarikan ke Rumah Sakit Abdi Waluyo, Menteng. Nahas, saat sampai di rumah sakit, Mirna sudah tak bernyawa. Berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium, polisi menemukan zat beracun di dalam kopi yang diminum Mirna.

Sementara Pusat Laboratorium Forensik (Puslabfor) Polri mengindikasikan kandungan racun yang membunuh Wayan Mirna Salihin, lebih kuat ketimbang kadar racun yang menewaskan aktivis hak asasi manusia, Munir Said Thalib, pada 2004. "Ini karena kematian korban sangat cepat," ujar Kepala Divisi Humas Mabes Polri Inspektur Jenderal Anton Charliyan, Rabu (13/1).

Menurut Anton, racun yang berada di lambung Mirna bekerja sangat cepat. Anton menduga jenis racun itu adalah sianida, yakni zat yang sering digunakan petani untuk membunuh hama. Kata dia, zat itu dijual atas izin resep dokter, tapi dijual juga secara bebas.

Masalahnya, kata Anton, kecepatan zat sianida membunuh seseorang tidak seperti dalam kasus Mirna. Karena itu, sangat dimungkinkan adanya zat lain. "Bisa saja itu racun sianida yang dicampur dengan arsenik," katanya.

Anton membandingkan kematian Mirna dengan Munir. Menurut dia, hasil identifikasi Lembaga Forensik Belanda (NFI) menyebutkan Munir meninggal karena meminum racun jenis arsenik. Mereka menemukan timbunan racun warangan dalam darahnya.

Kandungan racun tersebut mencapai 3,1 miligram per liter darah. Padahal ambang batas kewajaran yang bisa diterima tubuh hanya 1,7 miligram. Bahkan, saat itu, NFI menemukan 465 miligram sisa racun yang masih mengendap di lambungnya. Munir meninggal enam jam kemudian setelah meminum racun tersebut.

Berbeda dengan kasus Mirna. Dia ditemukan meninggal hanya beberapa saat setelah meminum kopi ala Vietnam di Olivier Cafe. Dia sekarat sesaat setelah meminum kopi tersebut hingga mengalami kejang dan mulutnya berbusa. Nyawanya tidak tertolong saat dilarikan ke rumah sakit.

Karena itu, kepolisian menyatakan berhati-hati dalam menangani kasus ini. Anton mengatakan pihaknya berencana mengukur seberapa banyak kandungan racun yang masuk ke tubuh Mirna. Termasuk dengan melihat racun yang berhasil dicerna dan masuk ke tubuhnya.(tic/kcm/mer/trb)