Dua Hakim Tipikor Ditangkap KPK, DPR Desak MA Direformasi Total

Dua Hakim Tipikor Ditangkap KPK, DPR Desak MA Direformasi Total Ketua PN Kepahiang, Bengkulu, sekaligus hakim adhoc tipikor Bengkulu, Janner Purba dikawal ketat petugas, saat tiba di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (24/5). foto: MI

JAKARTA, BANGSAONLINE.com - Kalangan DPR mendesak agar ada perbaikan besar-besaran di lembaga Makhamah Agung (MA). Desakan ini muncul sebagai buntut penangkapan dua hakim tindak pidana korupsi (Tipikor), yakni Ketua PN Kepahiang Bengkulu, Janner Purba, hakim adhoc tipikor Toton, dan panitera PN setempat, Badrudin, Senin (23/5) sore, di beberapa lokasi di Bengkulu.

Wakil Ketua Komisi III DPR Desmon J Mahesa menganggap kasus ini semakin mencoreng dunia pengadilan. "Ini mengindikasikan bahwa dunia peradilan kita ini telah kotor," kata Desmon di Gedung DPR, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (24/5) seperti dilansir detik.com.

Baca Juga: Pegawai MA Ikut Atur Perkara dan Tentukan Komposisi Hakim, Akui Terima Rp 500 Juta dari Pengacara

Menurut Desmon, lembaga peradilan kini sudah semacam arena perdagangan. Oleh sebab itu, dia meminta ada perbaikan besar-besaran di Mahkamah Agung (MA). "Ya reformasi total MA. Makanya kita usulkan RUU Jabatan Hakim, salah satunya usai pensiun. Agar hakim agung tidak kaya kartel sekarang," ujar politikus Gerindra ini.

Sementara itu, Wakil Ketua Komisi III Mulfachri Harahap berharap kasus OTT hakim ini hanya menyangkut beberapa oknum. "Kalau jadi gambaran umum, itu sangat menyedihkan," ujarnya terpisah.

Mulfachri sepakat bahwa perlu ada reformasi di MA. Caranya, MA tak boleh enggan belajar dari pihak-pihak lain. "Tidak ada salahnya kalau pimpinan MA bertukar pikiran, cari informasi apa yang harus dilakukan terkait reformasi yang sedang dilakukan di MA," ungkap politikus PAN ini.

Baca Juga: Kasus Suap Pejabat MA, KPK Geledah Rumah Pengacara Penyuap di Malang

Terpisah, usai melakukan OTT terhadap dua hakim tipikor dan satu panitera, KPK menyatakan pihaknya menyita uang Rp 650 juta yang diduga uang suap dari pihak berperkara terkait vonis putusan dugaan korupsi RSUD M Yunus yang disidangkan. "Total Rp 650 juta," jelas Plh Biro Humas KPK Yuyuk Andriarti dalam jumpa pers di KPK, Jl Rasuna Said, Kuningan, Jakarta, Selasa (24/5).

"Untuk keperluan mempengaruhi putusan. Karena ini akan disidangkan seharusnya hari ini," imbuh dia.

Penyerahan uang pertama dilakukan pada 17 Mei lalu sebesar Rp 500 juta. Pada 23 Mei kemarin, uang yang diserahkan sebesar Rp 150 juta. Uang ini nanti akan dibagikan untuk 2 hakim dan 1 panitera. Untuk besarannya masih belum ditentukan, namun uang semua disimpan hakim Janner. "Ini berdasarkan laporan masyarakat. Tapi kita sudah memantau cukup lama," tutur Yuyuk.

Dalam OTT ini, KPK menetapkan dua hakim tipikor dan pihak lainnya, sebagai tersangka kasus suap. "Setelah melakukan pemeriksaan 1x24 jam pasca penangkapan, KPK melakukan gelar perkara dan meningkatkan status peningkatan ke penyidikan untuk penetapan 5 orang tersangka," kata Plh Kabiro Humas KPK Yuyuk Andriarti dalam jumpa pers di KPK, Jl Rasuna Said, Kuningan, Jakarta, Selasa (24/5).

Selain Janner, tersangka lainnya yakni T hakim ad hoc Tipikor, BAB panitera Tipikor, ES, mantan Wadir RSUD M Yunus Bengkulu, dan SS mantan Kepala Bagian Keuangan RSUD.

"Terkait dengan OTT kasus memberi hadiah diduga perkara Tipikor penyalahgunaan honor dewan pembina RSUD M Yunus Bengkulu yang sedang disidangkan di Pengadilan Tipikor Bengkulu," jelas Yuyuk.

Yuyuk menjelaskan, penangkapan dilakukan pada Senin (23/5) di beberapa lokasi di Bengkulu. Para tersangka dijerat pidana melanggar UU Tipikor. "SS sebagai pemberi disangkakan melanggar pasal 6 ayat 1 atau pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau pasal 13 uu 1 tahun 1999. Penerima JP dan T melanggar pasal 13 huruf a dan B atau pasal 11 UU 31/1999. BAB kena pasal 12 huruf a b c atau pasal 6 ayat 2 atau pasal 5 atau 2 atau pasal 11 UU 31/1999," tutur Yuyuk.

Hal ini menambah daftar panjang aparat pengadilan yang terseret kasus korupsi dalam empat bulan terakhir. "KY kembali menyatakan keprihatinan yang mendalam atas peristiwa tersebut, persepsi dan kepercayaan publik diperkirakan akan terus menurun dengan berulangnya kejadian serupa," kata juru bicara KY Farid Wajdi kepada wartawan, Selasa (24/5).

Dalam catatan Komisi Yudisial (KY) sejak bulan Januari sampai dengan hari ini, sekitar 11 aparat pengadilan yang terseret kasus korupsi. Terdiri dari 3 pejabat pengadilan dan 8 hakim yang kasusnya muncul ke publik atau media. Belum lagi yang tidak terjangkau publikasi.

"Menindaklanjuti hal ini, desakan kepada Mahkamah Agung (MA) agar lebih terbuka dalam proses pembenahan internal demi mencegah terulangnya kejadian serupa menjadi semakin relevan," cetus Farid.

Pengawasan itu tidak ditujukan untuk tujuan merusak, tetapi justru untuk mengembalikan kepercayaan publik yang telah semakin terpuruk.

"Harus ada langkah progresif dari aspek internal MA untuk melakukan evaluasi dalam rangka menjaga kehormatan dan martabat peradilan," cetus Farid.

KY secepatnya akan mengambil langkah konstruktif dengan melakukan koordinasi dengan KPK dan MA untuk kemudian dilanjutkan dengan langkah-langkah yang bisa diambil sesuai dengan kewenangan konstitusional yang dimiliki. Termasuk lebih memperketat pengawasan dan internalisasi kode etik kepada para hakim serta perbaikan sistem promosi dan mutasi.

"Sekali lagi peristiwa ini harus menjadi pelajaran berharga bagi para hakim lainnya untuk lebih profesional dan menjaga integritas tanpa kecuali dalam menjalankan tugas. Terutama bagi para oknum hakim, berhenti merusak citra peradilan, pilihlah satu dari dua, berhenti melakukan pelanggaran atau mengundurkan diri sebagai hakim," papar Farid.

"Hakim adalah Wakil Tuhan, profesi yang mulia, dan orang-orang pilihan, sehingga harus mampu menunjukkan sikap keteladanan dalam semua aspek kehidupannya," sambung Farid menyudahi pernyataannya. (dtc/mtrv/mer/ant/sta)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO