JAKARTA, BANGSAONLINE.com - Muktamar VIII Partai Persatuan Pembangunan (PPP) akhirnya memilih Romahurmuziy sebagai ketua umum PPP dengan cara aklamasi. Romi, sapaan akrab putera KH Tholhah Manshur ini, menjabat sebagai orang nomor satu di partai berlambang Kabah itu untuk periode 2016-2020.
"Berdasarkan persetujuan seluruh muktamirin yang hadir, maka saya menetapkan saudara Romahurmuziy sebagai ketua umum periode 2016-2021," ujar Suharso Monoarfa selaku pimpinan sidang pemilihan ketua umum pada Muktamar VIII di Asrama Haji, Pondok Gede, Jakarta, Sabtu (9/4/2016).
Baca Juga: Warga Jetis Ucapkan Janji Setia untuk Menangkan Pasangan Mubarok
Sesuai dengan pasal 2 ayat (2) tata tertib Muktamar VIII PPP, pemilihan ketua umum dan ketua formatur dilakukan melalui musyawarah untuk mufakat atau aklamasi.
Sebelumnya, dalam sidang pembahasan tata tertib, pemilihan ketua umum melalui musyawarah untuk mufakat disetujui oleh 1062 muktamirin. Sedangkan sebanyak 87 muktamirin menghendaki mekanisme voting.
Dalam sidang pemilihan ketua umum tersebut, Romi juga ditetapkan sebagai ketua tim formatur.
Baca Juga: Kasus Dugaan Penggelapan Dana Kompensasi Pileg 2019 PPP Sampang Dihentikan Polisi, Mengapa?
Sebagai ketua tim formatur, Romi bertugas menyusun komposisi pengurus harian DPP PPP selambat-lambatnya 14 hari setelah dirinya ditetapkan sebagai ketua.
Romi mengatakan akan membuka pintu untuk Djan Faridz yang sebelumnya masih menolak untuk dilangsungkannya muktamar. Ia tidak menginginkan perpecahan di dalam partai terus terjadi.
"Kami tidak akan menutup pintu, kami akan mengajak para pihak yang barang kali sampai detik ini tinggal sangat-sangat sedikit yang belum mau kembali bersama PPP. Karena partai ini membutuhkan urusan bersama. Saya kira itu," kata Romi usai pengukuhan sebagai ketua umum PPP pada Muktamar VIII PPP di Asrama Haji Pondok Gede, Sabtu 9 April 2016.
Baca Juga: Yusuf Rio Wahyu Prayogo-Ulfiyah Daftar ke KPU Situbondo
Ia mengatakan terus berupaya merangkul semua pihak yang masih menjadi anggota di PPP. Menurut Romi, pihaknya memang butuh waktu untuk merangkul pihak-pihak yang belum mau bergabung.
"Saya akan mengajak, kalau dikatakan kubu, sesungguhnya seluruh pengurus PPP dari kubu Djan Faridz hadir di muktamar ini. Bahkan Ibu Indah Suryadharma Ali, tadi dengar sendiri, beliau bersedia duduk di pengurusan ini. Tinggal Pak Djan Faridz hingga detik ini yang belum mau, dan masih mebutuhkan waktu, kami akan tetap ajak," tutur dia.
Sementara mantan Ketum PPP, Suryadharma Ali langsung mengucapkan selamat kepada Romi. Ia menyampaikan selamat diwakili istrinya, Indah Suryadharma yang tampak hadir di acara itu.
Baca Juga: Bambang-Bayu Daftar ke KPU Kota Blitar Diantar Kesenian Bantengan
"Saya mengucapkan selamat kepada Pak Romahurmuziy. Saya juga menyampaikan salam dari Pak Suryadharma," kata Indah Wardhatul, usai proses aklamasi pemilihan ketum di acara Muktamar PPP, di Asrama Haji, Pondok Gede, Bekasi, Sabtu (9/4).
Ditambahkannya, meski berada di tahanan, hati SDA selalu bersama PPP. "Yakinlah, meskipun beliau ada di sana, tapi jiwanya ada di sini bersama kita," jelasnya. Dalam kesempatan itu, Romi langsung meminta agar istri SDA bersedia menjadi bagian dari DPP PPP.
Berbeda dengan SDA Sekjen PPP kubu Djan Faridz, Dimyati Natakusumah memilih tak hadir di Muktamar PPP sekarang. Kenapa?
Baca Juga: PPP Deklarasi Dukungan ke Dhito-Dewi, Gus Makmun: Kita Dukung untuk Kebermanfaatan NU
"Ini masih proses hukum di MA di mana Pak Romy masih mengajukan PK. Jadi bagaimana dalam proses hukum yang masih berlangsung itu bisa menyelenggarakan Muktamar? Saya beda pahamnya di situ," ucap Dimyati Natakusumah dilansir detikcom, Sabtu (9/4).
Proses hukum dimaksud adalah Pengajuan Kembali (PK) yang diajukan kubu Romahurmuziy ke MA atas putusan yang memenangkan kepengurusan PPP kubu Djan Faridz. Menurut Dimyati, harusnya Muktamar PPP menunggu hasil PK di MA.
"Bagaimana kalau PK-nya Romy ditolak? Jadi ya hormati itu dulu. Nanti kalau PK menang, saya setuju apa yang dilakukan di Muktamar," ujar anggota komisi I DPR itu.
Baca Juga: 6 Parpol Serahkan Rekom dan Formulir B.1 KWK ke Barra-Rizal, Kiai Asep Siap Merangkul Partai Lain
Dimyati menegaskan bahwa hukum di atas politik, tapi dilanggar. Pertama saat Menkum HAM Yasonna Laoly menolak menerbitkan SK untuk PPP Djan, padahal putusan MA sudah terbit bernomor 601. Kemudian muncul PK, giliran kubu Romy (Muktamar Bandung -red) yang mengabaikan hukum dengan menggelar Muktamar.
"Harusnya politik menghormati hukum sebagai induk dari ilmu politik. Hukum tidak bisa di bawah politik. Pancasila itu di atas Presiden dan Wapres. Konstitusi di atas UU, tidak bisa UU di atas konstitusi. Putusan menteri, SK menteri sudah jelas di bawah UU. UU itu bisa dibatalkan oleh MK dan Peraturan Presiden bisa dibatalkan MA," paparnya.
"Kecuali sudah mengubah pasal 1 ayat 3 (UUD 1945) Indonesia adalah negara hukum. Saya orang yang konsisten dengan ilmu yang saya miliki, saya tidak mau ikut sana sini dalam arti tidak konsisten," tegas doktor hukum tata negara itu.
Baca Juga: PPP Deklarasi Jihad untuk Pemenangan Khofifah-Emil, Berikut 5 Alasannya
Meski begitu, Dimyati tak ambil pusing dengan Muktamar PPP yang digelar sejak Jumat (8/4) kemarin dan akan selesai Minggu (10/4) besok. Menurutnya, Muktamar itu baik-baik saja sebagai ajang silatuhrami.
"Biar saja, mereka Muktamar kan untuk silaturahmi. Silakan saja saya tak alergi. Mereka bagus saja kibarkan bendera PPP, dan silaturahmi yang dilakukan ya bagus," ucapnya. (jkt1/sta)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News