Transformasi Politik NU

Transformasi Politik NU

Oleh: Salahuddin Wahid

Pengasuh Pesantren Tebuireng

Organisasi kemasyarakatan (ormas) dan parpol jelas amat berbeda, baik fitrah, tujuan, paradigmanya maupun UU yang mengaturnya. Tidak seperti ormas, parpol punya tujuan mengejar kekuasaan. Walaupun begitu, ormas dan parpol di Indonesia punya hubungan erat diantara mereka. Sejumlah peristiwa terkait masalah itu akan dikemukakan secara singkat dalam tulisan ini.

Partai Masyumi didirikan pada Nopember 1945 oleh banyak sekali ormas Islam (NU, Muhammadiyah, Syarikat Islam dan lain-lain) dan tokoh-tokoh Islam. Sayang sekali beberapa ormas Islam itu satu per satu menyatakan diri keluar dan mendirikan partai baru, dimulai oleh PSII, diikuti oleh NU dan Perti. Walaupun sudah menjadi partai sendiri, tetapi untuk masalah mendasar, partai-partai itu masih bekerja sama, seperti masalah dasar negara Islam pada persidangan Konstituante (1956-1959).

Setelah NU menjadi partai, dibawah naungan NU selain ormas yang sudah lama ada (Muslimat, Fatayat, Ansor), banyak ormas-ormas baru berdiri seperti Lesbumi (seni), Sarbumusi (buruh), Pertanu (petani) dan lain-lain. Keadaan serupa juga terjadi di partai-partai lain seperti PNI, Masyumi, PKI, PSII dan lain-lain. Kondisi seperti inilah yang membuat gerakan buruh atau petani tidak bisa bersatu menyusun kekuatan untuk memperjuangkan nasib mereka. Keadaan itu berlanjut sampai kini.

Golongan Karya didirikan oleh banyak sekali ormas pada awal tahun 1960-an.

Sejumlah ormas yang terkenal menjadi sayap Golkar, antara lain: MKGR, SOKSI, Kosgoro, al Hidayah dan MDI. Walaupun sudah sejak 1971 berperan aktif sebagai kekuatan politik terbesar, baru pada tahun 1998 Golkar secara resmi menjadi Partai Golkar. MKGR pernah menjadi partai pada pemilu 1999 tetapi tidak berhasil memperoleh kursi. Kosgoro terbelah dua dengan orientasi politik berbeda.

Pada 17/8/1967, 17 ormas Islam mendirikan Parmusi (Partai Muslimin Indonesia). Mereka antara lain: Muhammadiyah, Al Washliyah, Gasbiindo, Nahdlatul Wathan, PUI, PITI, dan Wanita Islam. Dalam proses penyederhanaan partai, pada Januari 1973 Parmusi bersama NU, PSII, dan Perti diharuskan melebur menjadi PPP. Pada 1998 Muhammadiyah berafiliasi dengan PAN walau tidak resmi. Pada 2008 sejumlah tokoh muda Muhammadiyah mendirikan PMB (Partai Matahari Bangsa) tetapi tidak berhasil masuk DPR.

Ormas Pembuka Jalan

Yang menarik, ada empat ormas pasca pemilu 2004 membentuk pengurus tingkat nasional, tingkat propinsi, tingkat kota/kabupaten. Setelah itu mereka membentuk partai dengan nama sama, dengan kepengurusan seperti di atas lalu dilanjutkan sampai tingkat kecamatan dan desa/kelurahan. Setelah itu ormas-ormas itu tidak jelas keberadaannya. Jadi dari awal memang pembentukan ormas itu tujuannya untuk menjadi pembuka jalan bagi partai yang akan dibentuk.

Saat ini empat ormas yang telah berubah menjadi partai itu, tiga di antaranya berhasil masuk DPR RI, yaitu Gerindra, Hanura, dan Nasdem. Partai Gerindra bisa muncul menjadi pemenang ketiga pemilu berkat ketokohan Prabowo Subianto dan dukungan dana yang besar. Hanura walaupun mengandalkan nama besar Wiranto dan sempat mendapat dukungan dana dan media dari Hary Tanoe, hanya muncul sebagai juru kunci. Seandainya ambang batas jumlah suara 3,5% dinaikkan menjadi 5%, Hanura harus berjuang keras untuk bisa masuk lagi ke dalam DPR.

Partai Nasdem bisa melejit walaupun merupakan partai termuda berkat dukungan Metro TV, dana termasuk dari Hary Tanoe dan kepopuleran Surya Paloh. Kasus Sekjen Patrice Rio Capella dalam tipikor terkait Gubernur Sumut akan menurunkan kepercayaan pemilih. Kalau Nasdem juga ikut mendukung RUU Pelemahan KPK, maka itu akan lebih menurunkan kredibilitas.

Saat ini Perindo sedang giat membentuk kepengurusan sampai seluruh kecamatan. Dukungan dana dan jaringan TV MNC grup diyakini akan mengulang prestasi Partai Nasdem karena pimpinan tim yang membidani kelahiran Partai Nasdem kini menjadi Sekjen Perindo. Kalau Perindo bisa melampaui ambang batas jumlah suara, maka akan ada tokoh lain yang tertarik mengikuti langkah empat partai di atas. Kalau tidak, dan Nasdem juga merosot suaranya, maka tidak akan ada lagi yang mengikuti langkah mereka.

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO