Oleh: Dr. KHA Musta'in Syafi'ie MAg. . .
BANGSAONLINE.com - Ayat sebelumnya bertutur tentang kaum nabi Luth A.S. yang dibinasakan karena kedurhakaan yang kelewat batas. Mereka kaum homoseksual yang berani memaksa mensodomi tamu super ganteng yang sedang berkunjung ke rumah nabi Luth A.S. Padahal tamu itu para malaikat.
Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Life Begins at Fourty
Adzab terparah menimpa desa Shadaf, di mana letak geografis desa ini termasuk jalur yang dilewati para pedagang Arab ketika hendak menuju ke Siria atau lainnya. Jalur ini kemudian diabadikan dalam al-Qur'an sebagai bukti sejarah sebagai pelajaran bagi umat berikutnya. "wa innaha labisabil muqim" . (Desa Shadaf adalah jalur perdagangan yang nyata). "inn fi dzalik la'ayat li al-mukmninin". (Sebagai pelajaran bagi orang beriman).
Maksudnya, agar setiap kali para saudagar arab melewati desa itu bisa sadar dan beriman, karena pendustaan terhadap utusan Tuhan berarti bencana yang sewaktu-waktu menimpa diri mereka sendiri. Tidak perlu mencoba-coba, cukup belajarlah dari sejarah. Kemudian, apa aktualisasi dari kisah ini?
Pertama, sebagai orang beriman, kita dituntut mampu memetik pelajaran dari apa yang sudah terjadi, utamanya apa yang terlihat oleh pandangan mata kita. Ada orang meninggal, itu peringatan bagi kita, bahwa kita pasti menyusul. Maka kita lebih meningkatkan ibadah dan amal kebajikan.
Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Teori Shalahiyah dan Ashlahiyah pada Putusan MK Terkait Batas Usia
Saat kita melewati jalur Lumpur lapindo, apa yang terbersit dalam hati kita?
Pertama, bagi orang beriman, begitu melihat Lumpur Lapindo yang mengerikan itu, mereka pasti merunduk di hadapan Tuhan, lalu memetik pelajaran. Memang itu kesalahan manusia, tapi lebih dari itu adalah kehendak yang Maha Kuasa. Jika dipahami sebagai azab, maka apa dosa yang pernah mereka lakukan sebelumnya. Kemudian kita beristighfar, memohon agar terhindar dari dosa serupa, mendoakan dulur-dulur Lapindo lebih bagus ibadahnya, lebih rajin beramal shalih dan keadaan terus membaik melebihi sedia kala.
Kedua, bagi orang yang tidak menggunakan potensi keimanannya dan hanya menggunakan nafsunya, saat melintasi atau mendatangi lumpur Lapindo biasanya hanya melihat-lihat saja, mengagumi dan rekreasi. Mereka pulang hanya membawa kesan kepuasan, tanpa ada pelajaran maupun istighfar. (bangsaonline)
Baca Juga: Profil HARIAN BANGSA, Koran Lokal Jawa Timur, Kiai Jadi Pelanggan Setia Sejak Terbit Perdana
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News